Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Kamis, 05 Juni 2025

Masih Hitung Penyesuaian Harga, Pertamina Jamin Ketersediaan Pasokan BBM Jenis Pertalite dan Solar

* Rusia Sempat Tawarkan Minyak Murah ke Indonesia
Redaksi - Senin, 22 Agustus 2022 09:38 WIB
388 view
Masih Hitung Penyesuaian Harga, Pertamina Jamin Ketersediaan Pasokan BBM Jenis Pertalite dan Solar
MyPertamina.id
Inilah harga-harga BBM terbaru di Jawa usai ada keputusan naik untuk BBM jenis non subsidi pada Minggu 10 Juli 2022. Ilustrasi
Jakarta (SIB)
PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina Patra Niaga menjamin ketersediaan pasokan bahan bakar minyak jenis Pertalite dan Solar dalam kondisi aman serta proses distribusi dilakukan dengan maksimal.

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan pertumbuhan ekonomi dan kegiatan masyarakat yang mulai menggeliat berdampak terhadap meningkatnya kebutuhan energi.

"Rata-rata konsumsi harian BBM nasional di tahun 2022 ini sudah lebih tinggi dibandingkan konsumsi normal harian sebelum pandemi pada tahun 2019. Untuk mengantisipasi tingginya permintaan, kami pastikan stok dalam kondisi aman dan distribusi ke SPBU akan kami maksimalkan," kata Irto di Jakarta, Sabtu (20/8).

Per 19 Agustus 2022, Pertamina mengklaim ketahanan stok untuk Pertalite dan Solar di atas 19 hari dan produksi terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat.

Untuk proses distribusi dan kondisi stok di SPBU juga akan terus dimonitor secara real time melalui Pertamina Integrated Command Centre (PICC), sehingga SPBU yang stoknya sudah dibatas minimal dapat segera disuplai kembali.

"Jadi masyarakat tidak perlu khawatir. Kami mengimbau masyarakat agar tetap membeli BBM sesuai dengan kebutuhan," ujar Irto.

Ahli Ekonomi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi memandang beban APBN untuk subsidi kian membengkak kalau kuota Pertalite yang semula ditetapkan sebanyak 23 ribu kiloliter itu habis sebelum akhir tahun ini.

Menurutnya, opsi menaikkan harga BBM subsidi bukan pilihan tepat untuk dilakukan saat ini karena kenaikan harga Pertalite dan Solar dengan proporsi jumlah konsumen di atas 70 persen diproyeksikan menyulut inflasi.

Kalau kenaikan Pertalite hingga mencapai Rp10.000 per liter, kontribusi terhadap inflasi diperkirakan mencapai 0,97 persen, sehingga inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2 persen secara year on year.

"Dengan inflasi sebesar itu akan memperpuruk daya beli dan konsumsi masyarakat sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4 persen. Agar momentum pencapaian ekonomi itu tidak terganggu, pemerintah sebaiknya jangan menaikkan harga Pertalite dan Solar pada tahun ini," pungkas Fahmy.

"Pemerintah sebaiknya fokus pada pembatasan BBM bersubsidi yang sekitar 60 persen tidak tepat sasaran," imbuhnya.[br]





Masih Hitung
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, pemerintah tengah menyusun skema penyesuaian harga untuk mengurangi beban subsidi dan kompensasi energi tersebut.

Saat ini pemerintah masih melakukan penghitungan dengan memperhatikan dampak ke masyarakat.

Dia menjelaskan, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia, masih relatif murah dibandingkan dengan negara-negara lainnya.

"Langkah yang disimulasikan termasuk skenario pembatasan volume. Pemerintah akan terus mendorong penggunaan aplikasi My Pertamina untuk mendapatkan data yang akurat sebelum pembatasan diterapkan," kata Luhut dalam keterangan resmi, Minggu (21/8).

Oleh karena itu, pemerintah akan memperhitungkan rencana ini dengan sangat berhati-hati. Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan adalah tingkat inflasi, kondisi fiskal, dan juga pemulihan ekonomi.

Sempat Tawarkan
Terpisah, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, Rusia menawarkan kepada Indonesia harga minyak 30 persen lebih murah dibanding harga pasar Internasional.

Lantaran, sebelumnya India sudah lebih dulu membeli minyak dari Rusia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat ingin mengambil tawaran tersebut. Namun, beberapa Menteri mengaku kurang setuju, sebab jika Indonesia membeli minyak Rusia, dampaknya aka nada embargo dari Amerika Serikat.

"Pak Jokowi pikirnya sama, ambil. Tapi ada yang tak setuju karena takut. Wah, nanti gimana diembargo sama Amerika? Ya biarin saja lah. Kalau kita diembargo paling kita tak bisa makan McDonald's kan, makan Baba Rafi lah, dan kadang-kadang apa yang kita lihat, itu sangat berbeda dari perspektif mungkin geopolitik, mungkin dari segi makroekonomi," kata Sandiaga dikutip melalui akun TikTok-nya @sandiagauno.official, Minggu (21/8).

Menurutnya, memang itu kondisi dilema dan menantang bagi Indonesia. Sebab, Negara Barat itu memiliki kekuatan besar dalam mengatur teknologi dan pembayaran.

Setiap pengiriman USD dolar harus lewat New York. Lantas kenapa Indonesia harus takut mengambil minyak dari Rusia.

Karena Indonesia takut tidak bisa menggunakan mata uang dollar dalam transaksi internasional.

"Takut swift-nya dimatiin. Swift dimatiin kita tidak ngirim USD. Kata Rusia 'tak usah takut, bayarnya pakai Rubel saja,' tukar rupiah ke Rubel gitu. Nah ini yang teman-teman di sektor keuangan lagi ngitung-ngitung," ujarnya.

Sandiaga menjelaskan, cost of war atau biaya perang Rusia mencapai USD 1 miliar. Alhasil Rusia profit atau untung setiap hari sebanyak USD 5 miliar.

Di situasi dan kondisi ekonomi global yang tidak menentu karena pandemi serta adanya perang Rusia-Ukraina saat ini, menuntut kita untuk bersikap bijak! Tegas untuk tidak pro terhadap salah satu negara. (antaranews/Merdeka/Liputan6.com/d)





Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru