Jakarta (SIB)
Menteri Koordinasi bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD mengungkapkan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E bisa saja lolos dari jerat hukum usai ditetapkan tersangka kasus penembakan yang menewaskan Brigadir J alias Brigadir Yosua Hutabarat.
Menurut Mahfud, Bharada E bisa bebas jika terbukti tindakannya menembak Brigadir J dilakukan atas perintah. Ia memastikan pihak yang memberi perintah penembakan Brigadir Yosua tidak akan lolos.
"Mungkin saja jika dia (Bharada E) diperintah bisa saja dia bebas. Tapi pelaku dan instrukturnya dalam kasus ini rasanya tidak bisa bebas," kata Mahfud kepada wartawan di kantor Kemenko Polhukam, Selasa (9/8) malam.
Mahfud menilai bahwa keluarga Brigadir J perlu dilindungi secara proporsional.
"Pun melakui mimbar ini saya juga sampaikan agar Polri memfasilitasi LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) agar memberikan perlindungan kepada Bharada E agar dia selamat dari penganiayaan, dari racun, atau apa pun," kata Mahfud.
"Sehingga pendampingan dari LPSK itu supaya diatur sedemikian rupa agar nanti Bharada E bisa sampai ke pengadilan dan memberikan kesaksian apa adanya," kata dia.
Sementara itu, pengamat hukum pidana Asep Iwan Iriawan juga menilai, Bharada E bisa saja terlepas dari pidana seandainya penembakan yang ia lakukan terbukti atas perintah atasan.
"Pasal 51 Ayat 1 (KUHP), tidak dapat dipidana orang yang melaksanakan perintah jabatan karena kewenangannya. E ini harus diberikan perlindungan. Itu perintah jabatan, dia kan melaksanakan diperintahkan atasannya, ya dia laksanakan," ucap Asep dalam saluran YouTube KompasTV, Selasa (9/8).
"Tidak dapat dipidana perbuatan yang melakukan atas perintah jabatan, kan jelas RE itu adalah ajudan, anak buah. Komandanya adalah FS, ketika dia memerintahkan, siapa yang berani melawan. Jadi (seandainya) bisa dibuktikan penasihat hukum, dia masuk Pasal 51 Ayat 1, harus lepas," ujar dia.
Mahfud berpesan kepada Polri untuk memfasilitasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk melindungi Bharada E dari segala kemungkinan ancaman.[br]
"Agar dia selamat dari penganiayaan, dari racun, atau dari apa pun," kata Mahfud.
Mahfud ingin Bharada dilindungi sehingga bisa mengungkap kasus ini hingga di persidangan.
"Sehingga perlindungan dari LPSK diatur sedemikian rupa agar nanti Bharada E bisa sampai ke pengadilan dan memberi kesaksian apa adanya," jelasnya.
Polsek Aja Bisa
Mahfud Md memberikan apresiasi kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait penanganan kasus dugaan pembunuhan Brigadir Yoshua atau Brigadir J.
Mahfud menyebut banyak purnawirawan Polri, salah satunya Ketua KPK Firli Bahuri, yang mengomentari kasus ini.
Mahfud awalnya menyebut dugaan penembakan terhadap Brigadir Yoshua seharusnya mudah diselesaikan. Namun, kata dia, kasus ini jadi rumit karena diduga melibatkan pihak internal Polri. Menurutnya penanganan kasus harus hati-hati agar Polri selamat.
"Kemudian di situ yang sering saya katakan ada fenomena psiko-politik juga, ada psiko-hierarkis juga, sehingga kemudian ada kelompok-kelompok juga. Nah, itu agak sulit kalau tidak melalui operasi sesar," kata Mahfud.
"Kalau kasus ini bukan menyangkut hal terjadi di tubuh Polri dan melibatkan pati Polri, ini purnawirawan cerita kepada saya itu. Pak Firli teman saya di KPK, 'Pak Menko, kasus kayak gini kalau tidak ketemu kebangetan, wong orang hilang tubuhnya sudah terpisah, ada orang mati tubuhnya sudah dikubur dengan semen, bisa ketemu kok. Kalau kayak gitu, polsek saja bisa kalau tidak ada psychological barrier. Itu gampang, polsek aja bisa, sebentar kok itu, karena tempatnya di sekitar area meter tertentu, orang yang ada di situ sudah diketahui lebih dari 2 atau 3', itu gampang katanya," ujar Mahfud menceritakan ucapan Firli.
Tidak Ada di LHKPN
Sementara itu, data kekayaan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo tidak tercatat di situs Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berdasarkan penelusuran di laman elhkpn.kpk.go.id, ketika menuliskan nama Ferdy Sambo dan institusi Polri, tidak ditemukan laporan kekayaan jenderal bintang dua tersebut.
Padahal, saat menuliskan nama pejabat Polri lain seperti Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Wakil Kapolri Komjen Gatot Eddy Pramono muncul laporan harta kekayaan periode 2019, 2020, dan 2021.
Saat mencari harta kekayaan jenderal bintang dua yang pangkatnya setara dengan Sambo, seperti Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran ditemukan laporan harta kekayaan tahun 2020.[br]
Padahal, setiap penyelenggara maupun pejabat publik diwajibkan melaporkan harta kekayaannya secara berkala.
Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding menjelaskan, Ferdy Sambo sebenarnya telah melaporkan harta kekayaannya untuk tahun pelaporan 2021. Namun ada dokumen yang harus dilengkapi.
"Sehingga, sampai hari ini belum dapat dipublikasikan di situs e-LHKPN," ujarnya, Rabu (10/8).
Diketahui, Ferdy Sambo merupakan seorang perwira tinggi Polri dan menjabat sebagai Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) sebelum dinonaktifkan.
Ipi menambahkan, setelah dokumen diperbaiki dan dinyatakan lengkap secara administratif, laporan kekayaan tersebut nantinya akan dipublikasikan melalui laman e-LHKPN dan terbuka untuk umum.
Selain itu, pihaknya mengaku juga sudah berkoordinasi dengan Polri dan selalu terbuka untuk memberikan atensi terkait pengisian serta pemenuhan kewajiban LHKPN untuk seluruh wajib lapor.
Kewajiban pelaporan harta kekayaan pejabat negara tersebut imbuhnya, diatur dalam UU No 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. (CNN/Kompas/detikcom/c)