Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 14 Juli 2025
RI-Singapura Teken Perjanjian Ekstradisi

Berlaku Surut 18 Tahun, Koruptor Tak Bisa Sembunyi

Redaksi - Rabu, 26 Januari 2022 09:02 WIB
443 view
Berlaku Surut 18 Tahun, Koruptor Tak Bisa Sembunyi
(Foto: Kemenkumham)
PERJANJIAN EKSTRADISI: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly bersama Menteri Dalam Negeri Singapura K Shanmugam menunjukkan naskah perjanjian ekstradisi usai diteken. Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Singa
Jakarta (SIB)
Perjanjian ekstradisi RI dengan Singapura diteken oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly. Perjanjian ekstradisi ini berlaku surut, memungkinkan koruptor RI yang sudah pindah warga negara tetap bisa dicokok.

"Koruptor, bandar narkoba, dan donatur terorisme tak bisa lagi sembunyi di Singapura," kata Yasonna dalam keterangan pers tertulis, Selasa (25/1).

Yasonna meneken perjanjian ekstradisi RI-Singapura dalam Leader's Retreat. Presiden Jokowi bertemu dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, lokasinya ada di Bintan, Kepulauan Riau.

Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal kedaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

"Selain masa rektroaktif, perjanjian ekstradisi ini juga menyepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukan. Hal ini untuk mencegah privilese yang mungkin timbul akibat pergantian kewarganegaraan dari pelaku tindak pidana guna menghindari proses hukum terhadap dirinya," ungkap Yasonna seusai penandatanganan perjanjian ekstradisi tersebut.

Secara khusus, bagi Indonesia, pemberlakuan perjanjian ekstradisi dapat menjangkau secara efektif pelaku kejahatan di masa lampau. Juga, perjanjian ini bisa memfasilitasi penerapan Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Kedua negara sepakat untuk melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.

"Perjanjian ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura," ujar Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-Undangan DPP PDI Perjuangan tersebut.

Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura akhirnya ditandatangani setelah mulai diupayakan pemerintah Indonesia sejak 1998. Adapun jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut perjanjian ekstradisi ini berjumlah 31 jenis, di antaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.

"Indonesia juga berhasil meyakinkan Singapura untuk menyepakati perjanjian ekstradisi yang bersifat progresif, fleksibel, dan antisipatif terhadap perkembangan, bentuk dan modus tindak pidana saat ini dan di masa depan. Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memungkinkan kedua negara melakukan ekstradisi terhadap pelaku tindak pidana yang meskipun jenis tindak pidananya tidak lugas disebutkan dalam perjanjian ini namun telah diatur dalam sistem hukum kedua negara," ungkap guru besar ilmu kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian tersebut.

Dalam acara di Bintan ini, Jokowi dan Lee Hsien Loong menyaksikan penandatanganan 15 dokumen kerja sama strategis di bidang politik, hukum, keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya, di antaranya persetujuan tentang Penyesuaian FIR, Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, Pernyataan Bersama Menteri Pertahanan Indonesia dan Singapura tentang Kesepakatan untuk memberlakukan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan 2007 (Joint Statement MINDEF DCA).

Selain ketiga dokumen perjanjian itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI dan Senior Minister/Coordinating Minister for National Security Singapura juga melakukan pertukaran surat (exchange of letter) yang akan menjadi kerangka pelaksanaan ketiga dokumen kerja sama strategis Indonesia-Singapura secara simultan.

KPK Sambut Baik
Sementara itu, KPK menyambut baik perjanjian ekstradisi itu.

"Komisi Pemberantasan Korupsi menyambut baik dan mendukung penuh penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura. Perjanjian tersebut akan menjadi akselerasi progresif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron kepada wartawan.

Ghufron mengatakan perjanjian ekstradisi ini tentu akan mendukung dalam upaya penegakan hukum kedua negara.

Menurutnya, perjanjian ekstradisi ini juga mempermudah penangkapan koruptor, khususnya di Singapura.

"Melalui regulasi ini artinya seluruh instrumen yang dimiliki kedua negara akan memberikan dukungan penuh terhadap upaya ekstradisi dalam kerangka penegakan hukum kedua negara, termasuk dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Ghufron.

"Perjanjian ekstradisi tentunya tidak hanya mempermudah proses penangkapan dan pemulangan tersangka korupsi yang melarikan diri atau berdomisili di negara lain, namun nantinya juga akan berimbas positif terhadap upaya optimalisasi asset recovery," tambahnya.

Selanjutnya, Ghufron menyebut hal ini juga mendukung KPK dalam melacak aset koruptor yang berada di luar negeri. Tentu hal ini juga memaksimalkan KPK dalam melakukan asset recovery.

"Karena tidak dimungkiri bahwa aset pelaku korupsi tidak hanya berada di dalam negeri, tapi juga tersebar di berbagai negara lainnya. Maka dengan optimalisasi perampasan aset tersebut, kita memberikan sumbangsih terhadap penerimaan negara bukan pajak (PNBP)," katanya.

"Sehingga perjanjian ekstradisi ini menjadi sebuah tonggak langkah maju pemberantasan korupsi, tidak hanya bagi Indonesia namun juga bagi pemberantasan korupsi pada skala global," sambungnya. (detikcom/a)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru