Medan (SIB)
Kalangan praktisi bisnis dan konsultan investasi di Sumut mempertanyakan operasional Bandara Kualanamu pasca dikelola oleh investor GMR-India dengan alasan masih pandemi. Selain akan menghambat fungsi Bandara sebagai pusat arus (hub) mobilitas internasional, juga akan menghambat peningkatan arus kunjungan turis yang telah ditargetkan investor (India).
Ketua Kompartemen Investasi dan Promosi Badan Kerja sama Ekonomi Regional IMT-GT, Ir Raya Timbul Manurung MSc mengatakan, alasan faktor pandemi Covid-19 dalam penundaan remobilitas penerbangan internasional terhadap Bandara Kualanamu bahkan menimbulkan kesan terjadinya diskriminasi, terlebih karena dampak penyebaran pandemi di Sumut justru lebih kecil dibanding pintu masuk seperti Jakarta (Bandara Soetta) dan Bali (Bandara Ngurah Rai) serta lainnya di Jawa.
"Sebagai warga maupun sebagai konsultan bisnis, kita keberatan kalau Bandara Kualanamu belum diperbolehkan beroperasi melayani penerbangan internasional. Kalau alasannya masih pandemi, Sumut kan bukan kekurangan sarana atau fasilitas karantina, karena punya banyak hotel atau tempat lain yang siap untuk karantina. Ironisnya, pemerintah mendukung join-investasi Angkasa Pura dengan GMR-India (plus Perancis) agar mampu menyaingi Bandara Changi di Singapura. Tapi, jangankan bersaing, beroperasi maksimal saja pun diganjal, dan malah Bandara Juanda (Surabaya) yang dibuka dengan alasan menampung para migran mancanegara. Ini kan aneh," katanya kepada pers di Medan, Sabtu (8/1).
Dia mencetuskan hal itu dalam rapat rutin antar fungsionaris Badan Pariwisata Sumatera Utara (North Sumatera Tourism Board-NSTB) di Seketariat Kenanga Garden Medan Selayang. Salah satu topik rapat tersebut adalah mempertanyakan realisasi atas rekomendasi Gubernur Sumut Edy Rahmayadi yang pernah menegaskan penerbangan internasional dari dan ke Bandara Kualanamu akan dibuka kembali pada 14 Oktober 2021 lalu.
Secara khusus, Raya Timbul memaparkan empat hal: (1). Bandara Kualanamu terkesan diabaikan sebagai gapura (pintu masuk) jalur barat, karena tamu-turis dan warga Indonesia di luar negeri yang akan kembali ke Aceh, Sumut, Padang dan lainnya harus melalui (transit) di Jakarta (Bandara Soetta) sehingga menimbulkan biaya tinggi (high cost) plus waktu yang makin panjang atau lama. (2). Kualanamu akan terkendala lagi sebagai Bandara hub internasional, padahal target hub sudah dicanangkan sejak pembangunan Kualanamu menggantikan Bandara Polonia pada 2006 lalu. (3). Target peningkatan turis mancanegara 20 juta per tahun plus arus penambahan pendapatan perusahaan yang diproyeksikan GMR-India akan terancam meleset bila Bandara Kualanamu tidak dibuka untuk penerbangan internasional. (4). Pengembangan dan prospek pariwisata Sumut akan terhambat arena para turis yang berminat ke Danau Toba tidak bisa langsung turun di Bandara Kualanamu dan bisa membatalkan pelancongan kalau harus lewat dari Jakarta.
"Terlepas dari alasan pandemi atau faktor apapun itu, saat ini cuma tiga bandara yang boleh beroperasi melayani penerbangan internasional, yaitu Bandara Soetta (Jakarta-Cengkareng), Bandara Sam Ratulangi di Menado dan sejak 1 Januari lalu ditambah dengan Bandara Juanda di Surabaya. Lalu, Bandara Kualanamu, kapan dan harus menunggu apa dibuka kembali? Katanya kerjasama investasi (semula bahasanya penjualan saham) untuk Bandara Kualanamu, untuk realisasi fungsi hub, tapi kok Bandara Juanda yang dibuka yang bukan proyeksi bandara hub?," katanya.
6 Bandara
Sementara itu, Manager of Branch Communication & Legal Bandara Kualanamu, Chandra Gumilar ketika dikonfirmasi SIB, Senin (10/1) mengatakan PT Angakasa Pura II selaku operator Bandara Kualanamu, tetap mematuhi dan berpedoman terhadap kebijakan pemerintah terkait izin sebagai pintu masuk ke Indonesia selama Pandemi Covid-19.
Menurutnya, hingga kini hanya 6 Bandara yang diizinkan untuk melayani penerbangan internasional yakni Seokarno-Hatta di Jakarta, Sam Ratulangi di Manado dan Juanda di Surabaya, untuk kepentingan umum. Sedang untuk kepentingan destinasi wisata adalah Bandara Ngurah Rai di Bali, Hang Nadim di Batam dan Raja H Fisabillah di Tanjung Pinang.
Menjawab SIB, Chandra Gumilar mengatakan, pengelolaan untuk pengembangan Bandara Internasional Kualanamu dengan Joint Venture Company (JVCo) oleh PT Angkasa Pura Aviasi (anak usaha PT Angkasa Pura II) bersama GMR Airport Internasional (India), hingga kini PT Angkasa Pura II masih menunggu proses penerbitan Bubu (Badan Usaha Bandar Udara) dari Menteri Perhubungan RI.
“Hingga kini pengelolaan Bandara Kualanamu masih ditangani PT Angkasa Pura II selaku operator Bandara Kualanamu,†jelasnya. (A5/C1/d)