Jakarta (SIB)
Bareskrim Polri telah memeriksa 40 saksi terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan bantuan gerobak bagi usaha mikro-kecil-menengah (UMKM) senilai Rp 76 miliar di Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2018-2019. Saksi-saksi itu merupakan korban penerima gerobak fiktif.
"Updatenya adalah saat ini telah dilakukan pemeriksaan sebanyak 40 pemeriksaan sebagai saksi yang sudah dimintai keterangan terkait pengadaan gerobak dagang tahun anggaran 2018 dan 2019 pada Kementerian Perdagangan," kata Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Selasa (14/6).
Ramadhan mengatakan 40 saksi tersebut termasuk orang-orang yang seharusnya menerima gerobak UMKM tersebut. Namun, ia tak bisa merinci saksi-saksi mana saja yang diperiksa.
"Ini keterangan saksi-saksi ini banyak termasuk orang-orang yang tercatat, orang-orang yang tercatat yang semestinya mendapat gerobak dagang tersebut," ucap Ramadhan.
Selanjutnya, Ramadhan mengatakan Dittipidkor Bareskrim telah menyurati Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal itu dilakukan guna menghitung kerugian negara akibat kasus tersebut.
"Kemudian terkait penghitungan kerugian negara penyidik direktorat tindak pidana korupsi Bareskrim Polri telah bersurat ke BPK RI. Dan saat ini dalam proses penghitungan di BPK RI," ujarnya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri mengusut kasus dugaan korupsi proyek pengadaan bantuan gerobak bagi UMKM Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2018-2019. Rencananya, gerobak itu disalurkan gratis oleh pemerintah untuk pelaku usaha.
"(Kasus) ini diawali dengan adanya pengaduan masyarakat. Masyarakat yang seharusnya mendapatkan haknya tapi karena tidak mendapatkan haknya sehingga memberikan laporan pengaduan masyarakat kepada kita," kata Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo dalam konferensi pers di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (8/6).
Cahyono menjelaskan ada 10.700 gerobak yang rencananya dibagikan pemerintah pada tahun anggaran 2018. Sebanyak 7.200 gerobak rencananya dibagikan dalam pengadaan kloter pertama dengan harga satuan gerobaknya Rp 7 juta.
Jadi total anggarannya sebesar Rp 49 miliar. Kemudian, pada 2019, ada 3.570 unit gerobak dengan anggaran satuannya sekitar Rp 8,6 juta.
"Jadi totalnya ini sebanyak dua tahun anggaran sekitar Rp 76 miliar," ucapnya.
Dia menyebut adanya upaya sengaja dalam penggelembungan dana yang bersifat fiktif. Bahkan Cahyono menduga gerobak tersebut tidak pernah disalurkan kepada warga yang berhak menerimanya itu.
"Nilainya digelembungkan dan fiktif. Penerima fiktif, bahkan penerimanya tidak sampai," ujarnya. (detikcom/a)