Medan (SIB)
Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Sumut dr Tuahman Franciscus Purba menegaskan, pihaknya siap memfasilitasi pertemuan antara pengungsi Afghanistan dengan pihak United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) di Medan, guna mencari solusi agar masalah para pengungsi dapat diselesaikan.
"Masalah yang dihadapi pengungsi Afghanistan bukanlah kewenangan provinsi, tetapi jadi masalah G to G (negara dengan negara), sehingga penyelesaiannya ada di tangan pemerintah pusat, sehingga kita berusaha mempertemukan pengungsi dengan pihak UNHCR di Medan," ujar Tuahman Purba kepada wartawan, Jumat (9/12) di DPRD Sumut.
Penegasan itu disampaikan Tuahman menanggapi aksi unjuk rasa pengungsi Afghanistan ke DPRD Sumut yang ingin pulang ke negara asalnya atau negara ketiga, tapi tidak ada penyelesaiannya, padahal sudah lima kali menyampaikan keluhannya ke gedung dewan.
"Jika ke gedung dewan ini terus berunjukrasa, akar masalahnya gak ketemu. Ini persoalannya ada di tangan pemerintah dan pihak yang mengurusi pengungsi, yakni Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi atau UNHCR," katanya.
Berkaitan dengan itu, Tuahman menegaskan pihaknya bersama pimpinan dewan akan mencari solusi yang tepat, dengan mengundang pihak terkait, termasuk perwakilan UNHCR di Medan dan kedutaan negara sahabat serta Pemprov Sumut.
"Kita ingin ada satu solusi yang pas, agar persoalan ini dapat dicari penyelesaian komprehensif, agar nasib pengungsi Afghanistan dapat segera dituntaskan," katanya.
Sebelumnya, Kordinator aksi pengungsi Afghanistan M Jumma saat unjuk rasa kelima kalinya ke gedung DPRD Sumut, Kamis (8/12) mengaku sudah letih, karena hingga kini belum ada kepastian kapan mereka dipulangkan ke negara ketiga atau negara asal mereka.
"Jangankan kepastian, tanda-tanda ke arah itu pun sampai saat ini belum kami lihat. Kami akan terus berdemo sampai tuntutan kami dipenuhi, walaupun sudah sangat lelah dan bosan," ujar M Jumma.
Menurut Jumma, jumlah pengungsi Afghanistan di Medan saat ini diperkirakan mencapai ratusan orang. Mereka "terdampar" di Medan dan sejumlah provinsi di Indonesia, setelah dikirimkan oleh perwakilan asing di Jakarta, dengan janji mendapatkan pekerjaan dan kehidupan layak. (A4/c).