Jakarta (SIB)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan situasi penularan Corona di Indonesia sangat tinggi. WHO menyarankan pembatasan ketat dilakukan untuk membendung tingginya tingkat penularan.
Imbauan WHO tersebut tertuang dalam Situation Report-64 yang dirilis oleh WHO pada Rabu (22/7). Situation report ini rutin dirilis setiap pekan oleh WHO. Ini merupakan laporan per 21 Juli 2021.
WHO memaparkan bahwa 32 provinsi di Indonesia mengalami lonjakan jumlah kasus. Sebanyak 17 provinsi di antaranya bahkan mengalami peningkatan hingga 50 persen.
"Selama sepekan, antara 12 hingga 18 Juli, 32 dari 34 provinsi melaporkan peningkatan jumlah kasus, sementara 17 di antaranya mengalami peningkatan kasus yang mengkhawatirkan sebesar 50 persen atau lebih; 21 provinsi (8 provinsi baru ditambahkan sejak minggu sebelumnya) sekarang telah melaporkan varian Delta; dan tes positif proporsinya lebih dari 20 persen di 33 dari 34 provinsi," tulis WHO dalam laporannya.
Berdasarkan data tersebut, WHO menyatakan Indonesia sedang menghadapi tingkat penularan yang sangat tinggi. Oleh karena itu, WHO menyarankan agar pembatasan yang ketat diberlakukan.
"Indonesia saat ini menghadapi tingkat penularan yang sangat tinggi, dan ini merupakan indikasi tentang betapa sangat pentingnya untuk menerapkan pembatasan kegiatan sosial dan penanganan kesehatan masyarakat yang ketat (public health and social measures/PHSM), khususnya pembatasan pergerakan, di seluruh wilayah negara," lanjut WHO.
Naik
WHO juga menyebut ada enam provinsi di Indonesia yang mengalami lonjakan kasus Corona mingguan hingga lebih dari 150 persen. Banten menjadi provinsi dengan lonjakan kasus tertinggi, yakni mencapai 540 persen.
"Dari jumlah tersebut, enam provinsi mengalami peningkatan lebih dari 150 persen: Banten (540%), Sumatera Utara (238%), Papua (233%), Kalimantan Selatan (196%), Jawa Timur (187%) dan Jambi (152%)," demikian paparan data WHO.
Jangan Terlalu Dini
Sementara itu pemerintah akan melakukan relaksasi PPKM pekan depan bila tren kasus terus menurun. Ketua Dewan Pertimbangan PB IDI Prof Dr dr Zubairi Djoerban mengingatkan agar rencana relaksasi ini diperhitungkan matang-matang.
"Relaksasi PPKM darurat harus dihitung betul. Jangan terlalu dini," kata Prof Zubairi Djoerban dalam cuitannya di Twitter, Kamis (22/7).
Dia menilai rencana relaksasi PPKM ini berisiko. Dia menggambarkan upaya penanganan Corona lewat PPKM bisa sia-sia seperti tokoh Sisifus dalam mitologi Yunani. Menurutnya, Indonesia bisa kembali terjatuh dalam krisis Corona.
"Jika salah langkah, kita berisiko menjadi Sisyphus, yang mengulangi tugasnya sia-sia: mendorong batu ke puncak, hanya untuk menggelinding ke bawah kembali. Dorong lagi. Jatuh lagi. Begitu terus. Jangan sampai," lanjutnya.
Rencana Relaksasi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar jumpa pers terkait evaluasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat Covid-19. PPKM darurat yang kini berubah menjadi PPKM level 3-4 akan dilonggarkan jika hingga 26 Juli ada penurunan kasus.
Presiden Jokowi mengatakan penerapan PPKM darurat yang dimulai sejak 3 Juli 2021 adalah kebijakan yang tidak bisa dihindari. Pemerintah mengambil keputusan tersebut meski sangat berat.
"Ini dilakukan untuk menurunkan penularan Covid-19 dan mengurangi kebutuhan masyarakat untuk pengobatan di rumah sakit. Sehingga tidak membuat lumpuhnya rumah sakit lantaran overkapasitas pasien Covid-19," kata Jokowi dalam jumpa pers yang disiarkan langsung secara langsung di akun YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (20/7) malam.
"Serta agar layanan kesehatan untuk pasien dengan penyakit kritis lainnya tidak terganggu dan terancam nyawanya," sambungnya.
Jokowi menyatakan pemerintah bersyukur. Setelah dilaksanakan PPKM darurat hingga 20 Juli 2021, terlihat dari data bahwa penambahan kasus dan tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit mengalami penurunan.
Jokowi menyebut pemerintah selalu memantau dan memahami dinamika di lapangan. Pemerintah, menurutnya, juga mendengar suara-suara masyarakat yang terdampak dari PPKM.
"Karena itu, jika tren kasus terus mengalami penurunan, tanggal 26 Juli 2021 pemerintah akan melakukan pembukaan secara bertahap," ujarnya. (detikcom/c)