Sidikakang (SIB)
Ratusan hektare kawasan hutan lindung di Kecamatan Sumbul dan Silahisabungan, Dairi sudah 'gundul' dirambah oknum tidak bertanggungjawab dan sebagian dijadikan lahan pertanian.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Dairi, Amper Nainggolan didampingi Sekretaris, Sahat Maruli Tua Sinaga, Senin (14/6) di ruangannya mengatakan, kondisi hutan lindung Dolok Tolong dan Lae Pondom di Kecamatan Sumbul sudah sangat memprihatinkan. Hasil survei di lokasi, kawasan hutan negara itu sudah banyak digarap dan sebagian dijadikan lahan pertanian.
Luas hutan lindung Dolok Tolong di Desa Dolok Tolong yang sudah digarap oknum tertentu diperkirakan seluas 100 hektare lebih. Sementara kawasan hutan Lae Pondom di Desa Silalahi 2 yang sudah gundul diperkirakan seluas 150 hektare.
Aktivitas perambahan hutan Dolok Tolong dan Lae Pondom diperkirakan sudah sejak lama dan berkelanjutan, dimana sebagian kawasan hutan sudah ditanami kopi, jeruk bahkan sudah ada yang panen. Memang masih lebih luas yang belum ditanami, tetapi pohon- pohon besar sudah ditebangi dan diolah.
Hasil survei ke lokasi, sejumlah pondok di dalam hutan berdiri, diduga digunakan oknum penggarap hutan. "Akses ke dalam kawasan hutan sudah terbuka, bahkan ada jembatan berkontruksi kayu bisa dilalui kendaraan roda 4. Akses ke kawasan hutan diperkirakan dibuka menggunakan alat berat," kata mereka.
Bupati Dairi, kata Amper, sudah meminta agar akses ke dalam hutan diputus seperti jembatan dan dipasang plang, agar tidak ada yang melakukan aktivitas di kawasan hutan lindung. Pemasangan plang di pintu masuk dan di beberapa lokasi, agar kawasan hutan lindung yang merupakan penyangga air ke Danau Toba tidak dirusak oknum tidak bertanggungjawab.
Kondisi hutan lindung itu sudah sangat memprihatinkan. Perlu pengawasan ekstra, sehingga pembalakan hutan tidak semakin luas. "Maraknya perambahan hutan diduga karena minimnya pengawasan dari Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara dan kesadaran masyarakat akan pentingnya merawat hutan," katanya.
Disebutkan, maraknya pembalakan hutan lindung diduga dampak adanya penarikan kewenangan pengawasan hutan ke tingkat provinsi, sehingga pengawasan tidak berjalan dengan baik.
Perambahan semakin meningkat, karena adanya informasi program tanah objek reforma agraria (TORA), untuk perluasan pertanian dan kesejahteraan petani. Masyarakat menduga, kata mereka, kawasan hutan Dolok Tolong dan Lae Pondom masuk program tersebut, padahal tidak masuk.
Kawasan hutan Dolok Tolong dan Lae Pondom merupakan kawasan hutan zona L1 sesuai Perpres No. 81 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya. Kawasan hutan tersebut harus dirawat, karena kawasan hutan itu sebagai penyangga air ke Danau Toba.
Sesuai informasi diperoleh wartawan kawasan hutan Dolok Tolong dirambah oknum tertentu, hasil hutan seperti kayu olahan diperjualbelikan, kemudian lahan diperjualbelikan seharga Rp 30 juta per hektare. (B3/d)