Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 11 Agustus 2025
Ada Penghuni Tewas Diduga Dianiaya dan Dilarang Ibadah di Luar Kerangkeng

7 Temuan di Kerangkeng Rumah Bupati Langkat

Kapolda Sumut: Ada 656 Orang Penghuni Sejak 2010
Redaksi - Minggu, 30 Januari 2022 08:56 WIB
441 view
7 Temuan di Kerangkeng Rumah Bupati Langkat
Foto: Finta Rahyuni/JPNN
KONFERENSI PERS: Komisioner Komnas HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Mohammad Choirul Anam didampingi Kapolda Sumut Irjen Panca Putra Simanjuntak saat konferensi pers di Mapolda Sumut, Sabtu (29/1).
Jakarta (SIB)
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan dugaan adanya penghuni yang tewas di kerangkeng rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin. Penghuni tersebut diduga dianiaya.

"Informasi yang kita dapatkan kemarin dan sudah kita konfirmasi terhadap keluarga, adanya korban tewas yang di tubuhnya terdapat tanda-tanda luka, peristiwa tahun 2019," kata Wakil Ketua LPSK RI Edwin Partogi Pasaribu saat konferensi pers di Medan, Sabtu (29/1).

Dari hasil investigasi, LPSK menemukan 7 temuan dalam polemik kerangkeng manusia itu.

1. Ada Dua Kerangkeng Manusia
Edwin Pasaribu mengatakan, pihaknya menemukan adanya dua kerangkeng manusia di dalam rumah Terbit Rencana. Selain dua kerangkeng, ada juga tempat kosong yang berada di sekitar kerangkeng yang diduga sebagai tempat masak.

"Ada dua kerangkeng. Informasi yang kami peroleh ketika penggerebekan, ketika penangkapan bupati oleh KPK, mereka menemukan ini. Ketika pertama kali ditemukan jumlah total 43. Pembagiannya berapa belum jelas. Di kerangkeng 1 itu, (penghuninya) yang lebih muda, lebih terakhir masuk," kata Edwin .

Edwin mengatakan, lokasi kerangkeng itu tidak sesuai standard jika dijadikan sebagai tempat rehabilitasi. Di dalam kerangkeng terdapat WC.

"Ada MCK 80 cm x 150 cm. Batas tembok cuma sepinggang," ujarnya.

2. Penghuni Sel Buat Surat Pernyataan
Edwin mengatakan, dari sejumlah saksi yang mereka wawancarai, warga yang akan masuk ke dalam kerangkeng harus membuat surat pernyataan. Surat pernyataan itu menyebutkan pihak keluarga tidak boleh meminta agar penghuni dipulangkan selain izin dari pembina kerangkeng.

"Yang menarik adalah adanya pernyataan dari pihak keluarga bahwa mereka tidak akan pernah meminta untuk dipulangkan," tutur Edwin.

Keluarga juga dilarang melihat penghuni di dalam kerangkeng dalam batas waktu yang ditentukan. Selain itu, keluarga juga membuat pernyataan untuk tidak menggugat jika terjadi sesuatu kepada penghuni selama dalam kerangkeng.

"Pernyataan kedua menurut kami lebih luar biasa. Apabila ada hal-hal yang terjadi terhadap anak saya selama dalam pembinaan, seperti sakit atau meninggal dunia, maka kami dari pihak keluarga tidak akan menuntut pihak pembina. Ini menunjukkan kebal hukum," ucapnya.

3. Penghuni Bukan Hanya Pecandu Narkoba
Edwin mengatakan, pihaknya juga menemukan adanya penghuni kerangkeng yang bukan pecandu narkoba. Edwin menyebut, di dalam kerangkeng ada juga karena berjudi.

"Tidak semua penghuni nya yang narkotika, ada yang tukang judi, ada yang 'main perempuan'. Keluarga sudah kewalahan menyerahkan disini," sebutnya.

4. Temuan Dugaan Pembayaran Penghuni Kerangkeng
Edwin juga menunjukkan sejumlah bukti yang mereka temukan terkait dugaan penghuni melakukan pembayaran. Di dalam bukti itu tertulis sejumlah angka yang diduga pembayaran oleh penghuni.

"Ini juga bukti pembayaran yang kami dapatkan, ini ada nama-namanya. Tidak tahu bayar apa. Dokumen ini berada di dalam rutan," terangnya.

5. Tidak Diizinkan Ibadah di Luar Kerangkeng
Para penghuni juga tidak diizinkan melaksanakan ibadah di luar kerangkeng. LPSK mengatakan, penghuni yang mau melaksanakan salat jumat di masjid atau ibadah minggu di gereja tidak boleh.

"Apakah boleh mereka ibadah salat Jumat di luar. Apakah boleh ibadah Minggu di luar, apakah boleh melaksanakan salat id di luar. Jawabannya tidak boleh. Tidak boleh salat Jumat, tidak ada aktivitas gereja Minggu," jelasnya.

6. Dipekerjakan Tanpa Dibayar
LPSK juga menemukan dugaan para penghuni dipekerjakan tanpa dibayar. Para penghuni ini disebut dipekerjakan di pabrik milik Terbit Rencana.

"Ini yang kita duga kerja rodi. Mengapa para tahanan itu dipekerjakan dan tidak digaji. Kalau dikatakan ada 200 pekerja, ada ekstra 40 dari penghuni ini," ucap Edwin.

7. Adanya Penghuni Meninggal Dianiaya
LPSK juga menemukan dugaan penghuni kerangkeng yang meninggal karena dianiaya. Hal ini didapat berdasarkan keterangan dari pihak keluarga.

"Informasi yang kita dapatkan kemarin, dan sudah kita konfirmasi terhadap keluarga adanya korban tewas yang di tubuhnya terdapat tanda tanda luka, peristiwa tahun 2019," paparnya.

Edwin mengatakan awalnya pihak keluarga dihubungi tentang penghuni yang tewas itu karena alasan sakit asam lambung.

Pihak keluarga kemudian mendatangi lokasi dan merasa curiga karena jenazah korban sudah dimandikan, dikafankan dan tinggal dikuburkan.

Edwin mengatakan, pihak keluarga saat itu mengecek kondisi jenazah. Setelah dicek, ditemukan sejumlah bekas luka.

"Mereka sempat membuka kafan itu terlihat di wajahnya bekas luka," ujar Edwin.

Edwin mengatakan, pihaknya sudah memberikan informasi terkait hal ini kepada Polda Sumut. Terkait benar-tidaknya informasi ini, kata Edwin, akan diputuskan dari hasil pemeriksaan polisi.

Sebelumnya, LPSK melakukan investigasi soal kerangkeng manusia yang ditemukan di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. Hasil kesimpulan sementara yang didapat, LPSK menyebut penahanan yang dilakukan adalah ilegal.

LPSK melakukan investigasi dengan menyambangi langsung sejumlah pihak dan lokasi di Sumatera Utara (Sumut) guna mendapatkan fakta di lapangan pada Kamis (27/1). LPSK juga sudah mewawancarai warga binaan dan pengawas kerangkeng tersebut.

"Kami dalami informasi dari para mantan warga binaan, selain itu kami mewawancarai pengawas sel ilegal tersebut. Cukup banyak informasi yang kami gali. Kesimpulan sementara kami yang terjadi adalah penahanan ilegal," kata Edwin dalam keterangan tertulis, Jumat (28/1).

Lebih dari Satu
Sementara itu, Komnas HAM menyampaikan hasil investigasi sementara terkait kerangkeng manusia bahwa korban tewas di lokasi itu lebih dari satu.

"Yang meninggal lebih dari satu. Kami menelusuri dapat, Polda juga dapat dengan korban yang berbeda," kata komisioner Komnas HAM M Choirul Anam di Mapolda Sumut, Sabtu (29/1).

Choirul mengatakan, kerangkeng yang dijadikan tempat rehabilitasi itu tidak memiliki izin. Dia mengatakan ada penganiayaan yang terjadi di lokasi itu.

"Faktanya, kita temukan yang terjadi rehabilitasi yang cara melakukan rehabilitasinya penuh dengan catatan-catatan kekerasan sampai hilangnya nyawa," ucap Choirul.

Choirul membenarkan soal pria yang terekam dengan wajah lebam di kerangkeng di rumah Terbit Rencana itu. Choirul mengatakan, pria itu merupakan korban dari penganiayaan.

"Informasi soal peristiwa apa yang dialami oleh orang yang muncul wajahnya di video tersebut dan solid, apa yang terjadi, itu bagian yang tadi kami sampaikan salah satu yang mendapatkan kekerasan," jelasnya.

656 ORANG
Hal senada disampaikan Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak. Panca mengatakan, pihaknya juga mendapatkan adanya korban tewas diduga dianiaya di kerangkeng tersebut.

"Temuannya sama seperti itu. Yang kita temukan lebih dari satu," ucap Panca.

Hingga kini Komnas HAM maupun Polda Sumut masih mendalami hal ini. Sejumlah saksi masih terus diperiksa dalam kasus ini.

Kapolda mengatakan, ada 656 orang yang menjadi penghuni kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif itu. Dia mengatakan jumlah itu merupakan total penghuni sejak 2010.

"Dari dokumen ada 656 (penghuni) sejak 2010," kata Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak di Mapolda Sumut, Sabtu (29/1).

Panca mengatakan pihaknya terus mendalami kasus ini. Hingga kini, ada 30 orang yang diperiksa terkait kasus ini.

"Ada 30 orang yang tim dari saya," ucap Panca.

Panca mengatakan pihaknya juga menemukan adanya penghuni yang tewas diduga dianiaya saat di dalam kerangkeng.

Temuan ini berbeda dengan temuan oleh Komnas HAM.

"Temuannya sama seperti itu. Yang kita temukan lebih dari satu," sebut Panca.

PROSES HUKUM
Terpisah, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK) Alue Dohong memastikan bahwa tindakan Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin yang memelihara satwa dilindungi dapat diproses hukum. Dia menegaskan satwa dilindungi tidak boleh dipelihara.

"Itu nanti kalau itu satwa yang dilindungi ya kita akan lakukan proses (sesuai) undang-undang, dengan aturan, nggak boleh (memelihara satwa dilindungi)," kata Alue Dohong usai kegiatan pembersihan hutan mangrove jelang KTT-G20 di Bali, Sabtu (29/1).

Alue mengatakan, sanksi hukum bagi yang memelihara satwa dilindungi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAE).

"Ya Undang-Undang 5/90 jelas (ada) sanksi hukumnya," kata mantan Deputi Bidang Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan Badan Restorasi Gambut (BRG) itu.

Alue menegaskan, dirinya akan memerintahkan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Eksosistem (Ditjen KSDAE) untuk melakukan pengecekan satwa tersebut.

"Ya nanti direktorat jenderalnya akan saya minta mengecek," tegasnya.

Tak Yakin
Namun Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengaku tidak yakin Terbit mempunyai niat jahat di balik pembuatan kerangkeng tersebut.

"Saya tidak yakin, sebagai seorang bupati, yang bersangkutan punya tabiat seburuk itu. Apalagi informasi awal menunjukkan bahwa di tempat itu juga berfungsi sebagai tempat untuk menangani dan memulihkan para pecandu narkoba," kata Muhadjir kepada wartawan, Rabu (26/1).

Muhadjir menuturkan foto dan video yang beredar terkait penampakan kerangkeng tersebut memang tidak manusiawi.

Namun, menurutnya, foto dan video yang beredar itu tidak serta merta bisa dijadikan dasar telah terjadi praktik perbudakan.

"Kalau dilihat penampilan fisik lokasi dan ruang penampungan yang beredar di media, memang terkesan tidak manusiawi.

Tetapi hanya dengan hal itu tidaklah cukup dijadikan dasar untuk menyimpulkan bahwa telah terjadi semacam praktik perbudakan," tuturnya.

Muhadjir meminta masyarakat tidak menyangkutpautkan kasus korupsi yang menjerat Terbit Perangin Angin dengan kerangkeng manusia. Dia menyerahkan kepada pihak berwajib untuk melakukan penyelidikan terhadap temuan kerangkeng tersebut.

"Sebaiknya publik memisahkan antara temuan tersebut dengan kasus korupsi yang dilakukan. Selanjutnya biar pihak yang berwajib melakukan penyelidikan setuntas-tuntasnya," imbuhnya.

Dalam wawancara langsung yang diunggah di kanal resmi Pemkab Langkat pada 27 Maret 2021, kerangkeng itu disebut oleh Terbit dibuat untuk tempat pembinaan pecandu narkoba. Wawancara itu dilakukan sebelum Terbit terjerat kasus suap.

"Itu bukan rehabilitasi, itu adalah pembinaan yang saya buat selama ini untuk membina bagi masyarakat yang penyalahgunaan narkoba. Itu namanya bukan rehabilitasi, hanya pembinaan namanya itu. Tempat pembinaan yang kita lakukan," ujar Terbit dalam video seperti dilihat Rabu (26/1).

Ia menjelaskan kerangkeng manusia itu sudah dibangun 10 tahun lalu. Kerangkeng itu dibuat atas inisiatif keluarga.

"Kita sediakan tempat mereka itu ada tiga gedung, tiga gedung untuk pembinaan mereka," jelasnya.

Terbit menyebut melakukan pembinaan warga secara gratis. Warga yang masuk, menurutnya, ada yang diantar langsung pihak keluarga atau diminta untuk dijemput oleh keluarga pecandu narkoba. (detikcom/c)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru