Kuala Lumpur (SIB)
Otoritas Malaysia menyatakan bahwa tindakan tegas bisa diambil terhadap nyaris 29 ribu pegawai negeri sipil (PNS) yang belum divaksinasi virus Corona (Covid-19). Tindakan tegas yang tengah dipertimbangkan otoritas Malaysia mencakup teguran, penundaan promosi jabatan hingga pemotongan gaji.
Seperti dilansir Channel News Asia, Jumat (12/11), rencana untuk menjatuhkan tindakan disiplin itu diungkapkan oleh Menteri Urusan Khusus pada Departemen Perdana Menteri (PM) Malaysia, Abdul Latiff Ahmad, saat berbicara kepada parlemen pada Rabu (10/11) waktu setempat.
Disebutkan Abdul Latiff dalam penjelasannya, berdasarkan data Pusat Penyakit Menular di bawah Departemen Layanan Publik (PSD), kini terdapat sekitar 1,8 persen atau sebanyak 28.800 PNS -- dari total 1,6 juta PNS di seluruh Malaysia -- yang menolak atau belum divaksinasi Corona.
Abdul Latiff menyatakan bahwa, seperti dilaporkan media lokal The Star, tindakan disipliner yang mungkin diambil terhadap kelompok PNS yang tidak divaksinasi itu mencakup penerbitan peringatan, penundaan kenaikan jabatan dan pemotongan gaji.
"Ada prosedur yang harus diikuti sebelum tindakan disipliner bisa diambil. Ini mencakup penerbitan surat tunjuk sebab (show-cause letter) oleh kepala departemen kepada pegawai negeri yang bersangkutan, yang diberi waktu 21 hari untuk menanggapi," ujar Abdul Latiff.
Jika alasan yang diberikan untuk tidak ingin divaksinasi tidak memuaskan, kata Abdul Latiff, maka pegawai negeri yang bersangkutan akan dirujuk ke komisi disipliner untuk menjalani penyelidikan internal sebelum tindakan lebih lanjut diambil.
Laporan The Star juga menyebut bahwa pegawai negeri yang tidak bisa divaksinasi karena masalah kesehatan, harus menyerahkan surat rekam medis mereka dari petugas medis pemerintah kepada kepala departemen mereka.
Khawatir
Sementara itu, Negara bagian Sarawak di Malaysia akan terus menggunakan vaksin virus Corona (Covid-19) buatan Pfizer-BioNTech, yang disetujui Kementerian Kesehatan, sebagai suntikan booster untuk warganya.
Seperti dilansir media lokal Borneo Post Online, Jumat (12/11), Departemen Kesehatan Sarawak menyatakan pihaknya baru akan menggunakan vaksin Corona buatan Sinovac sebagai suntikan booster dalam keadaan tertentu.
Wakil Direktur Departemen Kesehatan Sarawak, Dr Rosemawati Ariffin, mengatakan, pemberian dosis booster di seluruh wilayah Sarawak dilakukan sesuai dengan kebijakan terbaru Kementerian Kesehatan, di mana hanya vaksin Pfizer-BioNTech yang diperbolehkan bagi penerima dosis primer Pfizer-BioNTech atau Sinovac.
"Namun, vaksin Sinovac hanya digunakan sebagai dosis booster dalam keadaan tertentu, seperti, jika penerima vaksin memiliki kontraindikasi atau alergi terhadap vaksin Pfizer-BioNTech," tutur Dr Rosemawati menjelaskan.
Lebih lanjut, Dr Rosemawati menekankan bahwa suntikan booster Corona diberikan kepada individu-individu yang memenuhi syarat yang masuk kelompok berisiko tinggi, dengan selang waktu dari dosis kedua sesuai dengan tipe vaksin primer yang diterima sebelumnya.
"Kebijakan ini sejalan dengan surat edaran dan instruksi terbaru soal penerapan dosis booster dan dosis ketiga dari MoH (Kementerian Kesehatan) Malaysia," imtuhnya.
Penjelasan Dr Rosemawati itu menanggapi pernyataan anggota dewan daerah Bukit Assek, Irene Chang, yang menyebut vaksin Corona diberikan sebagai dosis booster kepada warga Sabah, namun hanya vaksin Pfizer-BioNTech yang tersedia sebagai dosis booster di Sarawak.
Chang menyatakan bahwa 77,7 persen populasi Sarawak disuntik vaksin Sinovac sebagai dosis pertama dan kedua, sehingga mayoritas dari mereka merasa enggan dan sangat khawatir soal pendekatan vaksin 'mix-and-match' ini.
Pemimpin Partai Tindakan Demokratik (DAP) telah menyerukan pemerintah Sarawak untuk menjadikan suntikan booster Sinovac tersedia untuk kelompok tersebut sesegera mungkin.
Ditambahkan Chang bahwa pemerintah seharusnya menyadari bahwa tidak peduli seberapa banyak data diberikan untuk menunjukkan keamanan pendekatan 'mix-and-match' untuk suntikan booster ini, masih ada warga yang tidak mempercayai data tersebut. (Detikcom/a)