Jakarta (SIB)
Komisi III DPR menyetujui RUU Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan dibawa ke paripurna dan akan disahkan. Guru besar hukum internasional UI Hikmahanto Juwana menyebut pembahasan ekstradisi telah dimulai puluhan tahun lalu, sekitar 1979.
Hikmahanto mengakui banyak warga negara Indonesia (WNI) yang kabur ke Singapura setelah melakukan kejahatan, khususnya kasus korupsi. Karena itu, Indonesia berupaya membuat perjanjian ekstradisi untuk menangkap buron di Singapura.
"Ya betul (banyak buron di Singapura). Sejak 1979 diupayakan agar ada perjanjian ekstradisi," katanya.
Barulah di era Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) berhasil. Tapi kita tidak ratifikasi karena Singapura minta perjanjian DCA (perjanjian kerja sama pertahanan). Ketika itu ramai perdebatan 'masak kedaulatan ditukar dengan buron'," katanya.
Disebut, pada 1979-an, mulai banyak orang mengambil uang dari Indonesia lalu dibawa ke Singapura. Namun, karena tak ada perjanjian ekstradisi, buron atau orang tersebut tidak bisa dibawa ke Indonesia.
"Banyak yang ambil uang dari Indonesia, lalu dibawa ke Singapura. Bahkan Singapura bisa makmur seperti sekarang, banyak yang bilang karena uang haram dari Indonesia," ucapnya.
Dalam pembahasan soal ekstradisi, Hikmahanto menyebut banyak dinamika, khususnya soal kerja sama pertahanan.
"Kalau kemarin-kemarin Singapura mau teken agar tidak dipersepsi oleh publik Indonesia sebagai tempat pelarian koruptor dan kejahatan kerah putih," katanya.[br]
Hikmahanto pun menyampaikan beberapa keputusan yang dia anggap keberhasilan Indonesia. Dimulai dari bisa menangkap di kasus kejahatan belasan tahun lalu hingga orang tersebut bisa ditangkap meski telah tak lagi jadi WNI.
"Cuma, kemarin di masa Pak SBY, ada hal yang hebat dari negosiator Indonesia, yaitu diberlakukan secara retroaktif perjanjian ekstradisi ini hingga 15 tahun ke belakang supaya menjangkau pelaku kejahatan kerah putih masa BLBI. Kalau sekarang kan dimundurkan 18 tahun," katanya.
"Nah, hebatnya negosiator kita, dia minta diberlakukan ke WNI yang dikejar, lalu berubah kewarganegaraan menjadi WN Singapura.
Kalau perjanjian ekstradisi sekarang, masih seperti yang 2007 cuma masa berlaku retroaktifnya dimundurkan dari 15 ke 18 tahun," katanya.
Akan Disahkan DPR
Sebelumnya, Komisi III DPR RI rapat kerja bersama Menkumham Yasonna Laoly terkait pengambilan keputusan RUU Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan. Seluruh fraksi Komisi III DPR dan pemerintah menyetujui RUU tersebut dibawa ke paripurna DPR.
Pengambilan keputusan saat rapat Komisi III DPR di gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, Senin (5/12). Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh dan dihadiri langsung oleh Menkumham Yasonna Laoly. (Detikcom/d)