Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Kamis, 10 Juli 2025

Komnas HAM Temukan Info Gas Air Mata Kedaluwarsa di Tragedi Kanjuruhan

* Mahfud Undang Ahli Kimia
Redaksi - Selasa, 11 Oktober 2022 08:55 WIB
534 view
Komnas HAM Temukan Info Gas Air Mata Kedaluwarsa di Tragedi Kanjuruhan
Foto : Mulia Budi/detikcom
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam.
Jakarta (SIB)

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendapatkan informasi bahwa gas air mata yang ditembakkan polisi saat tragedi Kanjuruhan adalah gas air mata yang sudah kedaluwarsa. Kini, Komnas HAM tengah mencari tahu lebih lanjut fakta soal gas yang bikin sesak napas dan mata perih itu.

"Kita mendapatkan informasi memang itu kedaluwarsa, ada yang ditemukan kedaluwarsa. Ini sedang kita dalami," kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, Senin (10/10).

Berdasarkan informasi yang didapat Komnas HAM, gas air mata itu dibikin pada 2016 dan kedaluwarsa pada 2019.

Satu hal yang sudah dipastikan oleh Komnas HAM, gas air mata berperan vital dalam tragedi 1 Oktober 2022 di Malang, Jawa Timur, itu. Peristiwa itu mengakibatkan setidaknya 131 orang meninggal dunia dan ratusan orang lainnya luka-luka.

"Penyebab banyaknya kematian itu penting. Kalau melihat dinamikanya, memang gas air matalah yang menjadi pemicu utama korban berjatuhan," kata Anam.

Sebelumnya, soal gas air mata, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan ada 11 tembakan gas air mata dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan usai laga Arema FC versus Persebaya pada 1 Oktober 2022. Dari 11 tembakan itu, 7 tembakan mengarah ke tribun selatan, 1 tembakan ke tribun utara, dan 3 tembakan ke lapangan sepak bola.

"Ini yang kemudian mengakibatkan para penonton terutama yang ada di tribun yang ditembakkan tersebut kemudian panik, merasa pedih dan kemudian berusaha meninggalkan arena," ungkap Sigit saat jumpa pers, di Malang, Jatim, Kamis (6/10) lalu.

Terkait peristiwa maut itu, ada enam tersangka yang ditetapkan Polri. Dari enam tersangka, ada tiga polisi di antaranya. Dua di antara tiga polisi diketahui memerintahkan penembakan gas air mata. Sebelas polisi menembakkan gas air mata.

Pemberi perintah penembakan gas air mata adalah Kepala Satuan Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi (Danki) Brimob Polda Jawa Timur, AKP Hasdarman. [br]



Sementara itu, Polri membenarkan adanya temuan gas air mata kedaluwarsa.

"Ada beberapa yang ditemukan (kedaluwarsa), ya. Yang tahun 2021 ada beberapa," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Senin (10/10).

Dedi mengatakan pihaknya belum mengetahui berapa jumlah gas air mata yang kedaluwarsa. Namun, dia menyebut gas air mata yang kedaluwarsa justru efeknya berkurang dari seharusnya.

"Saya masih belum tahu jumlahnya. Tapi itu yang masih didalami, tapi ada beberapa. Tapi sebagian besar yang digunakan, ya tiga jenis ini yang digunakan," ujarnya.

Dia menyebut ada tiga jenis gas air mata yang biasa digunakan Polri. Menurutnya, ada 11 amunisi gas air mata dengan tingkatan paling tinggi (berwarna merah) yang digunakan pada Tragedi Kanjuruhan.

"Yang jelas yang digunakan menurut gas air mata itu yang sebelas sama ini. Ini kan yang Pak Kapolri sampaikan, 11 ya. Kalau yang ini (yang hijau atau biru) nanti saya tanyakan dulu," katanya.


Undang Ahli Kimia

Merespons temuan itu, Mahfud Md bakal meminta keterangan pakar di bidang spesifik itu.

"Mungkin yang ditemukan Komnas HAM kebetulan kedaluwarsa, tapi yang tidak kedaluwarsa tidak ditemukan Komnas HAM. Beda yang mencari, beda hasilnya, tergantung siapa yang menemukannya," kata Mahfud.

Mahfud adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) sekaligus Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) tragedi Kanjuruhan.

"Nanti kita akan undang ahli kimia gas air mata," kata Mahfud.

Menurut Mahfud, gas air mata yang sudah kedaluwarsa justru mengalami penurunan efek terhadap kondisi manusia. Dengan kata lain, kekuatan gas yang bisa bikin perih mata dan sesak napas itu tak lagi sekuat sebelum kedaluwarsa.

"Secara ilmiah jika gas air mata kedaluwarsa, maka daya merusaknya lebih kecil. Semakin lama kedaluwarsanya ya semakin tidak berbahaya. Temuan Komnas HAM nanti jadi salah satu bahan bagi TGIPF. Ada laporan juga selongsong yang tidak daluwarsa, mungkin campur-campur ya," tutur Mahfud.


Pelanggaran

Anggota TGIPF, Rhenald Kasali, menyebut adanya temuan gas air mata kedaluwarsa merupakan pelanggaran.

"Tentu itu adalah penyimpangan, tentu itu adalah pelanggaran," ujar Rhenald di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat.

Dia mengatakan polisi bukan 'military police', melainkan 'civilian police'. Dia menyebut setiap perbuatan yang dilakukan kepolisian seharusnya untuk melumpuhkan, bukan mematikan.[br]



"Jadi bukan senjata untuk mematikan tapi senjata untuk melumpuhkan supaya tidak menimbulkan agresivitas," jelas Rhenald.

"Yang terjadi adalah justru mematikan. Jadi ini tentu harus diperbaiki," sambungnya.


Sujud Massal

Sementara itu, polisi di Malang melakukan sujud massal. Aksi ini dilakukan di halaman Mapolresta Malang sebagai rasa simpati sekaligus permintaan maaf kepada para korban Tragedi Kanjuruhan yang menelan 131 korban jiwa.

Aksi itu dilakukan saat apel rutin di Mapolresta Malang, Senin (10/10). Secara spontan mereka melakukan sujud sembari menghaturkan permohonan maaf atas Tragedi Kanjuruhan.

Kapolresta Malang Kota Kombes Budi Hermanto dan semua jajarannya sujud bersamaan beberapa saat. Mereka bersimpuh memohon ampun dan meminta maaf yang terdalam kepada korban dan keluarganya serta seluruh Aremania.

Suasana hening dan haru pun begitu terasa saat seluruh personel melakukan sujud bersama di halaman Mapolresta Malang Kota.

"Secara spontan memohon kepada sang pencipta dan permohonan maaf kepada korban dan keluarganya (korban Aremania di Tragedi Kanjuruhan Malang)," kata Budi Hermanto kepada wartawan.

Menurut Budi, Tragedi Kanjuruhan tak hanya membawa duka kepada para korban dan Aremania, tetapi juga pihaknya. Ini karena Arema Police, memiliki hubungan erat selama ini. (detikcom/a)




Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru