Jakarta (SIB)
Serikat Karyawan Garuda Indonesia meminta kebijakan pemerintah yang mewajibkan tes PCR sebagai syarat penerbangan, bisa dibarengi dengan turunnya harga tes PCR. Setidaknya harga tes PCR diminta turun menjadi Rp 50.000.
Ketua Harian Serikat Karyawan Garuda Indonesia Tomy Tampatty mengatakan, kebijakan pemerintah terkait syarat penerbangan menjadi wajib tes PCR, tak bisa lagi antigen, akan sangat berdampak pada keterisian penumpang pesawat. Sebab, harga tes PCR yang terbilang mahal akan memberatkan penumpang.
"Hal ini sangat memberatkan konsumen pesawat udara karena harga tes PCR sangat mahal. Akibat dari mahalnya tes PCR, maka akan berdampak pada menurunnya secara signifikan tingkat isian penumpang pesawat udara," ujarnya, Kamis (21/10).
Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah membuat kebijakan terkait syarat penerbangan yang tetap dapat mendorong tumbuhnya perekonomian di sektor pariwisata. Sebab, selama pandemi Covid-19, sektor pariwisata menjadi yang sangat terimbas.
Tomy mengungkapkan, pihaknya meminta pemerintah bisa menerapkan kebijakan wajib tes PCR dengan dibarengi penurunan harga tes PCR menjadi di kisaran Rp 25.000-Rp 50.000.
“Kebijakan yang kami harapkan, pemerintah menurunkan harga tes PCR pada kisaran Rp.25.000-Rp 50.000," kata dia.
Selain itu, ia meminta, pemerintah memperbolehkan kembali anak di bawah usia 12 tahun untuk bisa bepergian menggunakan pesawat. Dia meyakini, dengan kedua kebijakan tersebut bisa mengerek perekonomian di sektor pariwisata.
"Kami optimis jika pemerintah mau membuat kebijakan tersebut, pariwisata Indonesia akan tumbuh kembali," ucap Tomy.
Sementara itu, secara terpisah, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, pihaknya masih menunggu terbitnya Surat Edaran (SE) terbaru dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait perubahan syarat penerbangan menjadi wajib tes PCR.
Ia memastikan, pihaknya akan mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai regulator.
"Kami kan regulatornya Dephub (Departemen Perhubungan/Kemenhub), jadi kami ikuti Surat Edaran dari Dephub," kata Irfan.
Perubahan syarat penerbangan
Sebelumnya, pemerintah memperbaharui syarat penerbangan yakni tak mengizinkan penggunaan tes rapid antigen, melainkan pelaku perjalanan udara ke depannya hanya diperbolehkan tes PCR.
Aturan itu tertuang dalam Instruksi Mendagri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 3, Level 2, dan Level 1 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali.
Padahal pada aturan sebelumnya, syarat keterangan negatif Covid-19 dengan tes rapid antigen bisa dilakukan bagi penumpang yang sudah vaksin dua dosis dan melakukan perjalanan udara antar bandara di Jawa-Bali.
Sementara bagi yang baru vaksin dosis pertama dan melakukan perjalanan udara antar bandara di Jawa-Bali, wajib tes PCR. Selain itu, wajib tes PCR juga berlaku untuk seluruh penumpang yang berkaitan dengan bandara di luar Jawa-Bali.
Maka seiring dengan terbitnya Inmendagri 53/2021, selain harus menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama, tes PCR ke depannya menjadi syarat wajib bagi seluruh pelaku perjalanan udara, baik yang sudah vaksin dosis pertama maupun kedua.
Namun Kemenhub menyatakan, syarat perjalanan yang saat ini berlaku masih merujuk pada aturan lama. Artinya, meski Inmendagri telah terbit tapi perubahan aturan di lapangan masih belum diberlakukan.
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati menyatakan, perlu waktu untuk membuat petunjuk teknis dalam bentuk SE yang mengacu pada Inmendagri terbaru. Oleh sebab itu, ia memastikan jika ketentuan terbaru telah terbit maka akan segera disampaikan ke masyarakat.
"Jika ada ketentuan yang baru, kami akan mengumumkan secara resmi kepada masyarakat dan akan memberi waktu kepada operator penerbangan dan bandara untuk menyesuaikan dengan ketentuan tersebut," kata Adita dalam keterangannya dikutip Rabu (20/10).
Usul
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI Krisdayanti memahami alasan pemerintah yang memberlakukan hasil negatif Covid-19 berdasarkan tes PCR untuk syarat naik pesawat. Agar tak membebani masyarakat, Krisdayanti mengusulkan agar harga tiket pesawat sudah satu paket dengan tes PCR.
"Memang PCR sebagai syarat penerbangan ini sebagai bentuk antisipasi melonjaknya kasus Covid-19. Konsep tindakan preventifnya setuju sekali, dibebankan ke masyarakatnya saya tidak setuju," kata Krisdayanti kepada wartawan, Jumat (22/10).
Krisdayanti mengatakan seharusnya pemerintah mewajibkan untuk vaksinasi kedua menjadi syarat wajib ditambah dengan antigen sehingga dapat mendorong masyarakat yang masih enggan mau divaksinasi.
"Menurut saya, ideal dengan peraturan syarat terbang sudah vaksin dua kali dan antigen untuk meyakinkan penumpang dalam kondisi sehat. Jadi mendorong keterpaksaan masyarakat yang masih enggan divaksin untuk mau tidak mau segera vaksin, karena keperluan sehari-hari hampir setiap tempat mensyaratkan sertifikat vaksin kedua," ujar politisi yang sering dipanggil KD.
Kalaupun harus mewajibkan PCR, KD mengusulkan agar pemerintah bekerja sama dengan maskapai sehingga harga PCR sudah termasuk dengan tiket maskapai.
"Kalau harus selalu PCR memang memberatkan untuk masyarakat, baik yang mau dinas kerja/liburan, karena harganya yang kurang ramah di kantong. Kalau memang mau diwajibkan PCR untuk syarat penerbangan sebaiknya pemerintah bekerja sama dengan pihak maskapai, harga tiket sudah termasuk biaya PCR agar tidak menjadi beban untuk masyarakat," tutur anggota DPR Fraksi PDIP itu.
Seperti diketahui, pemerintah menjadikan tes PCR sebagai syarat wajib naik pesawat di masa pandemi Corona. Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi Covid-19.
Untuk perjalanan dari dan ke wilayah Jawa-Bali serta di daerah yang masuk kategori PPKM level 3 dan 4 wajib menunjukkan kartu vaksinasi (minimal dosis pertama) dan surat keterangan hasil negatif RT-PCR maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan.
Lalu, untuk perjalanan dari dan ke daerah di luar Jawa-Bali yang ditetapkan sebagai kategori PPKM level 1 dan 2 wajib menunjukkan hasil negatif RT-PCR maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan atau hasil negatif rapid test antigen maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan.
Penjelasan Pemerintah
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito, mengungkap alasan memperketat syarat perjalanan tersebut. Wiku menjelaskan penumpang pesawat kali ini telah dibolehkan dengan kapasitas penuh. Hal itu dilakukan sebagai bagian dari uji coba pelonggaran mobilitas demi pemulihan ekonomi di tengah kondisi kasus Covid-19 di Tanah Air yang telah terkendali.
"Pengetatan metode testing menjadi PCR saja di wilayah Jawa-Bali dan non-Jawa-Bali level 3 dan 4 ini dilakukan mengingat sudah tidak diterapkannya penjarakan antar-tempat duduk atau seat distancing," kata Wiku dalam konferensi pers, Kamis (21/10). (Kps.com/detikcom/a)