Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 14 Juli 2025
51 Tahun Koran SIB, Apa Berita Hari Ini?

Berkibarnya Panji Dirgahayu dalam Barisan ‘Majus' Margahayu

Oleh: Drs Ads Franse Sihombing (Wartawan Harian SIB)
Redaksi - Minggu, 09 Mei 2021 09:56 WIB
993 view
Berkibarnya Panji Dirgahayu dalam Barisan ‘Majus' Margahayu
(Foto: SIB/Dok)
BRIEFING: Penulis (2-kanan) dengan para jurnalis Harian SIB saat mengikuti briefing pagi di Kantor SIB Medan sebelum melakukan liputan setiap harinya sebelum masa pandemi. 

Hari ini, tepatnya Minggu, 9 Mei 2021 Harian SIB (Sinar Indonesia Baru) berulang tahun yang ke-51. Harian SIB merupakan salah satu koran terbesar di Provinsi Sumatera Utara yang didirikan oleh Alm Bapak DR GM Panggabean pada tanggal 9 Mei 1970. Berbagai sukacita dan pengalaman telah dijalani Harian SIB dalam menjalankan fungsinya sebagai perusahaan pers.
Di HUT (Hari Ulang Tahun) Harian SIB hari ini, penulis mencoba membuat sekadar preambule (mukadimah) berita dan cerita terkait pemberitaan SIB.

Suatu ketika di pertengahan tahun 1997, Kadispen Polda Sumut (ketika itu) Letkol Pol Drs Amrin Karim sempat mengkritisi wartawan Harian SIB Drs Gaja Sibarani (kini alm) karena 'berani' mengekspos jumlah wanita korban kekejian Datuk 'AS' sudah 'final' dengan jumlah 42 orang, karena rilis resmi dari pihak kepolisian ketika itu masih berjumlah 41 orang. Pasalnya, wartawan SIB itu bersama beberapa jurnalis lainnya (termasuk penulis) terus menunggui aksi pencarian (penggalian liang kubur dengan alat berat beko-skopel) dan menyaksikan penghitungan jumlah tengkorak bersama tim paranormal, yang turut disaksikan Kapoltabes Medan Kol Pol MD Primanto ketika itu. Masalahnya, ketika itu media lain tidak mengekspos temuan jumlah 42 korban tersebut.

Suatu ketika juga pada 1999, seorang wartawan SIB di Medan bersama seorang atasannya dan seorang anggota polisi berpakaian preman (Serda ASS) diculik sekelompok orang dari depan Hotel Dharma Deli Medan, ketika wartawan SIB anak buah DR GM Panggabean berhasil mengendus dan menemukan pimpinan PT BMA Medan (perusahaan jasa penggandaan uang tunai) Arie Agustono di hotel itu. Untunglah, Kapolda Sumut Brigjen Pol Drs Setyono mantan Dan Sat Brimob Polda Metro Jaya cepat mencium gelagat aksi penculikan tersebut.

November 2003, jurnalis Harian SIB yang gencar-aktif meliput kasus perambahan hutan di daerah Tanahkaro (penulis sendiri) sempat dipanggil dan diperiksa di Polres Tanahkaro sebagai saksi atas ekspos berita tentang penodongan senjata api (pistol) oleh seorang oknum pengusaha terhadap aktivis lingkungan hidup Dr Robert Valentino Tarigan.

Kisah ini, masih sebagian kecil dari sebegitu banyak kisah tentang gerakan dan barisan margahayu (orang-orang cerdas yang berani dan orang-orang berani yang cerdas) yang menjadi babak berita dan cerita dalam kiprah liputan jurnalistik SIB, setidaknya sebagai rekaman sejarah yang 'tertayang' jelang Dirgahayu 51 Tahun Harian SIB (9 Mei 1970--9 Mei 2021) hari ini.

'Majus' Margahayu, Bukan Embel
Lapisan atau suplemen kata 'Majus' pada kata Margahayu ini tidaklah semata-mata sebatas embel-embel. Setidaknya bagi penulis, itu memang 'roh jurnalistik' yang dulu sering dicetuskan pendiri dan Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Harian SIB, DR GM Panggabean. Bahwa, para wartawan SIB harus selalu lebih maju 1-2 langkah dengan kemampuan menggali info sebagai produk berita terbaru dan terkini (update case) walaupun belum dirilis resmi. Itulah antara lain yang dilakukan Gaja Sibarani sehingga membuat Kasatserse Poltabes Medan Mayor Pol M Yunan kala itu protes dan bilang: "Dari mana dia (wartawan SIB) tahu itu (jumlah temuan sudah 42 korban)".

Pada sesi-sesi lain, pimpinan SIB Pak DR GM (panggilan akrab) dan Redpel Manapar Vritz Tua Manullang (keduanya kini alm) juga menekankan dan selalu mendorong agar kualitas para wartawan SIB harus ber-nilai plus, tidak cuma dengan kemampuan dasar interogasi dan interaksi, tapi juga harus dengan kemampuan inteligensi dan investigasi (investigate reporting). Tidaklah berlebihan kalau salah satu fakta produknya adalah kemampuan wartawan yang menemukan bos PT BMA ketika itu berdasarkan asumsi dan prediksi bahwa tradisi lobby 'bos-bos' dengan 'klien' atau 'tamu' biasanya di resto atau kafe hotel-hotel.

Didikan profesiolisme lain dari Pak GM (dulunya) adalah dorongan agar jurnalis SIB selalu kreatif dan proaktif (tidak hanya produktif) dengan keberanian ('nakkal sedikit') mengungkap kasus sebenarnya walau tampak rawan bantahan, tapi banyak saksi kronologi. Itulah sebabnya SIB dulu sering menyajikan reportase bentuk 'wawancara imajiner', misalnya tentang kasus pembunuhan Henny Tiorita Silalahi mahasiswa UHN Medan oleh pelaku 'MDP' (1992), atau kasus pembunuhan misterius sejumlah wanita di Seiular. Kisah lain adalah liputan wartawan Ads Franse Sihombing yang sempat dikomplin Wakil Bupati Dairi Jhony Sitohang (Desember 2008), dan terpisah diprotes oleh calon anggota DPD RI Makmur Saleh Pasaribu (April 2009). Namun, singkat cerita, komplin dan bantahan dari keduanya terhenti ketika wartawan SIB bisa menunjukkan bukti fisik dan verbal yang belum diungkap (deposit issue) dalam ekspos awalnya.

Lalu, apa hubungannya dengan 'Majus'? Ini adalah barisan orang-orang pemberani yang cerdas dalam kisah Alkitab (Matius 2:1-12, bagi penulis dicatat khusus sebagai sandi 'Pers 2112'). Majus adalah sekelompok orang 'pewarta' kelahiran Yesus yang akan-ingin-harus dibuktikan langsung dengan mencari sampai ketemu untuk tahu persis kronologi dan kondisi terkini.

Dengan mengorbankan pekerjaan, meninggalkan keluarga dan kampung halaman, plus mengorbankan harta hasil mata pencaharian, orang-orang Majus itu mewartakan kelahiran Yesus di sepanjang jalan. Hal itu membuat Raja Herodes marah dan mencak-mencak karena orang Majus dari jauh bisa tahu soal berita kelahiran itu, sementara dia sendiri (Herodes) selaku 'tuan rumah' malah belum mendengar kabar. Orang Majus tak gentar dengan ancaman Herodes yang menghadang mereka bahkan akan membunuh Yesus. Dengan berani Orang Majus itu berhasil jumpa Yesus bersama ibundanya Maria, dan dengan cerdas mereka keluar dari negeri itu dari jalan lain.

Selain sandi 'Pers 2112' penulis dalam kesempatan renungan atau kotbah di fellowship dan gereja (walau bukan Pendeta, tapi sering diundang sejumlah gereja) sering mempelesetkan (dalam arti positif) bahwa Majus adalah 'manusia jurnalis sejati'. Itulah sosok-sosok 'margahayu' yang berani, cerdas, cekatan dan jeli. Situs rubrikkristen-com malah mempublisir tujuh fakta 'nilai plus' Orang Majus, yaitu: terpelajar, militan (tahan banting), jeli (kuat insting), aktif-proaktif, berani/tegas, sabar, dan setia. Ke-7 fakta 'serba semangat' itu disertai histori dan referensi Alkitabiah, walau sangat minim gereja atau pendeta yang mengungkap apalagi men-sosialisasikannya termasuk di musim-musim Natal.Urusan merekalah itu.

Sejumlah catatan tentang 'margahayu' barisan SIB misalnya kisah wartawan SIB Maiden Sitorus di Dairi yang sempat diburu sekelompok orang gegara ekspos liputan kasus judi (2002), dan kasus serupa juga terjadi 22 April 2004 jam 1 dinihari ketika belasan orang merusak kantor SIB karena tak senang ekspos maraknya judi yang diprotes dan dikeluhkan publik daerah ini.

Ada lagi kisah keberanian SIB, ketika wartawati Mondang Dewi Ratna Simanjuntak mengungkap praktek jual beli formulir palsu jelang UMPTN 1994 di salah satu lembaga pendidikan ekstra kurikuler (Bimbingan Test) terkemuka di Medan. Memang, akhirnya Kasdispen Polda Sumut ketika itu Letkol Pol Drs Leo Sukardi menyatakan pimpinan Bimbingan Test itu tidak terlibat walau sejumlah karyawannya mengakui adanya formulir palsu tersebut.

Lalu ada rekaman kisah dari Drs Masti Pencawan MPA, pembaca dan pelanggan setia SIB di Medan tentang kisah kasus proyek Pasar Telkom di area Terminal Tigabaru Kota Kabanjahe (Kabupaten Karo) antara 1995-1996. Terungkapnya kasus yang diekspos SIB ketika itu sampai berlanjut ke aksi seorang pedagang marga Sembiring yang menyalibkan dirinya pada satu tiang di tengah pasar atau 'Pajak Telkom' itu.

Semua kisah margahayu barisan SIB itu belum termasuk kisah lain, seperti pengungkapan kasus banting harga tanah hingga Rp 5 permeter di Tapanuli Utara (1985-1986) dalam satu proyek yang melibatkan seorang pengusaha asuransi dari Jakarta. Ekspos beruntun itu sampai membuat Bupati Taput Gustav Sinaga ketika itu berang dan sempat menghadang peredaran koran SIB di Tarutung. Plus masih banyak kisah lain yang jadi fakta ke-Majus-an dan Margahayu para jurnalis SIB ini.

Kibaran Panji di Masa Pandemi
"Ibarat bangunan yang tahan gempa tektonik, koran Harian SIB saat ini masih tampak bertahan di atas guncangan sesar wabah pandemi (Covid-19), karena fondasinya terbilang kuat walau sempat berayun--terayun sesaat. Konsumen fanatiknya (pelanggan-pembaca setia) justru memanfaatkan ayunan oleng kiri-kanan itu untuk meraih helai-helai panji yang masih berkibar, berupa lembar-lembar koran yang masih tergelar lebar," ujar Captain Tagor Aruan, fungsionaris Asosiasi Independen Surveyor Indonesia (AISI), yang menganalisis pendapat pakar gempa dan ahli geologi Jonathan Tarigan tentang prospek media massa di masa pandemi sejak awal 2020.

Selaku Ketua Umum Komite Independen Batak (KIB), Tagor Aruan meyakini bahkan mengimani faktor fanatisme konsumen, baik dari kalangan warga Batak dan komunitas lainnya, hingga kini masih memposisikan Harian SIB tetap eksis dan mampu bertahan di atas patahan 'gempa wabah' pandemi yang telah memporak-porandakan sejumlah lini dan objek bisnis bahkan tubuh manusia di atas bumi ini.

Bahwa Harian SIB masih berkibar sebagai panji media massa, Masti Pencawan selaku budayawan dan praktisi pendidikan (pendiri sekolah YPN Pencawan Medan) juga punya kisah tersendiri pada 1986 silam. Ketika itu, Masti bersama timnya dari KNPI Pusat harus menunggu agak lama untuk bertemu audiensi dengan Kapolres Tanahkaro Letkol Pol Drs Hanafi Arif DM.

Soalnya, Kapolres Karo ketika itu sedang menerima kunjungan wartawan SIB Biro-1 Medan dipimpin John Panjaitan dan staf redaksi Oslanto Tobing, didampingi Kordinator SIB Tanahkaro Terbeluh Meliala plus para wartawan SIB daerah Karo.

Pasalnya, ujar Masti kepada penulis di kantornya, Selasa (3/5), Kapolres Karo malah lebih banyak bercerita tentang koran dan wartawan SIB ketika menerima kunjungan Masti dan timnya, walau tujuan inti kunjungannya terpenuhi. Bahkan, Masti jadi ikut terlarut paparan Kapolres itu tentang peranan media SIB, sehingga akhirnya sepakat untuk menjalin kemitraan dalam program pencegahan peredaran ganja (istilah narkoba dulu) di kalangan remaja dan murid-murid sekolah.

Selain tampak bertahan dan eksis di atas 'patahan' gempa pandemi, praktisi bisnis Ir Sanusi Surbakti MBA MRE selaku pembaca dan pelanggan setia SIB selama ini, menyebutkan Harian SIB juga tampak unik karena fanatisme konsumennya terbilang majemuk. Bahwa, koran SIB dikonsumsi pembaca fanatik (pelanggan eksis), dicari oleh konsumen avonturir (yang sekedar mau tahu) dan juga dicari-diburu para pembaca antagonik (kalangan oposisi) untuk referensi dan antisipasi liputan kasus tertentu mencari: 'apa beritanya (SIB) hari ini?'.

"Bersama media eksis lainnya, SIB saat ini juga menjadi referensi pencerdasan publik soal kasus pandemi (Covid-19), apakah masih berlanjut atau ada tanda akan berakhir atas munculnya varian baru.Sedikit banyaknya para jurnalis juga turut berkorban bertanding risiko ketika meliput korban kasus pandemi. Wajar, bila kalangan jurnalis masuk daftar prioritas vaksinasi. Media-media digital (online) dan media visual (TV-TV) memang terus menjamur tapi media cetak yang eksis dan profesional akan terus berkibar, tidak akan terkubur," katanya serius.

Ini jadi jawaban optimisme jarak jauh kepada para siswa satu SMAN di Kota Medan ketika bertemu dan diskusi dengan delegasi wartawan SIB Medan jelang HUT ke-50 pada Maret tahun lalu. Seorang siswi cerdas menanyakan apakah yang namanya koran masih akan diperlukan di masa mendatang karena sudah banyak media digital berupa internet atau ponsel yang 'serba ada' disajikan 'namboru' Ina Google (istilah tokoh pemuda Rajamin Sirait).

Tapi, dengan sederhana, wartawan SIB yang pernah mengajar di SMAN Berastagi bilang, kendati seorang siswa-siswi punya 2-3 ponsel untuk melahap aneka info dan warta serba digital, tapi yang namanya kertas berupa buku-buku tulis atau buku bacaan (diktat) sebagai perangkat manual masih mutlakdiperlukan dan terus dipakai. Kertas berupa buku atau diary itu akan dan pasti menjadi wadah cetakan tentang pengetahuan, pelajaran, bahkan catatan pribadi yang mem-berita-kan kinerjanya sebagai calon cendikiawan, bahkan berita dan cerita perasaannya sendiri.

Apapun dalam pikiran siswi cantik di SMAN itu, mereka bersama guru-gurunya saat itu kemudian mengucapkan salam Dirgahayu 50 Tahun (setengah abad) Harian SIB.
Salam. Dirgahayu, apa berita (mu) hari ini...? (c)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru