Tel Aviv (SIB)
Menurut aturan terbaru, warga asing di Tepi Barat harus memberi tahu Kementerian Pertahanan Israel jika mereka jatuh cinta pada warga Palestina.
Kalau mereka menikah, mereka diharuskan untuk meninggalkan wilayah itu setelah 27 bulan, untuk masa tunggu selama setidaknya setengah tahun.
Kewajiban ini adalah bagian dari pengetatan aturan bagi warga asing yang tinggal di, atau ingin mengunjungi, Tepi Barat.
Palestina dan sejumlah LSM di Israel menuduh pemerintah Israel membawa pembatasan ke level baru.
Peraturan baru ini akan berlaku mulai hari Senin (5/9) waktu setempat.
Regulasi yang dipaparkan dalam berlembar-lembar dokumen meliputi kewajiban bagi warga asing untuk melapor ke otoritas Israel bila menjalin hubungan dengan warga ber-KTP Palestina, dalam jangka 30 hari sejak memulai hubungan.
Ada pula pembatasan baru bagi universitas Palestina, meliputi kuota untuk 150 visa pelajar dan 100 dosen asing, sementara tidak ada limit seperti itu bagi universitas Israel.
Pengusaha dan organisasi bantuan mengatakan mereka juga akan sangat terdampak.
Aturan tersebut menetapkan pembatasan ketat pada durasi visa dan perpanjangan visa, yang dalam banyak situasi mencegah orang-orang untuk bekerja atau menjadi relawan di Tepi Barat selama lebih dari beberapa bulan.
"Aturan ini tentang rekayasa demografis masyarakat Palestina dan mengisolasi masyarakat Palestina dari dunia luar," kata Jessica Montell, direktur eksekutif LSM Israel HaMoked, yang menentang peraturan tersebut dengan mengajukan petisi kepada Pengadilan Tinggi Israel.
"Mereka semakin menyulitkan orang-orang untuk datang dan bekerja di institusi Palestina, menjadi sukarelawan, berinvestasi, mengajar, dan belajar," kata Montell seperti dilansir dari BBC, Sabtu (3/9).
Israel merebut Tepi Barat dari Yordania dalam Perang Timur Tengah pada tahun 1967. Saat ini, Cogat, satu unit dari Kementerian Pertahanan Israel, bertanggung jawab atas administrasi pendudukannya atas wilayah Palestina.
Peraturan baru Cogat setebal 97 halaman diberi judul “Prosedur bagi orang asing yang masuk dan tinggal di area Yudea dan Samaria- nama alkitabiah yang digunakan Israel untuk Tepi Barat”.[br]
Peraturan tersebut pertama kali diterbitkan pada bulan Februari, namun sosialisasinya sempat ditunda.
Dokumen peraturan tersebut bermaksud "menentukan level otoritas dan cara pemrosesan untuk aplikasi orang asing yang ingin memasuki wilayah Yudea dan Samaria".
Dokumen tersebut mengutip kesepakatan damai sementara yang dicapai pada 1990-an, yang memerlukan persetujuan Israel untuk memberikan izin tinggal bagi pasangan dan anak-anak penduduk Palestina di Tepi Barat dan Gaza, serta menyetujui izin pengunjung.
Aturan baru tersebut tidak berlaku bagi mereka yang mengunjungi Israel serta bagian-bagian Tepi Barat yang dikuasai Palestina, atau permukiman Yahudi.
Dalam situasi seperti itu, prosedur masuk melibatkan otoritas imigrasi Israel. PLO - badan payung yang mewakili rakyat Palestina - mengatakan dokumen tersebut memuat "peraturan apartheid yang memberlakukan realitas satu negara dan dua sistem yang berbeda".
BBC menghubungi Cogat untuk meminta tanggapan tetapi tidak mendapat balasan. Pihak berwenang Israel mengatakan bahwa pembatasan perjalanan ke wilayah itu diperlukan untuk alasan keamanan. (BBCI/c)