Wakil Ketua Komisi X Fraksi Golkar Hetifah Sjaifudian menyayangkan adanya pemaksaan pemakaian hijab oleh pihak sekolah terhadap siswi SMAN di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Hetifah menilai seharusnya atribut keagamaan menjadi ranah individu.
"Saya menyayangkan jika memang sekolah negeri atau umum melakukan pemaksaan kepada seorang siswi untuk menggunakan atribut keagamaan di luar kehendaknya. Karena seharusnya atribut keagamaan itu menjadi ranah individu.
Lain ceritanya jika sekolah agama atau madrasah yang memang memiliki aturan sendiri," kata Hetifah kepada wartawan, Senin (1/8).
Hetifah lalu mengungkit Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri, yakni Menteri Agama (Menag), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang berisi aturan seragam di sekolah negeri yang mengatur soal jilbab. Hetifah menyayangkan SKB 3 menteri tersebut kemudian dibatalkan Mahkamah Agung (MA).
"Sebenarnya, tahun 2021 telah terbit SKB 3 menteri, yakni Mendagri, Menag, Mendikbud yang secara prinsip mengatur bahwa peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam serta atribut tanpa kekhususan agama, atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Sayangnya SKB ini dibatalkan," ujar Hetifah.
Sebagai informasi, aturan seragam di sekolah negeri yang mengatur soal jilbab dalam SKB 3 menteri dibatalkan oleh MA pada 3 Mei 2021. SKB 3 Menteri itu diteken oleh Menag, Mendagri, dan Mendikbud pada 3 Februari 2021.[br]
Hetifah mengatakan, jika benar terjadi pemaksaan atribut keagamaan di sekolah, itu dapat menjadi tanda regulasi semacam SKB 3 menteri tersebut perlu dibahas kembali. "Jika betul ada pemaksaan, dapat menjadi tanda bahwa memang regulasi semacam SKB 3 Menteri tersebut masih perlu kita bahas bersama lagi," kata dia.
Hetifah berharap tindak lanjut yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) DIY segera memberikan solusi terbaik terkait hal ini. "Saya berharap penelusuran yang telah diinisiasi oleh Disdikpora DIY segera menemukan titik terang agar dapat memberikan solusi terbaik," ujar dia.
Dipaksa
Sebelumnya, seorang siswi kelas X di SMAN 1 Banguntapan, Bantul, DIY, mengaku dipaksa berhijab oleh guru BK di sekolah tersebut. Akibatnya, siswi itu disebut depresi dan sampai mengurung diri.
Yuliani selaku pendamping siswi tersebut mengatakan pemaksaan itu dilakukan saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Awalnya, saat MPLS, siswi tersebut baik-baik saja dan mulai tertekan saat dipanggil guru BK.
Yuliani yang juga bagian dari Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi) DIY mengatakan saat dipanggil itu, siswi tersebut merasa terus dipojokkan. Selain itu, siswi itu dipakaikan hijab oleh guru BK.
Akibat kejadian itu, siswi berusia 16 tahun tersebut mengalami depresi. Bahkan menurut penuturan Yuliani, si anak masih mengurung diri hingga saat ini.
Pindah Sekolah
Informasi terakhir, siswi tersebut akhirnya pindah sekolah. Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY memfasilitasi siswi tersebut untuk pindah sekolah.
"Sudah komunikasi dengan pendamping jadi hari ini mungkin mereka sudah mengonfirmasi di tempat yang baru.
Kemungkinan di SMAN 7 Jogja," kata Kepala Disdikpora DIY Didik Wardaya saat dihubungi wartawan.[br]
Didik menjelaskan pihaknya juga telah meminta klarifikasi SMAN 1 Banguntapan dan pihak yang mengadukan masalah tersebut ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY.
"Ya kita klarifikasi kemarin baik ke sekolah maupun yang mengadukan. Untuk lebih jauh kita dalami permasalahan sebenarnya apa? Tapi untuk memberi rasa nyaman kepada si siswa kami berikan kesempatan si siswa apakah sekolah di situ atau di tempat lain kami carikan," kata Didik.
Soal pelanggaran SMAN 1 Banguntapan, lanjut Didik, Disdikpora DIY masih menelusuri pemaksaan penggunaan jilbab dan penjualan paket seragam bagi siswi muslim termasuk jilbab di dalamnya.
"Iya kita telusuri juga. Ya kita baru ini baru kita dalami. Saya sendiri membentuk teman-teman semacam satgas dengan teman-teman kemudian mereka menelusuri memanggil itu. Nggak boleh (jual beli seragam). Sesuai dengan peraturan menteri tersebut penjualan seragam itu tidak boleh dilakukan sekolah," sesalnya. (detikcom/a)