Jakarta (SIB)
Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung memeriksa dua saksi kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan dana investasi di PT. Asuransi Jiwa Taspen tahun 2017-2020 atas nama Tersangka AM.
"SDMP selaku Koordinator Pengendalian dan Penanganan Sengketa pada Perwakilan Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor, diperiksa sebagai saksi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwa Taspen tahun 2017-2020," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana di Jakarta, Senin (29/8).
Sedangkan IA selaku PNS pada Perwakilan Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor II, juga diperiksa terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwa Taspen tahun 2017-2020.
Kapuspenkum Kejagung menambahkan selain kedua saksi, tim penyidik juga memeriksa seorang pengacara berinisial IMA yang mereview MTN.
"IMA juga diperiksa sebagai saksi kasus serupa," ujar Ketut.
Terkait kronologis kasus yang menjerat AM, HS dan MS sebagai tersangka, Ketut membeberkan kasus itu bermula pada Oktober 2017, PT. Asuransi Jiwa Taspen (Taspen Life) yang merupakan anak perusahaan PT Taspen (persero), melakukan investasi pada Medium Term Note (MTN- Surat Utang Jangka Menengah) PT. Prioritas Raditya Multifinance (PT PRM) yang tidak memiliki rating (non investment grade) melalui Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) yang dikelola oleh PT Emco Asset Manajemen senilai Rp 150.000.000.000.[br]
Terungkap dalam menawarkan MTN ke Taspen Life, Tersangka HS (Beneficial Owner PT PRM) dan Tersangka AM (Direktur Utama PT PRM) telah menyajikan laporan keuangan perusahaan PT PRM yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya agar laporan keuangan PT PRM terlihat baik.
Investasi MTN PT PRM yang dilakukan oleh Taspen Life tersebut menyalahi Peraturan OJK No. 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dan Kebijakan Investasi Taspen Life dikarenakan :
a. MTN PT PRM tersebut belum memiliki peringkat investment grade yang dikeluarkan oleh perusahaan pemeringkat efek yang diakui oleh OJK.
b. MTN maupun KPD tidak termasuk Instrumen Investasi yang diperkenankan dalam portofolio investasi Taspen Life.
c. PT PRM selaku penerbit MTN tidak memiliki fundamental keuangan yang baik, yakni dengan tingkat Dept Equity Ratio (DER-rasio utang terhadap modal) kurang dari 1 (satu).
Ternyata pada kenyataannya, dana investasi MTN oleh PT PRM tidak dipergunakan oleh Tersangka AM sebagaimana rencana awal penerbitan MTN, yaitu untuk modal usaha dan pembayaran hutang dipercepat sebagaimana tercantum dalam memorandum informasi MTN, melainkan dana MTN tersebut diserahkan penggunaannya kepada Tersangka HS untuk kepentingan pribadi dan perusahaan lain di bawah holding PT. Sekar Wijaya milik Tersangka HS hingga mengakibatkan MTN PT PRM mengalami gagal bayar dengan total kewajiban yang belum terbayarkan kurang lebih sebesar Rp 161.629.999.568 (miliar).
Akibat dari penyimpangan investasi PT Asuransi Jiwa Taspen pada MTN PT PRM melalui KPD yang dikelola oleh PT Emco Asset Manajemen sebagaimana tersebut, mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 133.786.663.996 (miliar).
Tersangka AM disangkakan melanggar pasal yaitu Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (H3/f)