Jakarta (SIB)
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kamis (11/11) menutup Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia VII. Menurut MUI, bagi siapa saja yang menghina agama yang disakralkan oleh agama hukumnya adalah haram.
"Menghina, menghujat, melecehkan, dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan agama, keyakinan, dan simbol-simbol dan atau syiar agama yang disakralkan oleh agama hukumnya haram," ujar Ketua Fatwa MUI Asrorum Niam Soleh di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Kamis (11/11).
Dalam kesempatan yang sama, Niam juga menyebutkan kategori perbuatan penodaan dan penistaan agama islam. Di antaranya perbuatan menghina, menghujat, melecehkan, dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan.
Perbuatan yang dimaksud tersebut adalah bagi mereka yang merendahkan Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, kitab suci Al-Qur'an, ibadah seperti salat, puasa, zakat, dan haji. Selain itu, kategori lainnya adalah mereka yang menghina sahabat Rasulullah SAW dan simbol yang disakralkan seperti Ka'bah juga masuk kategori penistaan agama.
"Terhadap perbuatan menghina, menghujat, melecehkan, dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan agama, keyakinan, dan simbol, dan atau syiar agama yang disakralkan agama harus dilakukan penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," jelasnya.
Selain itu, pembuatan gambar, poster, karikatur masuk kategori penistaan agama. Kemudian, pernyataan dan ucapan di muka umum dan media yang menghina agama juga masuk kategori penistaan agama.
"Pembuatan konten dalam bentuk pernyataan, ujaran kebencian, dan video yang di-publish ke publik melalui media cetak, media sosial, media elektronik, dan media publik lainnya," kata dia.
Dalam beberapa kategori penistaan agama yang dibuat oleh MUI, mereka merekomendasikan beberapa poin. Di antaranya setiap umat beragama harus mewujudkan keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia.
"Harus ada peraturan perundangan-undangan yang kuat dan tegas untuk menciptakan kerukunan umat beragama dan memberi sanksi tegas bagi pelaku atau organisasi yang melakukan penodaan atau penistaan agama yang dapat menimbulkan konflik antar dan intern umat beragama," tegasnya.
"Negara harus bertindak tegas dan adil atas segala bentuk tindak pelanggaran yang mengganggu keharmonisan dan kerukunan beragama, sampai kepada akar masalah atau yang menjadi penyebab konflik berdasarkan UU, seperti pelanggaran terhadap UU No 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama," sambungnya.
Lebih Besar
Isu pemilu dan pilkada turut dibahas dalam Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia VII. MUI menilai pilkada lebih banyak menimbulkan mafsadah.
"Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang berlaku saat ini dinilai lebih besar mafsadahnya daripada maslahatnya," ujar Asrorum Niam Soleh.
Dilihat di KBBI, mafsadah berarti kerusakan, kebinasaan, atau akibat buruk yang menimpa seseorang (kelompok) karena perbuatan atau tindakan pelanggaran hukum. Sedangkan maslahat diartikan sebagai sesuatu yang mendatangkan kebaikan (keselamatan dan sebagainya); faedah; guna.
Kembali ke Niam. Dia menyebutkan, beberapa mafsadah yang ditimbulkan, antara lain menajamnya konflik horizontal di tengah masyarakat. Selain itu, dampak lain dari pilkada ialah adanya disharmoni, mengancam integrasi nasional, dan merusak moral akibat adanya politik uang.
Dalam forum ini, MUI juga mengeluarkan beberapa panduan untuk pemilu dan pilkada di Indonesia. Berikut ini sejumlah ketentuannya:
a. Dilaksanakan dengan langsung, bebas, jujur, adil, dan rahasia;
b. Pilihan didasarkan atas keimanan, ketakwaan kepada Allah SWT, kejujuran, amanah, kompetensi, dan integritas;
c. Bebas dari suap (risywah), politik uang (money politic), kecurangan (khida'), korupsi (ghulul), oligarki, dinasti politik, dan hal-hal yang terlarang secara syar'i.
MUI juga menyinggung soal masa jabatan kepemimpinan. MUI menyatakan masa jabatan kepemimpinan maksimal dua kali wajib diikuti.
"Pembatasan masa jabatan kepemimpinan maksimum dua kali sebagaimana diatur dalam Konstitusi dan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku wajib untuk diikuti guna mewujudkan kemaslahatan serta mencegah mafsadah," ujar Niam. (detikcom/a)