Jakarta (SIB)
Kasus Covid-19 di Indonesia melonjak beberapa pekan terakhir ini. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad meminta pemerintah menunda rencana sekolah tatap muka.
"Ada beberapa hal yang perlu dievaluasi oleh pemerintah, mungkin ditunda sedikit. Antara lain mungkin soal kehadiran dalam anak sekolah," ujar Dasco di DPR, Selasa (15/6).
Dasco mengatakan, rencana tatap muka dibuat sebelum terjadinya lonjakan kasus Covid-19. Dengan adanya lonjakan saat ini, menurutnya pemerintah perlu menunda 2-3 bulan sampai lonjakan teratasi.
"Waktu itu kan dibuat rencana sebelum ada lonjakan tinggi di beberapa daerah. Nah mungkin ini agak ditunda 2 bulan atau 3 bulan pelaksanaannya sambil menunggu situasi Covid yang mudah-mudahan lonjakannya bisa diatasi," kata Dasco.
Ketua Pelaksana Harian Partai Gerindra ini juga meminta pemerintah membuat kebijakan dengan sanksi yang menyesuaikan di daerah masing-masing. Hal ini dimaksud untuk memberikan ketegasan kepada masyarakat.
"Kita minta pemerintah buat kebijakan-kebijakan dalam sanksi disesuaikan dengan daerah dan kondisi masing-masing," kata Dasco.
"Saya liat juga aparat penegak hukum, Kapolri sudah keliling di provinsi-provinsi yang lonjakan Covid-nya tinggi, dan juga sudah memberikan arahan kepada kepolisian setempat untuk melakukan langkah-langkah yang dianggap perlu untuk mencegah lonjakan Covid semakin tinggi," sambungnya.
Ikuti Situasi
Nadiem Anwar Makarim menyebut kebijakan sekolah tatap muka di bulan Juli masih berlaku. Meski demikian, Nadiem mengatakan tatap muka dapat dihentikan sesuai perkembangan.
"Ada kemungkinan di dalam PPKM tersebut berarti tidak bisa tatap muka terbatas. Tapi itu adalah suatu keharusan yang dialami semua sektor dalam 2 minggu itu, ada pembatasan dan 2 minggu. Itu kalau kemungkinan akan dilaksanakan bahwa tidak ada tatap muka terbatas yang boleh terjadi untuk kelurahan atau desa tersebut,"ujar Nadiem.
Nadiem mengatakan, PPKM sudah menjadi bagian dalam surat keputusan bersama (SKB) terkait pembelajaran tatap muka di bulan Juli. Menurutnya PPKM akan menjadi instrumen rem di daerah baik kelurahan maupun desa.
"Jadi itu sudah menjadi bagian dari SKB kita bahwa PPKM itu bisa mem-by pass atau bisa saja menganulir selama 2 minggu tersebut proses pembelajaran tatap muka terbatas. Jadi itu saja, jadi tidak perlu khawatir bahwa akan ada perubahan apa, tidak. PPKM akan menjadi instrumen pemerintah untuk melakukan rem di daerah di kelurahan atau di desa tersebut," tuturnya.
Nadiem menyebut, sama halnya dengan masyarakat yang diminta bekerja di rumah saat PPKM. Maka sekolah akan melakukan pelajaran jarak jauh (PJJ) selama PPKM.
"Sama seperti kalau misalnya restoran cuma boleh 50 persen kapasitas atau masyarakat disuruh bekerja dari rumah ya kan. Sama sektor pendidikan mungkin harus PJJ selama PPKM tersebut," kata Nadiem.
Nantinya, setelah PPKM tersebut selesai dilakukan maka pembelajaran tatap muka kembali dilaksanakan. Sehingga dia meminta agar pihak sekolah melakukan persiapan.
Tolak
Pemerintah membuka wacana penerapan pajak di bidang pendidikan. Komisi X DPR RI menolak rencana tersebut dalam rapat bersama Mendikbudristek Nadiem Makarim.
Hal ini disampaikan sejumlah fraksi di Komisi X DPR saat rapat bersama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim, di DPR, Selasa (15/6). Nadiem diminta untuk melakukan lobi ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait pajak ini.
"Kami meminta pada mas menteri melakukan hubungan lobi pada Kemenkeu, Bappenas khususnya pada Kemenkeu, bahwa kami Fraksi PDIP menolak kalau pendidikan dikenakan pajak pertambahan nilai," ujar anggota Fraksi PDI Perjuangan Sofyan Tan.
Selain itu, Fraksi NasDem yang diwakili Ratih Megasari menilai rencana tersebut tidak jelas dan bertentangan dengan konstitusi. Dia meminta Nadiem ikut menyuarakan penolakan pajak di bidang pendidikan.
"Kami dari NasDem, Mas Menteri, kami dengan tegas menolak apabila ada rencana pemerintah menaikkan pajak sekolah itu sangat absurd sekali menurut kami, karena ini hal yang sangat kita sayangkan bertentangan dengan konstitusi dan juga kami harap ini tidak diberlakukan. Kami harap Mas Menteri bisa mengambil sikap yang sama dengan kami di Komisi X, satu frekuensi dengan kami juga tidak mendukung wacana kenaikan PPN ini," kata Ratih.
Penolakan juga disuarakan oleh Partai Demokrat dan Partai Gerindra.
Menanggapi hal tersebut, Nadiem mengatakan akan lebih dulu mengkaji dan melihat situasi terkait rencana pajak tersebut. Selain itu, Nadiem juga menyebut akan membahas ini dengan pemerintah.
"Penambahan pajak PPN untuk sekolah itu tentunya akan kami kaji karena kami juga harus mendalami dahulu untuk melihat situasinya. Tapi pesan itu akan kita bawa ke dalam internal pemerintah," kata Nadiem. (detikcom/c)