Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 07 Juli 2025

Program Geopark Toba Gagal Total? Budaya dan Geosite ‘Merana'

* Kadisbudpar SU Akui Pengelolaan Objek Geopark Terkendala, APBD Sumut Anjlok Rp 1 Triliun
Redaksi - Sabtu, 07 Mei 2022 09:51 WIB
427 view
Program Geopark Toba Gagal Total? Budaya dan Geosite ‘Merana'
(Instagram @haposannapitu_)
Kaldera Toba di Sumatera Utara.
Medan (SIB)
Para pemerhati wisata Danau Toba dari kalangan aktivis lingkungan hidup serta praktisi wisata dan budaya Batak, antara lain Mangaliat Simarmata SH dari Komunitas Jendela Toba, Ir Tunggul Habeahan dari Forum Batakologi dan Clement HJ Gultom dari Association of Indonesia Travel Agency (ASITA) Sumut, secara terpisah mengaku sangat prihatin atas kondisi Kawasan Danau Toba (KDT) pasca ditetapkan sebagai geopark kelas dunia pada 2 Juli 2020 lalu.

“Misi dan program Geopark Kaldera Toba ini tampaknya tidak tepat sasaran, alias gagal total! Bahkan, sepertinya jadi ajang pembohongan publik dalam agenda pariwisata Sumut, Lihat, gerbang gedung Pusat Informasi Geopark di Samosir tampak megah, para pejabatnya pakai mobil mewah, tapi apa yang ditawarkan untuk para wisatawan? Mana turis yang datang untuk objek-objek geiopark selama ini. Kok kosong melompong semua,” ujar Mangaliat Simarmata prihatin, kepada Jurnalis Koran SIB, Sabtu (30/4) pekan lalu.

Putra asli Samosir dari Desa Rianiate Kecamatan Pangururan itu juga mempertanyakan apa kinerja para pelaku Geopark Toba atau Toba Caldera UNESCO Global Geopark (TC-UGG) yang di Sumut maupun di wilayah kantor pusat Samosir (Desa Sigulatti Kecamatan Sianjurmula-mula).

Selaku mitra kerja (stakeholder) Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba (BP-GKT--sebelum disebut TC-UGG), Mangaliat dari Komunitas Jendela Toba mengaku miris dan malu karena lokasi perkampungan si Raja Batak yang semula ditata sebagai salah satu ikon budaya dalam TC-UGG justru tampak terlantar dan tidak terawat selama ini, arealnya penuh semak ilalang.

“Santabi hita on, ini area perkampungan si Raja Batak malah (maaf) tampak seperti kandang kosong yang full ilalang.

Apa nanti kata Presiden Joko Widodo kalau datang lagi ke KDT dan melihat semua ini. Kalaupun tak ada turis karena alasan pandemi Covid, apa tak ada jadwal rawat kompleks budaya ini? Lalu, kok seperti tak ada turis lokal atau warga putera daerah yang datang ke kampung sendiri? Betul-betul nol besar” tegasnya melalui rilis WA kemudian.

Hal senada juga dicetuskan Tunggul Habeahan yang juga fingsionaris rumpun marga Ompu Guru Tateabulan, bahwa KDT sejak resmi jadi geopark (TC-UGG), hingga kini belum ditindaklanjuti dengan implementasi berupa alokasi anggaran dari pusat (APBN) maupun dari Pemprov Sumut (APBD) sebagai kebutuhan primer untuk pengembangan sektor budaya, lingkungan hidup dan ekonomi rakyat yang berbasis geowisata.

“Tak hanya kompleks Perkampungan Si Raja Batak, Samosir bahkan di sekitar KDT juga sangat banyak situs-situs budaya yang perlu perawatan dan pengembangan potensi sebagai upaya pelestarian seni-budaya Batak di lingkungan geopark.

Terlebih, situs-situs beragam itu juga ada di semua atau 16 objek geosite TC-UGG. Ini tak boleh ditelantarkan,” katanya sembari menyebutkan sejumlah nama situs-situs peninggalan Batak kuno tersebut.

Dia menyebutkan, narasi dan promosi tentang Danau Toba sebagai objek geopark dengan pesona 16 objek geosite langka yang selalu digembar-gemborkan gubernur kepada para pejabat atau menteri setiap kali datang meninjau Danau Toba, ternyata sangat kontras dengan kondisi dan fakta di setiap lokasi geosite KDT atau TC-UGG.

Padahal, misi pemerintah dari TC-UGG adalah upaya membangkitkan kegiatan ekonomi wisata berbasis geowisata dan budaya kearifan lokal.

Lalu, Clement Gultom, selaku praktisis bisnis pariwisata plus putra Samosir dari Desa Onanrunggu, mengaku tidak habis pikir kenapa pihak-pihak berkompeten akan status Danau Toba sebagai objek TC-UGG ini malah (terkesan) mengabaikan Perpres Nomor 9 Tahun 2019, Permen Parekraf RI Nomor 2 Tahun 2020, Permen PPN/Bappenas Nomor 15 Tahun 2020, ketiganya tentang pengelolaan dan pengembangan obek taman bumi (geopark), termasuk soal anggaran.

"Ketiga dasar kebijakan untuk rencana aksi dan pengelolaan Geopark Kaldera Toba (GKT) atau TC-UGG ini merupakan amanah negara dalam pembangunan Danau Toba sebagai Destinasi Super Prioritas (DSP). Tapi, jangankan anggaran untuk kelola GKT secara keseluruhan, biaya untuk honor para pengelola geosite di semua lokasi (16 objek) itu pun belum jelas.

Apa semua objek di geopark itu harus merana dan terlantar di atas status kelas dunia?” katanya prihatin.

Namun, Pemprov Sumut melalui Kepala Disbudbar Sumut, Zumri Sulthoni, selaku Ketua Umum (ex-officio) TC-UGG, mengaku pengelolaan objek-objek Geopark Toba saat ini memang terkendala akibat adanya kebijakan pengurangan anggaran hingga Rp 1 triliun lebih untuk tahun ini.

“Kita sebenarnya sudah menyiapkan agenda dan terobosan untuk menjadikan GKT sebagai objek layak jual (flagship) kepariwisataan Sumut, termasuk agar setiap objek geosite menjadi penggerak ekonomi wisata Kawasan Danau Toba. Tapi untuk tahun ini memang terpengaruh atas kebijakan pengurangan anggaran karena APBD kita (Pemprov Sumut) turun hingga Rp 1 triliun.

Kalau soal kinerja, sebenarnya banyak yang sudah kita kerjakan di lokasi. Boleh tanya atau komunikasi dengan orang kita di sana,” katanya kepada SIB melalui hubungan sluler, sembario menyebutkan nama Wilmar Simanjorang, Sabtu (30/4). (A5/d)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru