Moskow (SIB)
Seorang jurnalis Rusia, yang sempat muncul secara tiba-tiba dan memprotes perang Ukraina saat siaran langsung program berita TV, mengatakan orang-orang Rusia sudah "dihipnosis" oleh propaganda pemerintah. Marina Ovsyannikova berbicara langsung kepada BBC. Dia mengatakan orang Rusia harus berhenti mendengarkan liputan media pemerintah. "Saya mengerti, sulit untuk menemukan informasi alternatif, tetapi Anda perlu mencoba mencarinya," katanya.
Ovsyannikova adalah seorang editor di Channel 1, saluran televisi yang dikendalikan pemerintah. Dia ditahan setelah melakukan aksinya pada Senin (13/3). Aksi Marina Ovsyannikova tersebut telah memicu gelombang pengunduran diri (resign) di saluran TV yang dikontrol ketat Pemerintah Rusia.
Beberapa jam setelah aksi Marina Ovsyannikova, terungkap tiga pengunduran diri. Seorang jurnalis Channel 1, Zhanna Agalakova, berhenti dari pekerjaannya sebagai koresponden Eropa, sementara dua jurnalis meninggalkan NTV. Mereka adalah Lilia Gildeyeva, yang bekerja untuk NTV sebagai presenter sejak 2006, dan Vadim Glusker, yang bekerja di NTV selama hampir 30 tahun.
Menurut desas-desus yang beredar, para jurnalis di grup TV pemerintah All-Rusia VGTRK juga bersiap keluar. Jurnalis Roman Super mengatakan orang-orang berhenti dari Vesti TV secara massal, meskipun kebenaran hal itu belum bisa dikonfirmasi. Namun, pembawa acara TV terkenal Sergey Brilev membantah laporan bahwa dia telah mengundurkan diri. Dia berdalih melakukan perjalanan bisnis selama lebih dari seminggu.
Pengunduran diri Maria Baronova dari RT, sebelumnya dikenal sebagai Russia Today, juga banyak menyita perhatian. Bulan ini, mantan pemimpin redaksi di RT mengatakan kepada wartawan BBC Steve Rosenberg, bahwa Putin telah menghancurkan reputasi dan ekonomi Rusia. Sejumlah jurnalis RT lainnya juga telah mengundurkan diri, termasuk jurnalis non-Rusia yang bekerja untuk layanan bahasanya.
Mantan koresponden London Shadia Edwards-Dashti mengumumkan pengunduran dirinya, tepat pada hari Rusia menginvasi Ukraina, tanpa memberikan alasan. Jurnalis yang berbasis di Moskow, Jonny Tickle, berhenti pada hari yang sama. Presenter RT Prancis, Frederic Tadde mengatakan, dia meninggalkan acaranya karena Prancis terlibat "dalam konflik terbuka" dengan Rusia dan dia tidak dapat melanjutkan menjadi pembawa acara programnya Forbidden to Forbid "karena kesetiaan kepada negara". Beberapa hari kemudian, Uni Eropa melarang semua outlet RT dan Sputnik karena "kampanye disinformasi, manipulasi informasi, dan distorsi fakta". Kantor berita negara Rusia yang berbasis di Jerman, Ruptly, juga mengalami serentetan pengunduran diri, demikian seperti dilansir dari kantor berita Reuters, Minggu (20/3).
Sementara itu, media non-pemerintah di Rusia terus-menerus ditekan selama bertahun-tahun, sehingga banyak jurnalis yang bekerja di bawah ancaman kehilangan mata pencarian di outlet independen, tidak heran dengan pengunduran diri saat ini. Dozhd (TV Rain), yang dipaksa keluar dari TV arus utama pada 2014, harus menghentikan siaran online-nya karena invasi Rusia dan sejumlah jurnalisnya telah meninggalkan negara itu demi keselamatan mereka.
Siaran radio Ekho Moskvy juga dihentikan, di tengah kekhawatiran undang-undang baru Rusia tentang informasi palsu. BBC Rusia termasuk di antara sejumlah media Barat yang dilarang, sementara jurnalis yang bekerja untuk Meduza yang berbasis di Latvia dipaksa keluar dari Rusia.
Bukan hanya jurnalis yang menghilang dari TV pemerintah. Salah satu pembawa acara bincang-bincang terbesar di Rusia, Ivan Urgant, memutuskan “beristirahat sejenak†dari acara Evening Urgant pada jam tayang utama di saluran terbesar kedua Rusia, Channel 1, stasiun yang sama dengan Marina Ovsyannikova. Dia bereaksi terhadap perang dengan mengunggah pesan sederhana berlatar hitam di akun Instagramnya: "Ketakutan dan kesakitan. Tidak boleh ada perang."
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah mengucapkan terima kasih, meminta siapa pun yang bekerja untuk "sistem propaganda Rusia" agar mengundurkan diri. Zelensky memperingatkan setiap jurnalis yang bekerja di "pilar keempat kekuasaan", berisiko terkena sanksi dari pengadilan internasional karena "membenarkan kejahatan perang".
Beberapa pendukung Presiden Vladimir Putin di TV yang dikelola pemerintah telah menghadapi sanksi, termasuk Vladimir Solovyov yang menghadirkan acara bincang-bincang di saluran terbesar Rusia Rossiya-1, dan Margarita Simonyan yang menuduh siapa pun yang malu menjadi orang Rusia pada saat ini bukanlah orang Rusia sebenarnya. (BBCI/d)