Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 06 Juli 2025

Hingga Mei 2021, Jaksa Tuntut Mati 150 Orang Perkara Narkotika

* Pemakai Narkoba Bisa Direhab, Tidak Harus Dipenjara
Redaksi - Senin, 31 Mei 2021 09:37 WIB
502 view
Hingga Mei 2021, Jaksa Tuntut Mati 150 Orang Perkara Narkotika
(Foto Dok/Penkum Kejati Sumut)
JAKSA MENYAPA: Direktur Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya Kejagung Darmawel Aswar SH MH (kiri) pada acara “Jaksa Menyapa” di Kejari Medan, Kamis (27/5). 
Medan (SIB)
Kejaksaan masih yakin tindak pidana narkotika/narkoba di Indonesia bisa diberantas dengan penegakan hukum. Hingga Mei 2021 secara nasional sebanyak 150 orang lebih telah dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) melalui persidangan di pengadilan.

Direktur Tindak Pidana Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya Kejaksaan Agung RI Darmawel Aswar SH MH mengungkapkan hal itu menjawab pertanyaan SIB di sela acara “Jaksa Menyapa” yang digelar Kejari Medan, Kamis (27/5), seusai menghadiri Bimtek di Polda Sumut sekaligus dalam rangka kordinasi penegakan hukum dalam penanganan perkara narkotika/narkoba, yang dihadiri aparat terkait bidang narkotika di Polres dan para Kasi Pidum Kejaksaan Negeri (Kejari) di Sumut.

“Kalau hingga Mei 2021 ada sekitar 150 orang lebih dituntut hukuman mati perkara narkotika. Itu seluruh Indonesia sudah termasuk dari Sumut. Itu baru dituntut mati belum tentu inkracht. Tapi yang inkracht (berkekuatan hukum tetap) baru di bawah 30-an orang. Kenapa itu terjadi, itulah kehebatan hukum itu. Kita tidak mau terburu-buru menghukum mati orang.

Sehingga upaya hukum di Indonesia ini sangat panjang ceritanya, mulai dari banding, kasasi, PK(peninjauan Kembali), PK lebih dari sekali, kemudian ada grasi lagi itu panjang,” kata Darmawel.

Aspidum Kejati Sumut Dr Sugeng Riyanta yang mendampingi Darmawel Aswar waktu itu menginformasikan hingga Mei 2021 ada sekitar 13-an orang yang dituntut hukuman mati dalam perkara narkotika. ”Tapi itu baru tuntut belum inkracht,” kata Aspidum menjawab Direktur Narkotika dan Zat Adiftif Lainnya.

Menyinggung perkara Boiman alias Boy Bin Kartowijoyo (56), salah seorang dari 5 terdakwa perkara narkotika jenis sabu 56 Kg yang dituntut hukuman mati dan divonis mati di Pengadilan Tinggi Medan, tapi ditingkat kasasi divonis MA menjadi 17 tahun penjara, menurut Darmawel itu bisa saja terjadi. Dan jaksa tidak boleh PK.

”Kalau ada novum-nya bisa PK. Tapi PK ini memang perdebatan di KUHAP. Karena kata KUHAP jaksa tidak boleh PK yang boleh PK adalah terdakwa atau keluarganya atau PH (penasehat hukum)-nya. Itu kata KUHAP. Tapi kita pernah melakukan PK dan diterima oleh MA, tapi secara hukum regulasi jaksa tak boleh mengajukan PK. Kecuali memang dianggap oleh kejaksaan sangat penting sekali sehingga perlu dilakukan PK,” kata Darmawel.

Menurutnya, jaksa itu banyak peran dan sangat berperan memberantas narkotika disamping fungsi penuntutan,seperti yang dilakukan selama ini melakukan sosialisasi atau penyuluhan hukum, mengunjungi sekolah, program jaksa masuk sekolah, jaksa masuk desa, jaksa masuk kampus termasuk yang berlangsung saat ini program Jaksa Menyapa, yang tujuannya dalam rangka pencegahan narkoba.

“Di samping peran itu, khususnya di pidana umum, kami mempunyai semacam tugas atau peran yang sangat penting yang kami namakan dominuslitis. Kalau Bahasa Medan nya kira kira bahwa jaksa itu pemilik perkara. Maksudnya ketika penyidik menyampaikan berkas kepada jaksa, kan diperiksa berkasnya. Lengkap apa ndak atau masih kurang. Kalau lengkap tahap II -kan ke kejaksaan. Tahap II itu artinya berkas dan tersangka diserahkan ke jaksa setelah P21 (lengkap).

Dibikinkan surat dakwaan dilimpahkan ke pengadilan. Di pengadilan nanti jaksa akan memeriksa kecocokan antara BAP dengan kenyataan yang ada. Makanya jangan heran kadang-kadang saksi cabut BAP. Tersangka juga kadang kadang ada juga cabut BAP. Karena alasannya, misalnya saya itu dipaksa, dipukuli. Tapi jaksa juga jangan terkecoh karena ada alat bukti lain selain keterangan saksi dan terdakwa.Pasal 184 UHAP menyatakan ada 5 alat bukti,keterangan saksi,keterangan terdawa, petunjuk, surat dan ahli. Kelima alat bukti itu harus kita ramu, ”kata Darmawel.

Sebelumnya, Direktur Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya Kejagung ini menginformasikan kedatangannya ke Medan untuk melihat mengetahui dan menganalisa bagaimana penegakan hukum khususnya tindak pidana narkotika berjalan sesuai dengan regulasi yang ada. Kenapa Sumut menjadi penting karena memang banyak sekali kasus narkotika yang ada di Sumut apakah itu sifatnya dalam jumlah besar yang melibatkan bandar atau pun narkoba I yang dipakai oleh orang orang tertentu dengan barang bukti yang sedikit.

”Kami sudah berkordinasi dengan jaksa di Sumut, dengan Polda Sumut, BNNP dalam bentuk Bimtek di Polda,” katanya di acara Jaksa Menyapa Kejari Medan yang dihadiri Kasi Pidum Riachat Sihombing SH MH dan Kasi Penkum Kejati Sumut Sumanggar Siagian itu.

Di kesempatan itu ia juga menegaskan, didasarkan pada SEMA (surat edaran Mahkamah Agung) No 4 tahun 2010, seorang yang ditangkap dengan barang bukti kecil berupa sabu 1 gram, ganja 5 gram, ekstasi 8 butir, pemakaian 1 (satu) hari, bisa dilakukan yang namanya rehabilitasi, dengan syarat mereka ditangkap oleh penyidik atau polisi atau BNN kemudian dimasukkan ke TAT (Tim Assesment Terpadu) untuk diperiksa.

"Nanti akan keluar yang namanya rekomendasi TAT yang isinya kira-kira menyatakan orang ini bisa direhabilitasi, bahwa orang ini tidak bisa direhablitasi. Tapi yang terjadi di lapangan, seseorang ditangkap kemudian langsung ditahan.

Seharusnya yang terkena pasal 127 UU Narkotika itu tidak masuk penjara, tapi rehabilitasi mengacu ke SEMA. Inilah yang perlu kita perbaiki," kata Darmawel. (BR1/a)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru