Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 16 Juni 2025
Hari ini Disahkan DPR

RKUHP Ancam Pidana Bagi Pelanggar Hukum Adat

* YLBHI: 10 Pasal Bermasalah di RKUHP
Redaksi - Selasa, 06 Desember 2022 08:52 WIB
608 view
RKUHP Ancam Pidana Bagi Pelanggar Hukum Adat
Foto : Google
Ilustrasi
Jakarta (SIB)

Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan hari ini, Selasa (6/12) dan akan menggusur KUHP peninggalan penjajah Belanda. Salah satu yang baru adalah mengakui hukum adat dalam sistem hukum pidana.

Di mana hukum adat tidak dikenal dalam masyarakat Belanda.

Berdasarkan RKUHP versi 30 November sebagaimana dikutip, Senin (5/12), hukum adat diakui dalam Pasal 2 ayat 1 RKUHP. Yaitu:

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini

Dalam pasal 2 disebutkan, hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa.

"Ketentuan mengenai tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah," demikian bunyi Pasal 2 ayat 3.

Di penjelasan disebutkan pengakuan hukum adat, yaitu untuk lebih memenuhi rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat.

"Dalam kenyataannya di beberapa daerah di tanah air, masih terdapat ketentuan hukum yang tidak tertulis, yang hidup dan diakui sebagai hukum di daerah yang bersangkutan, yang menentukan bahwa pelanggaran atas hukum itu patut dipidana. Dalam hal ini hakim dapat menetapkan sanksi berupa pemenuhan kewajiban adat setempat yang harus dilaksanakan oleh pelaku tindak pidana.

Hal tersebut mengandung arti bahwa standar nilai dan norma yang hidup dalam masyarakat setempat masih tetap dilindungi agar memenuhi rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat tertentu. Keadaan seperti itu tidak akan menggoyahkan dan tetap menjamin pelaksanaan asas legalitas serta larangan analogi yang dianut dalam UU ini," demikian penjelasan RKUHP.

Lalu apa sanksinya? Pasal 597 menyebutkan:

1. Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, diancam dengan pidana.

2. Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemenuhan kewajiban adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf f.

Pasal 66 ayat (1) huruf f yang dimaksud yaitu pemenuhan kewajiban adat setempat.

Pidana pemenuhan kewajiban adat juga bisa dikenakan kepada korporasi yang dijatuhi pidana tambahan.



Pasal Bermasalah

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyoroti sejumlah pasal dalam RKUHP yang dianggap bermasalah. Dia mengatakan, ada sejumlah pasal yang dapat mengancam kebebasan berpendapat.

"Oh jelas, jelas sekali (mengancam kebebasan berekspresi) pasal-pasal bermasalah mengganggu dan kami dalam hal ini bahwa kami tidak ingin bilang bahwa kami menolak KUHP sepenuhnya, tidak," ujar Isnur kepada wartawan di depan gedung DPR, Senin (5/12).

Isnur menuturkan, salah satu pasal yang dianggap bermasalah terkait living law. Menurutnya, banyak masyarakat adat yang dibuat khawatir karena negara berpotensi mengurusi urusan masyarakat adat.

"Pertama mengancam masyarakat adat, dengan pasal living law tersebut, teman-teman adat sangat khawatir," ungkap Isnur.

Isnur juga menyoroti pasal terkait penghinaan presiden. Menurutnya, bila pasal ini diterapkan, dapat berpotensi menimbulkan kekacauan di masyarakat.[br]




"Kalau kemudian ada pasal ini kembali sebagai presiden banyak orang yang merasa terikat, merasa sebagai bawahan, dan banyak kasus sekarang misalnya aparat sudah bereaksi ketika ada misalnya penghinaan kepada presiden, ada fans, ada banyak follower, kemudian karena merasa terhina, dia bergerak," sebutnya.

Dirinya juga menyoroti pasal terkait larangan penyebaran ideologi lain selain Pancasila. Menurutnya, bila pasal ini diterapkan, berpotensi banyak pihak kena jerat pidana.

"(Pasal) 188 misalnya. Kalau dulu ancaman bagi pengembangan atau yang mengajarkan Marxisme dan Leninisme, sekarang tambahan baru, paham paham lain yang bertentangan dengan Pancasila," katanya.

Selain itu, dia menyoroti pasal 256 yang memuat ancaman bagi pihak yang menggelar aksi demonstrasi tanpa pemberitahuan. Dia mencontohkan aksi unjuk rasa yang mungkin dilakukan oleh ojek online (ojol).

"Temen-temen ojol misalnya, gara-gara kebijakan dadakan dari perusahaan, mereka demonstrasi di hari itu juga tanpa pemberitahuan dan dianggap mengganggu ketertiban umum, bisa kena pidana juga.

Dikutip dari situs YLBHI, berikut 11 pasal yang dianggap bermasalah di RUKHP:

1. Aturan terkait Living Law

2. Pidana mati

3. Perampasan aset untuk denda individu

4. Penghinaan presiden

5. Penghinaan lembaga

6. Contempt of Court

7. Unjuk rasa tanpa pemberitahuan

8. Edukasi kesehatan reproduksi atau kontrasepsi

9. Penyebaran Marxisme, Leninisme, serta paham lain yang bertentangan dengan Pancasila

10. tindak pidana terkait agama.



Ancam Demo

Massa demo di depan DPR menuntut pasal bermasalah dalam draf RKUHP dicabut. Pengacara Publik LBH Jakarta, Citra Referandum, mengancam akan demo lebih besar Selasa (6/12).

"Di sini ada aksi simbolis seperti tabur bunga dan kami juga menyampaikan sikap kami dengan spanduk jumbo tolak RKUHP. Ini menyimbolkan bahwa negara kita betul-betul sudah mati secara demokrasi," kata Citra kepada wartawan di depan gedung DPR, Senin (5/12).

Citra meminta pemerintah dan DPR segera mencabut pasal bermasalah dalam draf RKUHP. Dia juga mengatakan menolak pengesahan RKUHP dalam waktu dekat.

"Pemerintah dan DPR seharusnya dengar dan mempertimbangkan secara bermakna pendapat dari masyarakat bahwa kami meminta supaya pasal-pasal yang bermasalah yang ada di dalam RKUHP seperti pasal antidemokratis itu dicabut," kata dia.

Citra menilai apa yang dilakukan pemerintah atau DPR dalam merancang RKUHP tidak transparan. Citra mengatakan, bentuk tidak transparan tersebut adalah sulitnya publik mengakses draf RKUHP.[br]




"Saat ini yang dilakukan pemerintah maupun DPR dalam pengesahan ini sangat tidak transparan, karena draf itu tidak bisa kita akses secara resmi dalam waktu segera gitu. Kemudian kita baru bisa mengakses kemarin," ujarnya.

Atas hal tersebut, Citra mengatakan DPR telah mengkhianati rakyat. Dia pun mengancam akan tetap melakukan demonstrasi penolakan apabila RKUHP ini disahkan.

"Kami akan tetap melakukan penolakan. Kami akan semakin banyak dan besar untuk datang ke DPR menolak RKUHP sampai besok," ucapnya.



Gugat ke MK

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly bicara soal demo penolakan RKUHP menjelang pengesahan di DPR RI. Yasonna mengatakan, RKUHP yang akan disahkan itu telah disosialisasikan ke berbagai elemen masyarakat.

"Ya sudah, ini sudah dibahas dan sudah disosialisasikan ke seluruh penjuru Tanah Air, seluruh stakeholders," kata Yasonna usai rapat bersama Komisi III DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/12).

Yasonna menyadari produk hukum tersebut tidak mungkin disetujui semua pihak. Namun, menurutnya, RKUHP saat ini reformatif ketimbang KUHP versi kolonial Belanda.

"Kalau untuk 100 persen setuju tidak mungkin. Kalau pada akhirnya nanti masih ada yang tidak setuju daripada kita harus memakai KUHP Belanda yang sudah ortodoks dan dalam KUHP ini banyak yang reformatif, bagus," ujarnya.

Yasonna pun mempersilakan para pihak yang menolak RKUHP menempuh jalur judicial review (JR) di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kalau ada perbedaan ya nanti kalau sudah disahkan gugat aja di Mahkamah Konstitusi. Itu mekanisme konstitusional," katanya.

"Jadi mari sebagai anak bangsa, kita, apa, ya, perbedaan pendapat sah-sah saja ya, kalau pada akhirnya nanti saya mohon gugat saja di Mahkamah Konstitusi. Lebih elegan caranya," kata dia. (detikcom/a)




Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru