Jakarta (SIB)
Ombudsman RI meminta pemerintah tak buru-buru menetapkan BPJS Kesehatan sebagai prasyarat dalam pelayanan publik. Ombudsman memandang masih banyak aturan turunan instruksi presiden (inpres) yang belum dibuat.
"Jadi kami meminta kementerian dan lembaga yang punya jenis-jenis pelayanan publik yang tercantum untuk tidak buru-buru memperlakukan itu sebagai prasyarat," kata anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng di YouTube Ombudsman RI, Jumat (11/3).
"Sebelum Menteri Dalam Negeri, Menteri Sosial, Menteri Kesehatan membereskan puluhan instruksi presiden yang ada di dalam inpres yang ada, sangat banyak yang harus dikerjakan," tambahnya.
Robert mengatakan BPJS Kesehatan bisa ditetapkan sebagai prasyarat asalkan semua aturan turunan itu telah dibuat.
Menurutnya, beberapa pihak terlalu terburu-buru dalam menerapkan BPJS Kesehatan sebagai prasyarat pelayanan publik.
"Kalau sudah itu semua, baru kemudian ditetapkan sebagai syarat, jadi bukan langsung diberlakukan. Ini repotnya kita ini, terlalu bersemangat tapi tidak menghargai proses," katanya.
Dia mengingatkan dalam inpres tersebut diamanatkan agar ada langkah-langkah persiapan hingga keanggotaan BPJS Kesehatan menjadi persyaratan.
Selanjutnya, Robert juga menyinggung Kementerian ATR/BPN yang sudah menerapkan BPJS Kesehatan sebagai prasyarat. Dia mempertanyakan perihal inpres yang belum dibereskan oleh pemerintah.
"Jadi kalau sudah ada kementerian yang hari ini sudah menetapkan BPJS sebagai prasyarat, sebut saja Kementerian ATR, sudah menetapkan BPJS sebagai prasyarat untuk mengakses pelayanan publik di bidang pertanahan, dalam hal ini adalah pendaftaran tanah dan peralihan hak atas tanah itu," katanya.
"Ini kita bertanya apakah sudah membaca sedetail inpres yang ada di mana mensyaratkan sejumlah pekerjaan dibereskan dulu oleh Kementerian Dalam Negeri, dalam hal ini instruksi kepada Mendagri dan kepada Menteri Kesehatan serta Menteri Sosial untuk menyelesaikan puluhan pekerjaan," sambungnya.
Baru 86%
Lebih lanjut, Robert juga menyinggung target pemerintah dalam melengkapi peserta jaminan kesehatan minimal mencapai 98 persen. Sementara saat ini, peserta BPJS Kesehatan baru mencapai 86 persen.
"Kita semua tahu bahwa kalau kita bicara tentang target pemerintah di RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional), di mana kepesertaan itu sudah harus mencapai 2024 nanti ya harus mencapai paling tidak 98 persen dari total penduduk kita, dan juga cakupan kesehatan semesta itu ya yang semua kita tahu universal health coverage," katanya.
"Maka memang apa yang kita lihat hari ini, tentu masih kita bersyukur banyak melihat capaian itu sudah cukup optimal, tapi masih jauh dari target yang ada, karena hari ini baru di angka 86 persen. Tentu 86 persen ini menuju ke 98 kita membutuhkan terobosan-terobosan, tidak hanya langkah-langkah yang biasa," tambahnya.
Jadi Syarat
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Aturan ini meminta kementerian/lembaga hingga kepala daerah menjaring masyarakat untuk menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan.
Dikutip dari aturan tersebut, Minggu (20/2), salah satunya, Jokowi meminta Menteri Agama mensyaratkan calon jemaah umrah dan haji khusus sebagai peserta aktif BPJS Kesehatan.
"Mensyaratkan calon jemaah umrah dan jemaah haji khusus merupakan peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional," demikian bunyi aturan tersebut.
Bukan hanya calon jemaahnya, Menteri Agama juga diminta mengambil langkah-langkah agar pelaku usaha dan pekerja pada penyelenggara perjalanan haji dan umrah khusus menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan. Termasuk kepada peserta hingga tenaga pendidik di lingkungan Kementerian Agama.
Inpres Nomor 1 Tahun 2022 diteken Jokowi pada 6 Januari 2022. Aturan ini juga menjadikan kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai salah satu syarat untuk jual-beli tanah.
"Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk memastikan pemohon pendaftaran peralihan hak tanah karena jual-beli merupakan peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional," tuturnya.
Disebutkan, Inpres tersebut untuk optimalisasi pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional, peningkatan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan untuk menjamin keberlangsungan program jaminan kesehatan nasional.
Selain itu, kartu BPJS Kesehatan menjadi syarat mengurus surat izin mengemudi (SIM). Dalam inpres tersebut, Kapolri diminta melakukan penyempurnaan regulasi guna memastikan pemohon SIM, surat tanda nomor kendaraan (STNK), dan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) adalah peserta aktif BPJS Kesehatan.
"Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan penyempurnaan regulasi untuk memastikan pemohon SIM, STNK, dan SKCK adalah peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional," tulis aturan tersebut. (detikcom/a)