Jenewa (SIB)
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, menetapkan cacar monyet sebagai darurat kesehatan global setelah tersebar di 75 negara.
"Saya telah memutuskan bahwa wabah cacar monyet merepresentasikan darurat kesehatan publik yang menjadi perhatian internasional," ujar Ghebreyesus pada Sabtu (23/7), seperti dilansir dari AFP, Minggu (24/7).
Ghebreyesus juga menerangkan, tercatat lebih dari 16 ribu kasus cacar monyet sudah dilaporkan oleh 75 negara. Sejauh ini, terdapat lima kematian akibat infeksi tersebut.
Pernyataan itu mencuat saat rapat kedua komite darurat WHO menyoal cacar monyet. Meski demikian, Ghebreyesus mengaku komite darurat belum bisa mencapai konsensus apakah cacar monyet seharusnya tergolong dalam darurat kesehatan global atau tidak.
Terlepas dari itu, Ghebreyesus juga mengatakan wabah ini sudah menjalar ke seluruh dunia dengan cepat dan butuh perhatian internasional. Namun, hanya sedikit yang diketahui soal mode transmisi baru.
"Penilaian WHO yakni bahwa risiko cacar monyet berkembang secara global dan di semua wilayah, kecuali di kawasan Eropa, di mana kami menilai risikonya tinggi,"ungkap Ghebreyesus lagi.[br]
Lebih lanjut, ia menerangkan penetapan darurat ini akan membantu mempercepat pembuatan vaksin dan penerapan langkah-langkah guna membatasi penyebaran virus.
WHO juga merilis rekomendasi yang diharapkan bisa mendorong banyak negara mengambil tindakan. Tindakan itu di antaranya untuk menghentikan penularan virus dan melindungi mereka yang paling rentan terinfeksi.
"Ini merupakan wabah yang bisa dihentikan dengan strategi tepat dalam kelompok yang tepat," ujar sekjen WHO itu.
Kepala keadaan darurat WHO, Dr Michael Ryan, mengatakan wabah cacar monyet ditetapkan menjadi darurat kesehatan global untuk memastikan dunia mengambil tindakan yang serius.
Meskipun wabah cacar monyet telah menyebar di beberapa bagian Afrika Tengah dan Barat selama beberapa dekade, tidak diketahui pemicu wabah besar di luar benua atau penyebaran secara luas hingga akhirnya terdeteksi di beberapa negara Eropa, Amerika Utara dan tempat lainnya.
Bulan lalu, Komite Pakar WHO mengatakan wabah cacar monyet belum mencapai keadaan darurat internasional, tetapi panel bersidang minggu ini melakukan evaluasi.
Berdasarkan laporan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, lebih dari 16.000 kasus wabah cacar monyet telah dilaporkan di 74 negara sejak Mei.[br]
Hingga kini kematian wabah cacar monyet hanya dilaporkan di Afrika, di mana versi virus yang lebih berbahaya berada di Nigeria dan Kongo.
Di Afrika, wabah cacar monyet terutama menyebar ke orang-orang yang terinfeksi hewan liar seperti tikus, yang biasanya belum melintasi perbatasan.
Sementara itu di Eropa, Amerika Utara, dan di beberapa negara lainnya wabah cacar monyet menyebar di antara orang-orang tanpa hubungan dengan hewan atau perjalanan baru-baru ini ke Afrika.
Pakar wabah cacar monyet ternama, Dr Rosamund Lewis mengatakan, sebanyak 99 persen dari semua kasus cacar monyet di luar Afrika diidap para pria, dan diantaranya 98% melibatkan pria yang berhubungan seks dengan pria.
Para ahli mencurigai wabah cacar monyet di Eropa dan Amerika Utara tersebar melalui seks di Belgia dan Spanyol.
"Meskipun saya menyatakan darurat kesehatan masyarakat tentang kepedulian internasional untuk saat ini, ini adalah wabah yang terkonsentrasi di antara pria yang berhubungan seks dengan pria, terutama mereka yang memiliki banyak pasangan seksual. Itu berarti bahwa ini adalah wabah yang dapat dihentikan dengan strategi yang tepat," ujar Tedros.
Langkah Pencegahan RI
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut hingga saat ini kasus cacar monyet belum ditemukan di Indonesia.
"Saat ini belum ada kasus yang ditemukan," kata Sesditjen Kesmas Kemenkes Siti Nadia Tarmizi kepada wartawan, Minggu (24/7).
Meski begitu, Kemenkes mulai melakukan sejumlah pencegahan. Salah satunya meningkatkan surveilans atau pengawasan melalui kantor kesehatan pelabuhan.[br]
"Peningkatan kapasitas surveilans melalui kantor kesehatan pelabuhan untuk mencegah masuknya monkeypox," kata Siti.
Kemenkes juga akan memperkuat pengawasan di masyarakat. Serta mendeteksi dini satwa liar seperti tupai, tikus gambia, monyet dan kera.
"Penguatan surveilans di masyarakat termasuk deteksi dini di satwa liar. Penyakit ini sudah di temukan sejak tahun 1970 di Kongo dan sampai saat ini belum ada laporan kasus ditemukan di Indonesia, hewannya kan tupai, tikus gambia, monyet dan kera jadi surveilans satwa liar dan deteksi dini kalau ada gejala yang mirip," kata Siti.
Tak Makan Hewan Liar
Nadia mengimbau masyarakat yang melakukan perjalanan ke luar negeri untuk tidak memakan makanan hewan liar. Serta tidak berdekatan dengan orang yang memiliki gejala cacar monyet.
"Kalau melakukan perjalanan ke negara endemis tidak makan-makanan hewan liar, tidak mengolah hewan liar tapi menggunakan alat perlindungan yang standar dan tidak berdekatan dengan orang yang memiliki gejala monkeypox," ujarnya. (AFP/detikcom/CNN/f)