Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 14 Juli 2025

Kecil Kemungkinan Cacar Monyet Jadi Pandemi Namun Tetap Waspada

* Kementan Mulai Produksi Vaksin PMK
Redaksi - Senin, 30 Mei 2022 09:26 WIB
312 view
Kecil Kemungkinan Cacar Monyet Jadi Pandemi Namun Tetap Waspada
Foto: Getty Images/iStockphoto/ZEEDIGN
Cacar monyet atau monkeypox. 
Jakarta (SIB)
Kasus cacar monyet yang teridentifikasi di sejumlah negara membuat dunia khawatir penyakit ini akan menjadi pandemi selanjutnya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan sudah ada lebih 200 kasus cacar monyet yang dilaporkan oleh 20 negara non endemik.

Cacar monyet atau monkeypox merupakan penyakit zoonosis atau penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia.

Infeksi ini bisa sembuh dengan sendirinya, sebelum menyebar ke banyak negara, kasus hanya dilaporkan di Afrika tengah dan barat.

Ketua Satgas IDI Prof Zubairi Djoerban memastikan, belum ada kasus cacar monyet di Indonesia meski sudah ditemukan di 16 negara. Ia juga mengatakan, semua orang rentan, tak tergantung preferensi seksual.

"Kecil kemungkinan jadi pandemi. Gejala jelas. Muncul pustula yang bantu identifikasi," tulisnya di akun Twitter pribadinya, Minggu (29/5).

Memang apa saja gejalanya?
Pasien yang terinfeksi cacar monyet awalnya akan mengalami demam. Kemudian, muncul ruam dan lesi kulit di area wajah dan tubuh.

Gejala awal akan berlangsung selama 1 hingga 3 hari. Kemudian, mulai muncul ruam di wajah dan menyebar ke seluruh bagian tubuh lainnya, seperti lengan atau kaki.

Sementara itu, Juru bicara Kemenkes RI dr Mohammad Syahril menyatakan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan virus cacar monyet karena tidak mematikan dan bisa cepat ditangani.

"Ini tidak terlalu serius, tidak mematikan. Banyak yang sembuh kok bisa cepat ditangani," sambungnya.

Selain itu, dr Syahril menegaskan, penting bagi masyarakat mengetahui gejala dan penyakit cacar monyet.

"Masyarakat juga perlu tau, harus ada edukasi, Kemenkes juga keluarkan imbauan untuk cacar monyet. Ada seminar dan beragam edukasi," bebernya.

Ia menegaskan walaupun tidak mematikan, masyarakat diimbau tetap selalu waspada.

"Harus tetap waspada saja, tapi jangan panik. Kalau sudah vaksin cacar juga efektif melawan cacar monyet, tapi waspada tetap," pungkasnya.

Mulai Produksi
Dilaporkan terpisah, Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Kementerian Pertanian (Kementan) mulai memproduksi vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) untuk mengatasi wabah pada hewan ternak.

"Saya tadi menyaksikan sendiri saat ini proses pengembangan produksi vaksin PMK sedang berlangsung sejak Bapak Menteri menginstrusikan Pusvetma memproduksi kembali vaksin PMK," kata Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri dalam keterangan tertulis yang dikutip dari Antara, Sabtu (28/5).

Kuntoro mengungkapkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo telah menginstruksikan langsung kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan agar Pusvetma segera memproduksi vaksin setelah munculnya kasus PMK di Jawa Timur pada akhir April lalu.

Upaya vaksinasi yang efektif, tindakan pengendalian yang ketat, sistematis dan berkelanjutan telah terbukti memberantas PMK di sebagian besar negara yang terjangkit.

Dengan vaksin PMK, ia berharap Indonesia bisa segera dapat disembuhkan dan kembali menjadi negara bebas PMK.

Indonesia mampu memproduksi vaksin PMK sejak 1952 dan melakukan program vaksinasi massal sejak tahun 1964.

Kemudian, pada 1986, Indonesia sudah bebas dari PMK yang diakui di lingkungan ASEAN sejak 1987, dan diakui secara internasional oleh organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties-OIE) pada 1990.

Pada keterangan resmi yang sama, Kepala Pusvetma Kementan Edy Budi Susila menjelaskan proses pengembangan produksi vaksin PMK oleh Pusvetma telah berlangsung sejak Syahrul menginstruksikan diproduksinya kembali vaksin PMK.

Saat ini, proses produksi vaksin sudah memasuki tahap purifikasi isolate dan fase keenam.

"Proses pembuatan vaksin PMK ini dengan menggunakan teknologi tissue culture dengan sel BKH 21. Vaksin bersifat inaktif dan diformulasikan dengan adjuvant," katanya.

Edy menjelaskan pengembangan produksi vaksin PMK ini memerlukan proses karena Pusvetma sebelumnya tidak memproduksi vaksin penyakit tersebut sejak Indonesia dinyatakan bebas PMK tanpa vaksinasi oleh OIE pada 1990. (detikhealth/CNNI/f/a)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru