Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 13 Juli 2025
Gereja Kharismatik Tak Boleh Dapat Bantuan

Bishop Methodist Kritisi Pergub Diskriminatif, Gereja Jangan Alergi Berpolitik

Redaksi - Minggu, 14 Agustus 2022 08:58 WIB
661 view
Bishop Methodist Kritisi Pergub Diskriminatif, Gereja Jangan Alergi Berpolitik
Foto: Bamagnas SU /Ev Yandri Laning
KRITISI PERGUB: Pimpinan Pusat Gereja Methodist Wesley (GMW) Bishop Dr Raja Romalbest Silitonga MA, Kamis-Jumat (11-12) di GBI Life Springs Berastagi dan Hotel Juma Eluk Kabanjahe mengritisi Pergub Sumut Nomor 19 Tahun 2022. Agar tak ter
Medan (SIB)
Pimpinan Pusat Gereja Methodist Wesley (GMW) Bishop Dr Raja Romalbest Silitonga MA mengritisi Peraturan Gubernur (Pergub) Sumut yang dinilai diskriminatif. Ia menyorot Pergub Nomor 19 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pengelolaan Belanja Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD. “Bagi saya, Pergub yang dinilai diskriminatif itu memacu langkah dan pikiran positif pada gereja untuk ikut berpolitik agar seluruh kebijakan memerhatikan kepentingan seluruh umat. Gereja jangan alergi berpolitik tapi harus berpolitik,” ujarnya di Medan, Sabtu (13/8), sesuai bersepeda dengan Gubernur Edy Rahmayadi.

Sebelumnya, Bishop Methodist Wesley itu mengritisi Pergub dimaksud ketika memberi sambutan pada ibadah dan pengukuhan pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Badan Musyawarah Antar Gereja-Gereja Nasional (Bamagnas) Sumut dinakhodai Pdt Ruben Yonatan Silalahi MTh di GBI Life Springs Brastagi dan Hotel Juma Eluk Kabanjahe, Kamis - Jumat (11 - 12/8).

Di tempat itu pimpinan tertinggi Gereja Methodist Wesley Indonesia tersebut mengupas Pergub dimaksud, khususnya pada Pasal 7 yang merinci bahwa Gereja Kharismatik tidak diizinkan mendapat bantuan dana yang bersumber APBD. “Terjadi penafsiran beragam... apa Gereja Kharismatik itu bukan bagian dari Sumut, apa terlarang, apa jemaatnya terhukum. Apa dan apa dan apa sikap sesama warga gereja?” tegasnya.

Di tempat itu, Ketua Majelis Daerah Gereja Protestan di Indonesia (GPdI) terpilih Pdt Dr Samuel Gohzali SE menegaskan gereja idealnya tidak berpolitik. “Saya tidak mengkounter pendapat pihak lain. Saya cuma menganalisis bahwa untuk memengaruhi kebijakan, harus masuk ke dalam struktur. Ya... ikut berpolitik atau menyiapkan kader yang dapat memengaruhi, minimal membisiki eksekutif,” tegasnya.

Bishop memerhatikan fenomena penganggaran di Pemerintah Provinsi Sumut, sepertinya ada diskriminasi pada warga Kristen. “Itu karena apa, karena gereja tidak berpolitik. Gubernur Edy kemungkinan tidak memiliki orang kepercayaan dari Kristen hingga ketika draf disusun, digodok hingga ditandatangani, tidak ada memberi masukan bahwa jemaat, gereja dari aliran apapun, adalah bagian warganya serta butuh dukungan,” tegasnya.[br]

Menurutnya, secara makro, ada kebijakan pemerintah provinsi yang diskriminatif pada warga Kristen. Pernah dibicarakan secara kritis tentang dana pembinaan untuk Persektuuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Sumut yang zonk. “Semua heboh dan belum diketahui way out-nya. Sekarang muncul ini. Lagi-lagi, karena hampir 80 persen pihak gereja apolitik. Bisa jadi akan terjadi lagi di kemudian hari hal seperti ini,” tegasnya.

Belajar dari pengalaman tersebut, lanjut Bishop, gereja harus berbenah. Perspektif pandangan pada politik, diubah dan jangan mengharamkan politik. “Jika ada hal melenceng karena sikap politisi, itu oknumnya dan bukan berarti politik itu kotor. Dalil saya mengatakan gereja harus berpolitik adalah Alkitab. Kitab Kejadian sampai Wahyu adalah politik bagi gereja,” tambahnya.

Khusus mengenai Pergub Sumut yang dinilai diskriminatif, harap Bishop, harus sesegeranya direvisi. Ia menunjuk langkah sejumlah pendeta dalam Forum Kristiani Sumut yang mendatangi DPRD SU. “Itu bagus, responsif. Tapi sampai kapan terus begini. Idealnya, dari hulu sudah dibenahi. Harus ada keterlibatan gereja dalam menggodok peraturan,” pintanya.

Bishop menunjuk langkah kader Partai Perindo yang anggota Komisi E DPRD Sumut Dr Jonius Taripar Hutabarat yang memanggil Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Rita Tavip Megawati terkait Pergub 19 Tahun 2022 tersebut. “Lalu, apa jaminannya agar tidak ada lagi kebijakan yang diskriminatif?” (R10/c)

Sumber
: KORAN SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru