Jakarta (SIB) -Sejumlah anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menggugat UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pemilu serentak 2024 diubah. Sebab berkaca dari Pemilu 2019, pemilu serentak sangat menguras tenaga, tidak sedikit yang sakit dan ada yang meninggal dunia.
Sebagaimana permohonan judicial review UU Pemilu yang dilansir MK, Rabu (28/4), pemohon itu adalah:
1.Anggota KPPS di TPS 024 Wirokertan, Banguntapan, Bantul, Akhid Kurniawan
2.Anggot PPK di Ngaglik, Sleman, Dimas Permana Hadi
3.Anggota PPK Sukmajaya, Depok, Heri Darmawan
4.Anggota PPS Abadijaya, Sukmajaya, Depok, Subur Makmur
Keempatnya menilai Pemilu 2019 yang memilih calon Presiden/Wapres, calon anggota DPD dan calon anggota DPR, DPRD Provinsi serta Kabupaten/Kota sangat berat.
"Beban yang sangat berat dan tidak rasional tersebut disebabkan penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan secara serentak dalam format lima jenis surat suara dalam waktu yang bersamaan," ujar pemohon.
Akhid menceritakan, dia dan kawan-kawannya melaksanakan pekerjaannya tidak hanya hari H, tetapi juga H-3. Mulai dari penerimaan dan pengamanan logistik pemilu, membangun lokasi TPS hingga menyelenggarakan pemungutan suara dan penghitungan suara.
"Bagi KPPS, tugas dan beban kerja yang sangat berat itu sebetulnya terletak pada fase penghitungan suara yang mesti selesai di hari yang sama dan diperpanjang pada hari berikutnya paling lambat pukul 12.00 waktu setempat dengan syarat dilaksanakan tanpa jeda," paparnya.
Akhid merasakan pekerjaan di atas sangat melelahkan dan beresiko secara kesehatan. Pada Pemilu 2019, Akhid mulai bekerja sejak H-3. Selaku Ketua KPPS, ia melayani masyarakat sejak hari H dan berlanjut hingga dini hari keesokan harinya.
"Aktifitas pekerjaan sebagai bentuk partisipasi warga negara untuk menyelenggarkan pemilu yang demokratis dan adil, nyaris dilaksanakan tanpa henti selama 4 hari berturut-turut," tutur Akhid.
Adapun Dimas menceritakan ada koleganya yang meninggal dunia karena kekelahan saat mengawal jalannya pemilu itu. Oleh sebab itu, Dimas yang akan mensukseskan Pemilu 2024 berharap model pemilihan 2019 diubah karena sangat melelahkan.
"Fase yang sangat dirasakan adalah ketika melakukan manajemen logistik pemilu. Seluruh kotak suara yang dikumpulkan di kecamatan, kemudian didistribusikan ke PPS dan sampai ke TPS, itu sangat memakan waktu dan melelahkan," tutur Heri Darmawan.
Oleh sebab itu, mereka berharap pemilu serentak 2024 hanya memilih di lavel nasional. Yaitu Presiden, DPD dan DPR.
"Menyatakan Pasal 167 ayat 3 UU Nomor 7 Tahun 2017 sepanjang frase 'pemungutan suara dilaksanakan secara serentak' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih DPR, Presiden dan DPR, dengan tidak menggabungkan pemilihan DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota dengn pemilihan DPR, Presiden dan DPD," demikian petitium pemohon. (detikcom/a)