Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 13 Juli 2025
* Pemda Tidak Boleh Melarang

PTM 100 Persen Digelar di Indonesia

* Selama PJJ, Anak SD Putus Sekolah Naik 10 Kali Lipat
Redaksi - Selasa, 04 Januari 2022 07:57 WIB
562 view
PTM 100 Persen Digelar di Indonesia
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
PTM: Siswa mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SDN 08 Kenari Jakarta, Senin (3/1). Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menerapkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan kapasitas 100 persen di seluruh sekolah dengan prot
Jakarta (SIB)
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengungkapkan sebanyak 264.704 atau 59 persen sekolah dan 33.497.256 siswa di Indonesia mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) dengan kapasitas 100 persen.

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Jumeri menjelaskan, 59 persen sekolah tersebut masuk dalam kategori A yang telah memenuhi sejumlah syarat pelaksanaan PTM 100 persen.

"Ini hampir 60 persen dari sekolah kita di Indonesia masuk pada kategori A, yang masuk 100 persen belajar PTM," kata Jumeri dalam webinar Penyesuaian Kebijakan Pelaksanaan PTM Terbatas 2022, Senin (3/1).

Jumeri menerangkan sejumlah syarat bagi sekolah yang bisa melaksanakan PTM 100 persen antara lain, berada di daerah PPKM Level 1 dan 2, tingkat vaksinasi dosis 2 peserta dan tenaga kependidikan (PTK) lebih dari 80 persen, serta vaksinasi dosis 2 lansia di kabupaten/kota lebih dari 50 persen.

Menurut Jumeri, selain diizinkan menggelar PTM dengan kapasitas 100 persen, 264 ribu sekolah tersebut boleh menggelar PTM pada seluruh hari sekolah dengan durasi 6 jam.

"Frekeuensinya seluruh hari sekolah, Senin sampai Sabtu atau Senin sampai Jumat. Kemudian durasinya maksimal 6 jam," tutur Jumeri.

Sementara itu, pada kategori B, Kemendikbud Ristek mengizinkan 90.052 atau 20 persen sekolah sekolah dengan 10.5777.989 peserta didik mengikuti PTM 50 persen.

Sekolah pada kategori ini berada di daerah PPKM Level 1 dan 2, tingkat vaksinasi dosis 2 PTK 50-79 persen, dan vaksinasi lansia di kabupaten/kota 40-50 persen.

Sekolah-sekolah tersebut diizinkan melakukan PTM 50 persen pada seluruh hari sekolah dengan durasi maksimal 6 jam.
"Ini akan terjadi pada 90.052 satuan pendidikan meliputi 10.5777.989 peserta didik atau 20 persen dari satuan pendidikan kita," ujar Jumeri.

Selain itu, Jumeri menyebut pihaknya juga mengizinkan 34.098 sekolah atau 8 persen dan 2.631.943 siswa mengikuti PTM 50 persen dengan durasi maksimal 4 jam.

Sekolah tersebut masuk dalam kategori C lantaran tingkat vaksinasi dosis 2 PTK kurang dari 50 persen dan vaksinasi dosis 2 terhadap lansia di kabupaten/kota setempat kurang dari 40 persen, meskipun berada di daerah PPKM Level 1 dan 2.

Kemudian, pada kategori D Kemendikbud Ristek mengizinkan 25.993 sekolah melakukan PTM sebagaimana kategori C.

Sekolah-sekolah itu berada di daerah PPKM Level 3, dengan vaksinasi dosis kedua kepada PTK lebih atau sama dengan 40 persen dan vaksinasi lansia lebih atau sama dengan 10 persen.

Lebih lanjut, Jumeri menyebut masih terdapat 4.418 sekolah dengan 251.125 siswa yang wajib melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Sekolah ini berada di daerah PPKM Level 3 dan dosis vaksinasi kedua PTK kurang dari 40 persen serta vaksinasi dosis kedua lansia kurang dari 10 persen.

"Itu masih PJJ penuh, meliputi 4.418 satuan pendidikan, 1 persen (dari jumlah sekolah)," kata Jumeri.

Selain beberapa kategori tersebut, Kemendikbud RIstek juga mengizinkan 31.060 atau 7 persen sekolah dengan 3.152.654 siswa melaksanakan PTM 100 persen.

Sekolah ini masuk dalam daerah khusus berdasarkan kondisi geografis, merujuk pada Kepmendikbud Nomor 160/P/2021.

"Berarti Bapak, Ibu, 99 persen satuan pendidikan kita sudah bisa PTM, 60 persen di antaranya sudah 100 persen PTM," ujar Jumeri.

Sebelumnya, pemerintah mewajibkan pelaksanaan PTM 100 persen di sekolah yang berada di wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 1, 2, dan 3.

PTM 100 persen dimulai pada semester genap tahun ajaran 2021/2022 atau Januari. Sejumlah aturan menjadi syarat pelaksanaan PTM, salah satunya adalah tingkat vaksinasi peserta didik.

Tak Boleh Larang
Kemendikbud Ristek menyebut, pemerintah daerah tidak boleh melarang atau menghalang-halangi pelaksanaan PTM.

Jumeri menjelaskan, semua sekolah di seluruh wilayah Indonesia wajib melakukan PTM. Hal itu mengikuti ketentuan Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri.

Dalam SKB tersebut dijelaskan, sekolah yang berada di wilayah dengan status PPKM level 1-3 wajib menggelar PTM. Saat ini, semua wilayah di Indonesia berstatus level 1-3 atau tidak ada yang PPKM level 4.

"Pemda tidak boleh melarang PTM terbatas bagi yang memenuhi kriteria," kata Jumeri.

Selain itu, Jumeri mengatakan pemda tidak boleh menambah atau mengurangi peraturan yang sudah ditetapkan dalam SKB empat menteri.

"Tidak boleh menambah kriteria menjadi lebih berat lagi, jadi menambah nambah ketentuan agar terhambat PTM-nya," ucap dia.

Selain memberi imbauan ke Pemda, Jumeri juga mengingatkan orang tua bahwa PTM saat ini bukanlah pilihan melainkan kewajiban. Artinya, kata dia, tak ada lagi orang tua yang boleh meminta PJJ, kecuali dalam keadaan tertentu.

"Mulai semester dua semua siswa wajib PTM terbatas jadi tidak ada lagi dispensasi seperti semester lalu, boleh milih di rumah atau sekolah," ujarnya.

Pihaknya mengaku akan terus mengawasi semua sekolah. Ia menyebut, sekolah yang melanggar protokol kesehatan akan dijatuhi sanksi.

"Sanksi administratif dan dibina oleh satgas covid atau tim pemebina UKS setempat," ucapnya.

Putus Sekolah
Kemendikbudristek menyatakan, banyak anak SD putus sekolah selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) karena pandemi Covid-19.

Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Suharti menyebut, jumlah anak yang putus sekolah naik 10 kali lipat dari 2019 sebelum terjadi pandemi Covid-19.

"Selama pandemi ini banyak sekali dampak negatif yang kita alami khususnya untuk bidang pendidikan. Sebagai contoh saja anak-anak yang putus sekolah untuk anak SD saja ini meningkat 10 kali lipat dibanding tahun 2019," kata Suharti dalam webinar, Senin (3/12).

Suharti berkata, banyak orang tua yang beranggapan PJJ tidak memberikan kemampuan bagi anak-anak mereka, sehingga belajar dari rumah dinilai tak ada bedanya dengan tidak sekolah.

"Jadi mereka juga tidak menyekolahkan anaknya," ujarnya.

Selain itu, kata Suharti, faktor ekonomi juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka anak putus sekolah. Suharti menyebut banyak orang tua yang terpaksa meminta anaknya berhenti sekolah dan membantu mereka bekerja.

Suharti juga mengaku banyak menerima laporan dari perguruan tinggi terkait itu. Ia berkata banyak mahasiswa yang terpaksa berhenti kuliah karena himpitan kondisi dan harus membantu perekonomian keluarga kala pandemi.

"Banyak sekali tekanan dari orang tua khususnya tekanan ekonomi yang memaksa mereka untuk mengajak anaknya bekerja," katanya.

"Beberapa kepala lembaga Perguruan Tinggi saja di Indonesia ada yang menyampaikan kepada kami bahwa jumlah peserta didik untuk PT juga turun banyak sekali yang menjadi tidak aktif kuliah," ujarnya menambahkan.

Suharti pun mendorong PTM segera digelar sejumlah sekolah. Ia berharap permasalahan pendidikan yang muncul selama pandemi dapat dipulihkan.

"Oleh karena itu kita perlu lagi berupaya memulihkan pembelajaran dan kembali membuka sekolah meskipun dilakukan terbatas," katanya.

Senin (3/1), belajar tatap muka digelar serentak di seluruh Indonesia. Dalam SKB 4 Menteri, daerah dengan capaian vaksinasi dosis dua pada pendidik dan tenaga kependidikan di atas 80 persen bisa menggelar PTM setiap hari dengan kapasitas bisa 100 dan durasi belajar 6 jam. (CNNI/d)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru