Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 03 Juni 2025

Bagaimana Kabar Lahan Food Estate di Humbahas?

* 1 Ha Tanaman Bawang Merah Hanya Mampu Berproduksi 2-3 Ton
Redaksi - Senin, 07 Juni 2021 09:21 WIB
2.898 view
Bagaimana Kabar Lahan Food Estate di Humbahas?
(Foto SIB/Frans Simanjuntak)
TERLANTAR: Sebagian besar lahan food estate yang berada di Desa Siria-ria, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbahas kini kondisinya seperti dibiarkan terlantar dan sudah ditumbuhi rumput dan semak belukar. Foto dipetik, Kamis (3/6).&nbs
Humbahas (SIB)
Lahan food estate yang berada di Desa Siria-ria, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) kondisinya kini seperti terlantar. Lahan yang dulunya terlihat dihiasi oleh bedengan yang berjajar yang ditutupi oleh mulsa plastik itu, sebagian besar kini sudah ditumbuhi rumput dan semak belukar.

Pantauan SIB di lokasi, lokasi Kamis (3/6), proyek strategis nasional yang diharapkan untuk memperkuat cadangan pangan nasional itu kondisinya cukup memprihatinkan. Selain sudah ditumbuhi rumput dan tanaman liar, lahan seluas 215 hektar (Ha) yang sudah beberapa kali dikunjungi menteri bahkan Presiden Jokowi itu kini terlihat tidak terurus dan terawat lagi. Dan sama sekali tidak ada aktifitas pertanian di sana.

Yang terlihat di lokasi lumbung pangan nasional itu hanya sejumlah pekerja dan alat berat yang sedang memperbaiki jalan dan pipanisasi. Selain itu, beberapa unit mobil dump truk terlihat lalu lalang mengantar sejumlah material bangunan ke lokasi food estate itu.

Menanggapi hal itu, Duma Banjarnahor sebagai pendamping dari Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian saat dikonfirmasi wartawan di Posko Food Estate Hortikultura Sumut di Desa Hutapaung, Kecamatan Pollung, Kamis sore menjelaskan bahwa saat ini seharusnya sudah memasuki musim tanam kedua. Namun karena sejumlah perobahan aturan, salah satunya perobahan SK baru dari Kemenko Marve terkait penunjukan Bupati Humbahas Dosmar Banjarnahor sebagai penangung jawab food estate dan Vanbasten Panjaitan dari Kemenko Marves sebagai Koordinator Teknis Lapangan.

“Kalau lahan itu kosong, itu sudah panen. Karena sudah selesai dan saat ini sedang digodok model kerjasama berikutnya yang akan ditangani oleh Kemenko Marves dan Bupati Humbahas sebagai penanggungjawab untuk musim tanam kedua,” kata Duma.

Dia menjelaskan pada musim tanam pertama, jenis kerjasama yang dilakukan saat itu masih mengandalkan dana APBN. Namun untuk musim tanam kedua nanti manajemen food estate akan bekerjasama dengan sejumlah pelaku-pelaku usaha dan investor seperti PT Indofood dan perusahaan lainnya.

“Untuk musim tanam kedua, karena petani telah belajar budidaya seperti kentang, nanti Indofood juga memerlukan mereka supaya menjalin kerjasama. Kalau hanya mengharapkan APBN itu nggak bisa. Karena nggak hanya di sini program ini. Kita kan Indonesia begitu luas. Itu harus merata,” ucapnya.

Ketika disinggung mengenai jumlah anggaran yang dialokasikan dan dihabiskan pada musim tanam pertama, dia tidak bersedia menjawab.

“Saya nggak bisa informasikan soal itu. Itu mah, gimana yah. Saya memang kebetulan menangani satu kelompok tani. Jadi kalau untuk keseluruhan saya tidak bisa jawab. Yang pasti di lahan food estate saat ini adalah lahan seluas 215 ha.

Sedangkan untuk musim tanam kedua ini kita akan membuka lahan seluas 785 ha. Mungkin sudah didengar yah. Kan ada 1000 ha nanti ini,” ungkapnya.

Sementara ketika disinggung mengenai kondisi lahan yang saat ini sedang terlantar, Duma mengaku kalau hal itu benar adanya, namun tidak secara keseluruhan.

“Lahan itu adalah lahan milik petani. Saya hanya pendamping. Ketika sudah selesai panen, kita sudah ingatkan, tolong lahannya dipelihara, mulsa digulung supaya untuk tanaman berikutnya mulsa dapat dipergunakan,” katanya.

Namun namanya manusia, lanjut dia mengungkapkan, pihaknya tidak bisa memaksa para petani untuk merawat lahan itu.

Karena petani di lahan food estate itu bukan satu-satunya lahan yang mereka olah. Dan food estate bukan satu-satunya lahan yang menjadi sumber pendapatan petani. Masih ada kemenyan di hutan dan andaliman yang bisa mereka olah untuk menghidupi keluarganya.

“Jadi kami sebagai pendamping hanya bisa mengarahkan dan menganjurkan dan mengingatkan. Dan hanya beberapa orang yang melakukannya. Tapi untuk memaksa mereka mengikuti itu kami tidak punya kemampuan. Kami hanya bisa melakukan pendekatan sosial,” katanya lagi.

Hanya 2-3 Ton
Lebih lanjut Duma menjelaskan, untuk musim tanam pertama di lahan seluas 215 ha untuk komoditi bawang merah, bawang putih dan kentang sudah siap dipanen beberapa waktu lalu. Dia menyampaikan sistem panen yang dilakukan secara pribadi-pribadi dan waktu panen masing-masing komoditi juga berbeda.

“Kami tidak bisa tentukan (kapan) panen raya. Karena itu ditanam tidak serentak. Yang kedua komoditas kita berbeda-beda yaitu bawang merah, bawang putih dan kentang yang notabene umurnya juga berbeda. Jadi kami nggak bisa bilang itu panen raya. Tapi kalau dibilang panen perdana, pernah. Kita lakukan itu bulan Maret lalu,” ucapnya..

Dari hasil panen yang dilakukan, lanjut dia menjelaskan, jika dirata-ratakan, tanaman bawang merah dengan luas 1 ha, hanya bisa menghasilkan atau memproduksi sebanyak 2-3 ton. Sementara untuk bawang putih dengan luas yang sama, hanya bisa menghasilkan lebih kurang 1,5 ton per ha. Dan tanaman kentang hanya bisa menghasilkan 2-3 ton per ha. Dan bagi dia, dengan hasil seperti itu, sudah tergolong berhasil, meski targetnya jauh dari harapan.

Sementara jumlah bibit yang ditanam untuk masing-masing komoditi per hektarnya yakni untuk bawang merah sebanyak 1 ton per ha, kentang 1,2 ton per hektar, dan bawang putih sebanyak 1 ton per hektar.

“Kalau saya bilang, berhasil. Hanya saja kalau target bawang merah itu harus 10 ton per hektar, kalau di sini tidak dapat, karena tanahnya bukaan baru. Paling bisa 2-3 ton per hektar. Tapi kalau tanah itu diolah terus dan akan dibudidayakan dengan bawang merah, saya yakin pada musim tanam ketiga itu akan optimal hasilnya,” akunya.

Ketika kembali ditanya apa dasar dia mengatakan program food estate itu berhasil meski hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Dia sedikit berkelit dan tidak terima kalau dikatakan gagal.

“Kalau saya jawab itu agak dilematis. Tapi pertama, kalau banyak orang menganggap musim tanam pertama itu gagal. Tapi ketika saya ditanya secara pribadi, saya bilang nggak. Kenapa? Karena tanah itu adalah tanah bukaan yang notabene agak sulit untuk berkembang untuk tanaman horti. Tanaman horti itu adalah tanaman yang manja. Dia membutuhkan PH yang harus benar dan iklim yang benar. Sementara tanah yang di sini ketika kita buka tanahnya asam. Itu dapat dilihat dari tanah yang tumbuh di sana banyakan pakis-pakis. Itu adalah indikator kalau tanah itu asam,” tandasnya.

Dia juga mengungkapkan banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan tanaman hortikultura. Selain faktor tanah, iklim dan alam, kemampuan petani dalam berbudidaya juga masih rendah. “Itu yang bisa kami informasikan. Kalau dibilang gagal, kami agak keberatan yah. Karena kami sudah melakukan segala upaya yang bisa kami lakukan untuk bisa berhasil,” pungkasnya. (BR7/d)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru