Jakarta (SIB)
Juru bicara pemerintah Reisa Broto Asmoro mengatakan saat ini Indonesia tengah menyiapkan roadmap untuk masa transisi dari pandemi ke endemi. Dia mengatakan peralihan transisi ke endemi ini harus mempertimbangkan banyak aspek.
Hal itu disampaikan Reisa dalam jumpa pers di YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (11/3). Awalnya Reisa menyampaikan Presiden Jokowi menganjurkan agar keputusan terkait pengendalian Corona harus penuh kehati-hatian.
"Sesuai anjuran Bapak Presiden bahwa keputusan harus dipertimbangkan dengan penuh kehati-hatian, di mana pengambilan keputusan tersebut haruslah seimbang antara aspek kesehatan dengan pertimbangan sosial-budaya dan ekonomi sehingga pengambilan keputusan di Indonesia baik dan tepat," ucapnya.
Reisa menjelaskan pengambilan keputusan juga sejalan dengan langkah yang diambil negara lain. Di mana pencabutan pembatasan Covid-19 dilakukan dengan berbagai pendekatan, tidak hanya aspek kesehatan dan saintifik.
"Transisi pandemi menjadi endemi harus dilakukan secara bertahap. Oleh karena itu pemerintah menyiapkan roadmap atau peta jalan untuk normalisasi aktivitas masyarakat melalui kebijakan pengendalian virus dengan target agar tingkat hospitalisasi dan kematian tetap pada level yang rendah," kata Reisa.
"Tidak hanya roadmap masa transisi, tapi juga berbagai perencanaan termasuk berbagai pelayanan kesehatan pun disiapkan guna meredam apabila terjadi lonjakan kasus Covid-19 di masyarakat. Peralihan status pandemi menuju endemi pun tidak bisa lepas dari paling tidak dua hal, yakni jumlah kasus harian dan angka kematian yang rendah serta tingkat keterisian rumah sakit," lanjut dia.
Reisa memaparkan, per 10 Maret 2022, kasus Corona di RI bertambah 21.311 kasus. Angka itu, lanjut Reisa, mencatatkan RI berada di posisi 20 urutan terbanyak kasus Corona secara global.
Dia mengatakan urutan pertama diduduki Korea Selatan dengan jumlah kasus harian 327.532. Kemudian disusul Jerman dengan 327 ribu kasus.
"Semoga dengan tren kasus makin turun di Indonesia akan menempatkan Indonesia termasuk negara yang rendah kasus Covid-19," katanya.
Diputuskan WHO
Resia menjelaskan, meski roadmap transisi sedang disiapkan, status endemi tiap negara akan diputuskan oleh WHO. Sebab, penetapan pandemi merupakan otoritas WHO.
"Status pandemi merupakan deklarasi darurat kesehatan oleh WHO, maka status pencabutannya pun demikian. Penetapan status pandemi dan endemi merupakan otoritas WHO. Perubahan statusnya membutuhkan perbaikan kondisi kasus secara global juga," tuturnya.
Reisa mengatakan kasus harian dan BOR atau keterisian tempat tidur di RI terus melandai. Per kemarin, BOR isolasi dan intensif perawatan pasien Corona mencapai 26 persen dari total kapasitas nasional.
Dia menerangkan saat ini pemerintah berupaya untuk menekan positivity rate harian. Dia mengatakan saat per 10 Maret 2022 positivity rate masih di atas 15 persen.
"Positivity rate hariannya targetnya di bawah 5 persen. Namun per 10 Maret 2022 positivity rate 15,47 persen dan seminggu terakhir 13,22 persen," katanya.
Perpanjang
Terpisah, Kementerian Kesehatan RI menegaskan perpanjangan masa kedaluwarsa 18 juta dosis vaksin Covid-19 sudah berdasarkan penilaian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Karenanya dipastikan produk vaksin Covid-19 tersebut layak digunakan masyarakat.
"Pastinya sudah ada penilaian dari BPOM," beber dr Nadia saat dihubungi, Jumat (11/3).
dr Nadia tak merinci teknis perpanjangan masa kedaluwarsa 18 juta vaksin, tetapi Satgas Covid-19 sebelumnya menjelaskan hal ini guna mencegah stok vaksin tidak terpakai, sia-sia.
"Hal ini dilakukan dengan hati-hati oleh pemerintah melalui diskusi dengan pakar dan pabrik obat secara mendalam, sehingga layak dan lulus uji perpanjangan kedaluwarsa," jelas Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penangan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito dalam konferensi pers, Selasa (8/3).
"Hal ini usaha agar stok vaksin yang ada tidak terbuang sia-sia. Sehingga kunci utama penggunaan vaksin yang baik dengan distribusi ke masyarakat," ungkap prof Wiku.
Sementara dr Nadia sebelumnya juga sudah memastikan bakal mempercepat pelaksanaan vaksinasi di setiap daerah, khususnya mereka yang memiliki stok vaksin mendekati masa expired. Beberapa jenis vaksin diakuinya memang dikaji untuk pertambahan masa kedaluwarsa.
"Kita ketahui BPOM melakukan kajian baru bahwa ada beberapa jenis terutama AstraZeneca yang kemudian masa edarnya sudah ditambah karena memang sudah ada data-data. Jadi kemungkinan tidak akan sampai 18 juta," kata dia. (detikcom/detikHealth/a)