Jakarta (SIB)
Malaysia melaporkan rekor jumlah kematian akibat Covid-19 pada Senin (24/5) serta lebih dari 6.000 kasus baru selama enam hari berturut-turut.
Tercatat 61 orang meninggal akibat Corona di Negeri Jiran, angka yang sangat tinggi yang dilaporkan selama pandemi di negara itu. Semua korban yang meninggal adalah warga negara Malaysia, berusia 27-98 tahun. Banyak dari mereka mengidap hipertensi dan darah tinggi.
Sebanyak 55 kasus, meninggal di rumah sakit. Kementerian Kesehatan Malaysia mengatakan enam kasus kematian dinyatakan meninggal saat tiba di rumah sakit.
Diberitakan Channel News Asia, pasien Corona yang dirawat di ICU juga membludak. Ada sebanyak 771 pasien dirawat, yang juga merupakan rekor terbanyak. Dari jumlah tersebut, 369 pasien membutuhkan bantuan pernapasan.
Negara bagian Selangor menyumbang 2.049 kasus dari total 6.509. Selanjutnya 329 kasus dilaporkan di negara bagian Negeri Sembilan.
Kuala Lumpur dan Johor masing-masing melaporkan 468 kasus baru. Sebanyak 530 infeksi lainnya diidentifikasi di Sarawak dan 384 di Penang.
Hanya 20 dari kasus baru yang merupakan infeksi impor, 17 dari warga negara Malaysia dan 3 orang asing.
Direktur Jenderal Kesehatan Noor Hisham Abdullah juga mengumumkan bahwa 20 cluster baru telah muncul sehingga total nasional cluster aktif menjadi 570.
Delapan cluster baru terkait dengan tempat kerja, enam cluster di komunitas dan tiga cluster berasal dari pertemuan keagamaan.
Flu Burung
Pada kasus berbeda, di tengah pandemi Corona, terjadi ledakan patogen atau mikroorganisme berbahaya bagi kesehatan manusia di tingkat global pada 2020. Serangkaian wabah H5N8, subtipe virus flu burung yang sangat patogen (HPAIV), muncul di puluhan negara dan masih menyebar di antara hewan unggas.
"Wilayah geografis yang terkena dampak terus berkembang, dan setidaknya sebanyak 46 negara telah melaporkan wabah AIV H5N8 yang sangat patogen," kata para peneliti virus yaitu Weifeng Shi dan George F Gao, dikutip dari Science Alert, Selasa (25/5).
Para ilmuwan mengingatkan bahaya virus H5N8, jika tidak dihentikan penyebarannya sejak dini. Sebab, virus ini ditemukan telah menginfeksi manusia.
Pada Desember 2020 lalu, wabah flu burung menginfeksi para pekerja di peternakan unggas. Sebanyak tujuh orang pekerja di Rusia Selatan menunjukkan gejala infeksi H5N8, dan pertama kalinya ditemukan pada manusia.
Sementara itu, subtipe virus flu burung lainnya yaitu H5N1 sudah lebih dulu menginfeksi manusia dan sudah ada beberapa kasus di dunia. Shi dan Gao mengatakan sampai saat ini sudah ada 862 kasus infeksi H5N1 pada manusia yang sudah dikonfirmasi.
"Sampai saat ini, ada total 9862 kasus infeksi H5N1 pada manusia yang dikonfirmasi di laboratorium dan dilaporkan ke WHO, termasuk 455 kasus kematian," jelas Shi dan Gao yang merupakan ilmuwan dari CDC China.
"Kasus ini berasal dari 17 negara, sebanyak 76 persen dari Mesir dan Indonesia," lanjutnya.
Namun, risiko zoonosis (penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia) ini hanya sebagian dari masalah yang muncul dari H5N8 dan virus sejenisnya.
Di sebagian besar wabah baru-baru ini, clade (turunan) virus H5N8 yang disebut 2.3.4 sudah menjadi patogen dominan di seluruh dunia. Hal ini pertama kali terlihat di pasar tradisional Tiongkok pada 2010 lalu.
"AIV H5 Clade 2.3.4, terutama subtipe H5N8, sudah dengan jelas menunjukkan kecenderungan penyebaran global yang cepat pada burung yang bermigrasi," tulis para peneliti.
Dalam penelitian tersebut, Shi dan Gao mencatat pandemi Covid-19 yang muncul - dan tindakan pencegahan serta pengendalian populasi dunia yang diberlakukan sebagai tanggapan, menunjukkan adanya penurunan tajam dalam penyebaran virus influenza A dan B musiman pada manusia pada tahun 2020.
Namun, di pada saat yang sama sejumlah subtipe H5Ny yang sangat patogen, termasuk subtipe H5N1, H5N2, H5N5, dan H5N8 sudah tersebar di China, Afrika Selatan, Eropa, Eurasia, dan tempat lainnya.
Pada waktu yang sama juga, virus clade 2.3.4 menunjukkan adaptasi pengikatan sel tertentu yang bisa menyebabkan risiko lebih besar terhadap penularan ke manusia, termasuk kemungkinan penyebaran antarmanusia.
Untuk itu, para peneliti menegaskan perlunya peningkatan pengawasan yang signifikan terhadap HPAIV di peternakan unggas saat ini, sebelum patogen ini menyerang kandang-kandang unggas lainnya. (detikHealth/d)