Jakarta (SIB)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap 10 saksi terkait kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru di Universitas Lampung (Unila), hari ini.
Mereka yang diperiksa mulai dari pegawai negeri sipil (PNS) hingga pihak swasta.
Ke-10 saksi tersebut yakni terdiri atas empat PNS, Roni Gunarto; Irfan Muhhabibi; Asep Jamhur; dan Helmy Fitriawan.
Kemudian, empat pihak swasta, Mardiana; Rudiyanto; I Ketut Wiyasa; dan Ahmad Fauzi. Selanjutnya, seorang dosen Imas Mastiah dan pengusaha M Towil.
"Pemeriksaan dilakukan di Polresta Bandar Lampung, Jalan Mayjen MT Haryono, Gotong Royong, Kecamatan Tanjung Karang Pusat, Kota Bandar Lampung, Lampung," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Selasa (15/11).
Belum diketahui apa yang bakal didalami penyidik dari 10 saksi tersebut. Namun belakangan, KPK sedang mengembangkan kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru ini.
KPK bahkan tak segan menjerat pihak lain dalam kasus ini jika ditemukan bukti permulaan yang cukup.
Sejauh ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru di Universitas Lampung (Unila) tahun 2022. Keempat tersangka tersebutadalah Rektor nonaktif Unila, Karomani (KRM).
Kemudian, Wakil Rektor (Warek) 1 Bidang Akademik Unila, Heryandi (HY); Ketua Senat Unila, M Basri (MB); serta pihak swasta, Andi Desfiandi (AD).
Karomani, Heryandi, dan Basri, ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Andi Desfiandi, tersangka pemberi suap.
Dalam perkara ini, Karomani diduga mematok atau memasang tarif Rp100 juta hingga Rp350 juta bagi para orang tua yang menginginkan anaknya masuk di Unila.
Karomani diduga telah berhasil mengumpulkan Rp5 miliar dari tarif yang ditentukan tersebut.
Adapun, uang dugaan suap itu diterima Karomani melalui sejumlah pihak perantara, di antaranya, Heryandi dan M Basri. Salah satu pihak swasta yang menyuap Karomani yakni, Andi Desfiandi.
Atas perbuatannya, Andi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan Karomani, Heryandi, dan M Basri, selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (Okz/a)