Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengungkap cara tim khusus membuat Bharada Richard Eliezer atau Bharada E tergugah hingga akhirnya menyingkap apa yang sebenarnya terjadi di kasus Brigadir J.
Agus menjelaskan, Timsus besutan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu akan mendatangkan orang tua Bharada E.
“Karena apa yang dilakukan oleh penyidik, apa yang dilakukan oleh Timsus, menyampaikan kepada dia, kasih orang tuanya didatangkan,” kata Agus dalam jumpa pers, Selasa (9/8).
Agus mengatakan, selain mendatangkan kedua orang tua, Timsus menyampaikan perihal ancaman hukuman yang menghantui Bharada E. Timsus, kata dia, meminta Bharada E tidak menanggung sendirian kasus ini.
“Adalah upaya membuat dia untuk tergugah bahwa ancamannya cukup berat, jadi jangan tanggung sendiri,” ungkapnya.
Agus melanjutkan, dari bujukan Timsus itulah akhirnya Bharada E membuat pengakuan mengenai tewasnya Brigadir J. Dia pun meminta pengacara baru Bharada E untuk tidak mengklaim hasil kerja keras Timsus Polri.
“Sehingga dia secara sadar membuat pengakuan. Jadi jangan tiba-tiba orang ditunjuk sebagai pengacara untuk mendampingi pemeriksaan terus dia ngoceh di luar, seolah-olah pekerjaan dia, itu kan nggak fair,” kata Agus.
TULIS PENGAKUANNYA
Selanjutnya, Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto mengungkap momen saat Bharada E memutuskan untuk mengungkap yang sebenarnya terjadi. Momen itu disebutnya terjadi saat pemeriksaan khusus dilakukan terhadap Bharada E.
“Ada hal yang menonjol pada saat melaksanakan pemeriksaan khusus ini terhadap Bharada RE. Yang bersangkutan pada saat dilaksanakan pemeriksaan mendalam ingin menyampaikan unek-unek. Dia pengin menulis sendiri,” kata Agung.
Agung mengungkapkan, Bharada E saat itu memilih menuliskan pengakuannya dan siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan Brigadir J. Pengakuan itu juga dilengkapi dengan cap jempol Bharada E dan meterai.[br]
“‘Tidak usah ditanya, Pak, saya menulis sendiri’. Yang bersangkutan menulis dari awal bahwa dia melakukan adalah yang bersangkutan dengan dilengkapi cap jempol dan meterai,” tutur dia.
Dari pengakuan Bharada E itulah Timsus kemudian memeriksa secara khusus sejumlah pihak. Mereka yang diperiksa di antaranya Irjen Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.
TAK LAPOR RENCANA PEMBUNUHAN
Kemudian Polri menetapkan Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf sebagai tersangka pembunuhan berencana lantaran tidak melaporkan adanya rencana pembunuhan ini.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan Bripka RR dan Kuat juga memberikan kesempatan penembakan itu terjadi. Keduanya juga ikut hadir saat Bharada RE (Richard Eliezer) diarahkan Irjen Ferdy Sambo untuk menembak Yoshua.
“Memberi kesempatan penembakan terjadi, ikut hadir bersama Kuat, Richard saat diarahkan FS,” kata Agus kepada wartawan, Rabu (10/8).
“Tidak melaporkan rencana pembunuhan itu,” tambahnya.
PERAN INTEL POLRI
Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto juga mengungkap peran penting Badan Intelijen Keamanan Polri atau Baintelkam Polri dalam pengusutan kasus tewasnya Brigadir J. Agung mengungkapkan bagaimana Baintelkam bergerak hingga akhirnya Timsus Polri bisa menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan berencana.
Agung mulanya menyampaikan kesadarannya akan kinerja tim khusus besutan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang mendapat sorotan. Dia menyadari bahwa Timsus Polri dinilai tidak bergerak untuk mengungkap tabir misteri kasus tewasnya Brigadir J.
“Kemudian Bapak Kapolri selalu menekankan pada saat rapat beliau menyampaikan kedepankan scientific crime investigation. Saya memahami dan Timsus memahami kepada para media dan masyarakat selama 1 minggu dibentuk kami memahami seolah-olah Timsus tidak bergerak, kami memahami itu,” kata Agung.
Agung menjelaskan bahwa sesungguhnya selama ini Timsus terus bergerak menelusuri apa yang sesungguhnya terjadi.
Namun, lanjutnya, pengusutan itu sempat terkendala lantaran pelaksanaan olah tempat kejadian perkara (TKP) tidak profesional.
“Karena apa yang diutarakan Bapak Kapolri itu tadi memang benar, kami mengalami kesulitan karena pada saat pelaksanaan olah TKP awal dilaksanakan tidak profesional, kurang profesional dan beberapa alat bukti pendukung sudah diambil,” ujarnya.[br]
Selama satu minggu Timsus bergerak, informasi kemudian datang dari Baintelkam Polri. Badan intelijen Polri itu menemukan bahwa sejumlah personel polisi mengambil dan merusak CCTV di lokasi kejadian.
“Selama 1 minggu kami bergerak mendalami kemudian kami mendapatkan informasi intelijen dari Baintelkam Polri bahwa dijumpai ada beberapa personel yang diketahui mengambil CCTV dan yang lain-lainnya,” ungkap Agung.
Dari informasi Baintelkam itulah kemudian Itwasum bergerak. Itwasum Polri langsung membuat surat perintah gabungan untuk memeriksa 56 personel Polri yang diduga menghambat penyidikan kasus tewasnya Brigadir J.
“Oleh karena itu Itwasum membuat surat perintah gabungan dengan melibatkan DivPropam Polri dan Bareskrim Polri telah melaksanakan pemeriksaan khusus kepada 56 personel Polri,” kata dia.
Agung mengungkapkan, dari hasil pemeriksaan terhadap 56 polisi itu, 31 di antaranya diduga melanggar Kode Etik Profesional Polri. Kapolri, kata dia, pun langsung memerintahkan agar 11 di antaranya ditempatkan secara khusus di Mako Brimob, Depok.
SITA
Sementara itu, Tim Khusus Polri telah melakukan penggeledahan di tiga rumah Irjen Ferdy Sambo sejak Selasa lalu.
Sejumlah barang disita dari tiga lokasi penggeledahan.
“Semalam sudah selesai (penggeledahannya). Terkait barang-barang yang disita, itu teknis sidik,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dimintai konfirmasi, Rabu (10/8).
Tiga rumah Ferdy Sambo yang digeledah adalah rumah pribadi di Jalan Saguling III, Duren Tiga, Jakarta Selatan, rumah dinas di Duren Tiga Nomor 58, dan satu lagi di Jalan Bangka.
Dedi belum membeberkan bukti apa saja yang disita lantaran masuk dalam teknis penyidikan. Dia menyebut Timsus menyita barang terkait kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
“Dan akan dipilah-pilah, yang terkait case saja yang disita,” katanya.
Sementara itu, pengacara Ferdy Sambo, Arman Hanis, menyebut Timsus Polri menyita sejumlah barang milik Ferdy Sambo saat melakukan penggeledahan. Dia mengatakan penggeledahan berjalan lancar.
“Sudah selesai tadi kelamaan buat berita acara ya, hari ini sudah selesai berjalan lancar, alhamdulillah semoga ke depan kita bisa melaksanakan tugas semua dengan baik,” kata Arman kepada wartawan di rumah Ferdy Sambo, Kompleks Pertambangan di Jl Saguling, Jakarta Selatan.[br]
Arman menjelaskan, ada sejumlah barang milik Ferdy Sambo yang disita oleh Timsus Polri. Namun Arman tidak menyebutkan apa saja barang yang disita.
“Ada beberapa, tapi saya nggak bisa detail, penyidik yang nyita,” jelas Arman.
Dua personel Brimob Polri terlihat membawa satu koper berwarna hitam ke gedung Bareskrim Polri. Bukti tersebut merupakan hasil penggeledahan dari rumah Irjen Ferdy Sambo.
Pantauan, pukul 16.50 WIB, dua personel Brimob itu mengenakan seragam loreng berwarna hijau. Mereka juga terlihat mengenakan baret berwarna biru.
Saat menggiring koper tersebut, dua personel Brimob itu terlihat diperiksa petugas pemeriksa gedung.
Saat dikonfirmasi, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo membenarkan bahwa koper tersebut merupakan barang bukti kasus Brigadir J, yang dibunuh di rumah Ferdy Sambo. Pihaknya bakal mendalami barang bukti itu nantinya.
“Ya, sudah saya tanyakan, bahwa seluruh barang bukti yang disita sedang diperiksa dan dianalisis sama penyidik,” kata Dedi.
PANGGIL FERDY SAMBO
Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan memeriksa Irjen Ferdy Sambo. Setelah itu Komnas HAM akan memeriksa istri Sambo, Putri Candrawathi.
“Besok (Kamis-red) agendanya adalah kami berharap Pak FS Pak Ferdy Sambo, habis itu Bu Putri,” kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, di kantornya, Rabu (10/8).
Namun Komnas HAM belum mendapatkan konfirmasi soal kedatangan Ferdy Sambo. Untuk diketahui, saat ini Sambo tengah ditahan penyidik Tim Khusus di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok.
Sebelumnya, Ferdy Sambo sempat dibawa ke Mako Brimob untuk diperiksa atas dugaan pelanggaran etik terkait kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
“Kami berharap bisa datang ke kantor Komnas HAM. Namun demikian, jika atas permintaan tertentu, kita akan mengikuti pertimbangan yang terbaik,” katanya. (detikcom/d)