Jakarta (SIB)
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang mengungkapkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mendapat laporan masalah sertipikat tanah di Sumatera Utara (Sumut).
Junimart menyampaikan hal itu dalam rapat kerja dengan Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil.
"Di Medan dan sekitarnya, Medan, Deli Serdang itu, contoh misalnya di Hamparan Perak itu, Pak Menteri, lebih kurang 12 ribu sertipikat diterima oleh orang yang tidak berhak alias fiktif," katanya, Kamis (2/6).
Ia heran ada 12 ribu orang mendaftar Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) namun tidak kunjung menerima sertipikat tanah.
"Mereka sudah bolak balik ke Deli Serdang, Merak sudah bolak balik ke Kakan (Kantor pertanahan) kota Medan, tapi tidak ada jawaban yang jelas mengenai itu," ungkap dia.[br]
Maka dari itu, Junimart mengatakan, BPKP akan melakukan audit di Sumatera Utara. Ia mencurigai ada oknum-oknum yang melakukan penyimpangan terkait PTSL.
PTSL merupakan salah satu program pemerintah yang memudahkan masyarakat untuk mendapatkan sertipikat tanah secara gratis. Sertipikat tanah cukup penting bagi para pemilik tanah dengan tujuan menghindari sengketa serta perselisihan di kemudian hari.
TARGETKAN
Sebelumnya, Kementerian ATR/BPN mengatakan, pihaknya menargetkan 126 juta bidang tanah tersertifikasi pada 2025.
Namun Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang Kementerian ATR/BPN, Fitriyani Hasibuan mengatakan sampai akhir 2021 kurang lebih masih 40 juta bidang tanah yang belum tersertifikasi.
"Baru 86 juta bidang tanah beberapa tahun ini. Jadi masih 60-70% lah," katanya kepada detikcom, saat ditemui di Jakarta, Jumat (28/5).
BERI SANKSI
Fitriyani Hasibuan lebih lanjut menegaskan, ia tidak akan segan-segan memberikan sanksi pemecatan atau menyeret pelaku kejahatan PTSL maupun Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap Partisipasi Masyarakat (PTSL-PM) dalam penjara.
Bagi masyarakat yang menemukan kasus pungli, ia berpesan bisa melaporkan ke Command Centre yang disediakan di dalam desa yang dijadikan tempat PTSL maupun PTSL-PM.
"Pengaduan bisa langsung ke kita, kan ada Command Centre. Ada pengaduan bisa datang. Lewat email atau WA juga bisa," pungkasnya.
Alamat email dan nomor WhatsApp itu di Command Centre. Masyarakat bisa mencatatnya bila sewaktu-waktu membutuhkan.
PERCEPAT PENDAFTARAN
Fitriyani Hasibuan mengatakan, Kementerian ATR/BPN mendorong peran masyarakat untuk turut serta dalam mempercepat pendaftaran tanah di Indonesia lewat PTSL-PM.
"PTSL-PM ini melibatkan peran aktif masyarakat. Jadi masyarakat itu dididik menjadi pengumpul data pertanahan (Puldatan)," jelasnya.
Ia menjelaskan, Puldatan menjadi fasilitator sekaligus pelaksana dalam melakukan pengukuran tanah, mengumpulkan data fisik dan yuridis. Puldatan akan diberikan pelatihan sebelum aktif bekerja.
Puldatan bergerak secara tim yang terdiri minimal 6 orang yang berasal dari berbagai unsur masyarakat desa, seperti kepala desa, Bintara Pembina Desa, para surveyor, tokoh pemuda desa, ketua RT, sampai masyarakat umum.[br]
Meski bisa melibatkan masyarakat umum, namun Fitriyani menganjurkan yang menjadi Puldatan adalah tokoh masyarakat karena dinilai lebih mengenal seluk beluk wilayahnya.
Selain itu, dalam tim Puldatan diwajibkan minimal ada 1 orang perempuan. Hal itu dilakukan sebagai bentuk kesetaraan gender.
Fitriyani menyampaikan Puldatan tidak menerima gaji, tetapi mendapat insentif sebesar Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per bidang tanah yang diberikan per kelompok.
"Kalau 6 dibagi 6, 10 dibagi 10. Insentifnya Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu per bidang. Kalau di di desa itu bisa sampai 3.000 bidang," ungkap dia.
Ia mengungkapkan dana program PTSL-PM, termasuk pemberian insentif berasal dari pinjaman kepada Bank Dunia.
Lalu, untuk menjadi Puldatan sendiri, dijelaskan Fitriyani, bergantung dari desa mana yang menjadi tempat diadakannya PTSL-PM.
Saat itu, Badan Pertanahan Nasional (BPN) akan memberikan sosialisasi dan mendata masyarakat yang mau bergabung menjadi Puldatan di desa itu. Para Puldatan ini nantinya ditetapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan.(detikFinance/c)