Jakarta (SIB)
Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti telah ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya menjadi tersangka atas laporan kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
"Iya benar, Haris dan Fatia telah menjadi tersangka," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan saat dihubungi, Sabtu (19/3).
Zulpan mengatakan pihaknya telah mengantongi dua alat bukti saat penetapan tersangka kedua terlapor tersebut. Salah satu alat bukti tersebut merupakan konten YouTube dari Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Dalam konten tersebut diketahui memuat percakapan keduanya yang menyinggung jika Luhut memiliki kepentingan di bisnis tambang di Papua. Konten YouTube itu pula yang menjadi dasar laporan Luhut kepada Haris Azhar daan Fatia Maulidiyanti.
"Konten itu kan jadi alat bukti, kan itu kan alat bukti bagi penyidik. Pertama, betul nggak konten itu milik dia. Kedua, betul nggak pembuatan konten itu ada pelanggaran terkait UU ITE atau pencemaran nama baik. Itu tentunya yang digali penyidik dan digunakan penyidik dalam penetapan tersangka," jelas Zulpan.
Zulpan menambahkan, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti bakal segera diperiksa sebagai tersangka dalam waktu dekat.
"Hari Senin kita lakukan pemeriksaan sebagai tersangka," katanya.
kriminalisasi
Sementara itu, Kuasa hukum Fatia, Arif Maulana dari LBH Jakarta, menilai penetapan tersangka keduanya adalah sebuah kriminalisasi.
"Ini bukan untuk kepentingan Haris dan Fatia, tapi untuk kepentingan publik. Jadi hari ini dalam proses hukum Haris dan Fatia adalah kriminalisasi. Ini adalah pemidanaan yang dipaksakan karena prinsipnya yang dilakukan keduanya bukan tindak pidana karena partisipasi masyarakat dilindungi UUD 1945," ujar Arif saat konferensi pers secara virtual, Sabtu (19/3).
Arif menambahkan kritik yang dilontarkan Haris dan Fatia kepada Luhut selaku pejabat publik merupakan hasil riset. Kritik itu, lanjut Arif, harusnya dibantah dengan hasil riset lainnya, bukan dengan proses hukum.
"Yang disampaikan fakta, jadi harusnya fakta dibalas dengan fakta, dan riset dibalas klarifikasi, bukan dengan klaim," katanya.
Sementara itu, Fatia menilai adanya standar ganda dalam penanganan kasus yang menjerat dirinya dan Haris Azhar. Fatia menyebut kritikan yang ia sampaikan kepada pemerintah justru dibalas kriminalisasi.
"Kita lihat ada gejala standar ganda bahwa ketika pejabat publik yang diduga manipulasi atau kebohongan, nggak dibalas dengan hal serupa atau diuji kebenarannya. Tapi saat masyarakat berikan kritik atau riset malah dikriminalisasi," kata Fatia.
Fatia lalu membandingkan penanganan kasus yang melibatkan aparat penegak hukum. Dia menilai penegakan hukum cenderung tumpul ketika terlapor merupakan bagian dari penegak hukum itu sendiri.
"Dalam hal ini berbanding terbalik misalnya dalam isu-isu penyiksaan oleh aparat itu jarang yang masuk ke ranah hukum pidana. Pelaku tetap bebas dan bahkan kalau mau tarik ke belakang, para terduga pelanggaran HAM berkeliaran dan isi posisi strategis di pemerintah," jelas Fatia.
Miskin Integritas
Haris Azhar menilai adanya persoalan integritas dalam penanganan kasus ini. Menurutnya, aparat menunjukkan kemiskinan integritas dalam menangani persoalan yang ada.
"Jadi proses ini menunjukkan ada kemiskinan integritas dalam cara negara menangani situasi, mengabaikan lapangan, menolak fakta, dan ingin memenjarakan messenger-nya dalam hal ini saya dan Fatia," katanya.
Menurutnya, ada beberapa laporan yang disampaikan oleh pihaknya ke polisi, namun tidak jalan, sementara laporan Luhut diprioritaskan.
"Ini terbukti juga dalam institusi penegak hukum, terutama Polda Metro Jaya, kita punya banyak laporan yang dilayangkan ke polisi, tapi nggak jalan. Tapi saat kasus dilaporkan oleh menteri koordinator itu, kasus jadi prioritas. Di KUHAP, kami nggak dapat ukuran prioritas. Apakah penanganan prioritas berdasarkan kemewahan si pelapor atau suatu kehancuran dalam proses tindak pidana? Kenapa situasi buruk Papua direspons dengan ditambahnya tentara, ditambah dengan konsesi bisnis. Ini double standard atau diskriminasi," beber Haris.
Anggap Kehormatan
Haris menyebut status tersangka atas dirinya sebagai kehormatan.
Menurut Haris, jika nantinya dia dipenjara dalam kasus tersebut, dia menganggap hal itu bentuk fasilitas yang diberikan negara kepadanya.
"Saya anggap ini sebuah kehormatan kalau negara hanya bisa beri status tahanan dan penjarakan saya, saya anggap itu kehormatan kepada saya atau fasilitas negara yang diberikan kepada saya saat kita mengungkapkan fakta. Yakni benturan kepentingan sejumlah orang yang punya double posisi atau posisi bisnis bersamaan posisi pejabat publik," terang Haris. (detikcom/a)