Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Rabu, 25 Juni 2025

Walhi: 2.000 Hektare Hutan Aceh Rusak Akibat Tambang Emas Ilegal

Redaksi - Sabtu, 13 November 2021 09:23 WIB
215 view
Walhi: 2.000 Hektare Hutan Aceh Rusak Akibat Tambang Emas Ilegal
ANTARA FOTO/SYIFA YULINNAS
Ilustrasi bekas tambang emas ilegal di Aceh
Banda Aceh (SIB)
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menyebut ada 2.000 hektare hutan di Aceh mengalami kerusakan akibat aktivitas tambang emas ilegal. Pemerintah dan polisi didesak memberantas tambang emas ilegal.

"2.000 hektare itu terjadi dalam periode 5 tahun dan tidak mustahil angka ini terus meningkat seiring dengan lemahnya penegakan hukum untuk menghentikan laju kerusakan," kata Direktur Walhi Aceh M Nur kepada wartawan, Jumat (12/11).

Dia mengatakan kegiatan penambangan emas ilegal terjadi di Kabupaten Pidie, Aceh Tengah, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Aceh Selatan. Menurutnya, ada dua pola yang dipakai penambang ilegal untuk memperoleh emas.

M Nur mengatakan penambangan ilegal di pegunungan dilakukan dengan membuat lubang secara vertikal dan horizontal. Sementara itu, penambangan di kawasan sungai dilakukan dengan mengeruk pasir atau bebatuan memakai alat berat.

"Kehadiran pertambangan emas ilegal berdampak serius terhadap kelangsungan lingkungan hidup dan kerusakan kawasan hutan," ujarnya.

"Sampai akhir pengujung 2021, kegiatan pertambangan emas ilegal belum bisa dihentikan secara permanen, justru ekspansi kegiatan ilegal tersebut semakin luas dengan terbentuk lubang dan lokasi baru," lanjut M Nur.

Menurutnya, kerusakan hutan menjadi salah satu pemicu banjir bandang, longsor, krisis air bersih, rusak badan sungai, dan konflik satwa dengan manusia. Dia meminta pemerintah serius menyelesaikan persoalan tersebut.

"Harus ada upaya serius dari lembaga penegak hukum dan pemerintah daerah untuk menyelesaikan persoalan pertambangan emas ilegal di Aceh. Penegakan hukum dan perbaikan tata kelola harus dilakukan sinergis, sehingga tidak terjadi persoalan baru di lapangan. Karena juga harus mempertimbangkan aspek ekonomi masyarakat, sosial-budaya, dan kepentingan ekologi," sebut M Nur. (detikcom/c)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru