Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 30 Juni 2025
Kasus Penggelapan Barang Bukti Sabu

Mantan Kapolda Sumbar Irjen Teddy Minahasa Dituntut Hukuman Mati

* Kejagung: Irjen Teddy Pelaku Intelektual, Hukuman Harus Lebih Berat
Redaksi - Jumat, 31 Maret 2023 09:19 WIB
305 view
Mantan Kapolda Sumbar Irjen Teddy Minahasa Dituntut Hukuman Mati
(Foto: Antara/Aprillio Akbar)
SAPA WARTAWAN: Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa Putra (kanan) menyapa wartawan usai dituntut hukuman mati dalam kasus narkotika di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Kamis (30/3). 
Jakarta (SIB)
Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa menjalani sidang tuntutan. Jaksa meyakini Teddy bersalah dalam kasus tukar sabu, barang bukti kasus narkoba dengan tawas.
"Menyatakan terdakwa Teddy Minahasa Putra bin Haji Abu Bakar telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana," kata jaksa saat membacakan tuntutan di PN Jakarta Barat, Kamis (30/3).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Teddy Minahasa Putra dengan pidana mati," sambung jaksa.
Jaksa meyakini tidak ada hal pembenar dan pemaaf atas perbuatan Teddy. Jaksa meyakini Teddy bersalah melanggar Pasal 114 ayat 2 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Jaksa meyakini Teddy merupakan pencetus awal penggelapan barang bukti sabu untuk dijual. Jaksa juga meyakini Teddy sebagai orang yang mengajak mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara untuk bekerja sama menukar sabu hingga menjualnya melalui Linda Pujiastuti.
Jaksa meyakini Dody telah menerima uang Rp 300 juta dari Linda dari hasil penjualan 1 Kg sabu. Jaksa meyakini uang Rp 300 juta itu telah diterima oleh Teddy dalam mata uang asing.
Hal memberatkan Teddy ialah telah menikmati keuntungan dari hasil penjualan narkotika jenis sabu, memanfaatkan jabatannya sebagai Kapolda Sumbar dalam peredaran gelap narkoba hingga berbelit-belit dalam sidang. Sementara itu, tak ada hal yang meringankan tuntutan Teddy.
Dalam kasus ini, Teddy Minahasa didakwa menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara narkotika golongan I bukan tanaman jenis sabu hasil barang sitaan seberat lebih dari 5 gram. Perbuatan itu dilakukan Teddy bersama tiga orang lainnya.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 (lima) gram," kata jaksa saat membacakan dakwaan di PN Jakbar, Kamis (2/2).
Tiga orang yang dimaksud adalah mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Doddy Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti. Mereka didakwa dengan berkas terpisah.
Dody dan Linda telah dituntut lebih dulu. Dody dituntut 20 tahun penjara dan Linda dituntut 18 tahun penjara.
Teddy juga dinilai telah merusak kepercayaan publik terhadap institusi Polri.
"Perbuatan terdakwa telah merusak kepercayaan publik kepada Institusi Polri yang anggotanya kurang lebih 400 ribu personel," ujar jaksa.
Jaksa mengatakan Teddy juga tak mengakui dan terus menyangkal perbuatannya. Selain itu, Teddy juga berbelit-belit saat menyampaikan keterangan di muka persidangan.
"Perbuatan terdakwa sebagai Kapolda telah mengkhianati perintah presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika," kata jaksa.


Tekanan Publik
Terkait tuntutan itu, Pengacara Teddy, Hotman Paris Hutapea, berbicara soal tekanan publik di pengadilan tingkat pertama.
"Jadi itu nanti itu strategi yang kita terapkan, dan jangan lupa, ini kasus sampai banding kasasi PK dan mungkin kalau di tingkat Pengadilan Negeri biasanya tekanan publik itu lebih banyak dibandingkan dengan apabila kita banding kasasi PK," kata Hotman seusai sidang di PN Jakbar, Kamis (30/3).
"Kalaupun di PN karena ada tekanan publik (tetap berlanjut), kan masih ada banding kasasi PK," sambungnya.
Hotman menyampaikan, pihaknya akan membawa sejumlah barang bukti baru dalam pembacaan nota pembelaan atau pleidoi nantinya. Salah satunya, lanjut Hotman, soal percakapan WhatsApp yang dipenggal-penggal dalam BAP.
"Bahkan kita sudah dapat dari salah seorang ahli yaitu pejabat Kominfo yang ikut membuat UU ITE sudah membuat keterangan tertulis yang akan kita pakai sebagai bukti bahwa chatting yang dipenggal-penggal yang ditanyakan kepada saksi di dalam BAP tidak sah," ungkap Hotman.
"Oleh karenanya, karena BAP dasarnya adalah chatting yang dipenggal-penggal, maka seluruh BAP batal demi hukum dan oleh karenanya, surat dakwaan batal demi hukum. Itu pelanggaran yang sangat serius," sambungnya.
Selain itu, Hotman juga akan menyampaikan bukti soal tidak ada saksi yang melihat sabu diganti tawas. Hotman mengatakan, tujuh pejabat yang hadir dalam pemusnahan sabu di Bukittinggi saat itu, tak satu pun dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan Teddy.
"Banyak sekali. Satu, tidak ada saksi yang mengatakan melihat sabu ditukar dengan tawas, nggak ada saksi, satu saksi bukan saksi. Itu hanya pengakuan dari si Arif, nggak ada saksi," ucap Hotman.
Hotman juga mengatakan tak ada uji lab perbandingan barang bukti sabu yang ditemukan di Jakarta dengan sabu di Bukittinggi.
"Sabu yang di Jakarta apa kaitannya dengan yang ada di Bukittinggi? Tidak ada uji lab perbandingan," katanya.


Harus Lebih Berat
Sementara itu, Kejaksaan Agung menyebutkan, Teddy harus dihukum lebih berat daripada terdakwa lain karena merupakan pelaku intelektual.
"Salah satu pertimbangan jaksa penuntut umum yaitu terdakwa adalah pelaku intelektual (intellectual dader) atau pelaku utama dari seluruh perkara yang ditangani di Kejaksaan sehingga hukumannya harus lebih berat daripada terdakwa lainnya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan pers tertulis, Kamis (30/3).
Ketut menerangkan, sidang selanjutnya digelar pada 13 April 2023 dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi dari penasihat hukum Teddy Minahasa.
"Sidang akan dilanjutkan pada Kamis 13 April 2023 dengan agenda pembacaan nota pembelaan penasihat hukum terdakwa terhadap surat tuntutan penuntut umum," kata Ketut. (detikcom/a)


Baca Juga:


Baca Juga:
Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru