Medan (SIB)
Pengamat sosial dan politik Yogyakarta Dr (Can) Fajar Waruwu SH MPhil menegaskan, lawan-lawan politik Capres PDI Perjuangan Ganjar Pranowo jangan alergi, apalagi sampai menakutkan dengan sebutan petugas partai, sehingga melontarkan berbagai hujatan dan kritikan yang bernada miring.
"Kata petugas partai seakan seperti sesuatu yang menakutkan dan mungkin sangat mengganggu bagi kelompok masyarakat tertentu, yang bersikap oposisi terhadap pemerintahan Jokowi maupun Capres Ganjar atau kelompok yang berlawanan dengan ideologi PDI Perjuangan," kata Fajar Waruwu kepada wartawan, Selasa (25/4) melalui WhatsApp dari Yogyakarta.
Seperti diketahui, kata mantan anggota DPRD Sumut ini, saat ini hujatan maupun makian terhadap "petugas partai" yang dialamatkan kepada Ganjar Pranowo semakin gencar, sehingga menimbulkan pertanyaan, apakah kata "petugas partai" begitu mengganggu mereka, sehingga diplintir oleh orang-orang dengan logic fallacy (kekeliruan logika), seakan seorang pemimpin yang dipilih rakyat bukan pelayan rakyat, tetapi pelayan partai.
"Bangsa Indonesia telah sepakat, dalam meraih kepentingan politik kekuasaan dilakukan lewat partai politik. Ini amanah konstitusi dan suatu keharusan, setiap partai politik memiliki mekanisme internal dalam proses pengkaderan, sehingga meraih kekuasaan harus mampu menghasilkan pemimpin dari proses kaderisasi kepartaian," katanya.
Dengan kata lain, tambahnya, tiada negara tanpa rakyat, tiada demokrasi tanpa partai politik, tiada kekuasaan politik tanpa partai politik. Tiada partai politik tanpa kader partai politik, tidak ada partai politik tanpa rakyat, tiada pemimpin politik tanpa tanpa rakyat dan tiada pemimpin politik tanpa ditugaskan partai politik.
"Petugas partai merupakan kader yang melaksanakan manifesto politik partai dan telah diberi mandat politik oleh rakyat disaat partai politik dipilih saat Pemilu. Partai politik berkewajiban menjaga dan memperjuangkan cita-cita rakyat serta melindungi rakyat dalam kekuasaan politik yang diembannya," katanya.
Jika seorang presiden, gubernur dan bupati/wali kota bukan kader partai dan tidak dicalonkan partai politik, pilihannya independen.
Anis Baswedan yang nota bene, bukan kader partai politik, jika paham etika politik, seharusnya dicalonkan langsung oleh rakyat.
"Anies Baswedan bukan kader partai politik manapun dan bukan pula calon independen, tapi mencalonkan diri melalui partai politik. Ini artinya, Anies tidak menginginkan dikontrol oleh rakyat melalui partai politik. Kalau rakyat mengatakan, kami tidak mau partai mengontrol presiden. Ini menjadi absurd, karena rakyat sendiri yang memilih partai saat Pemilu untuk bisa mencalonkan," katanya.
Dalam konteks pencalonan ini, tambah ahli filsafat ini, Anies ditugaskan elite partai politik dan dalam perspektif partai politik, pemimpin itu berasal dari kader partai, bukan dicalonkan oleh pribadi elite partai politik semata.[br]
"Ini konsekuensi yang harus diterima pemilih partai politik pengusung Anies Baswedan.
Manakala Capres bukan kader partai dan partai politik itu tidak memiliki kader yang cakap sebagai pemimpin, dapat dikatakan kaderisasi di tubuh partai politik itu gagal," katanya.
Berarti, ujarnya, partai politik hanya digunakan elitenya untuk sebatas kendaraan meraih kekuasaan. Sepertinya, rakyat ditinggalkan, karena distribusi cita-cita rakyat di dalam manifesto partai politik tidak dapat terealisasi.
"Sekali lagi, akhirnya partai politik tanpa kaderisasi hanya sebatas kendaraan untuk kekuasaan, tanpa memahami ideologi dan manifesto politik rakyat yang dipercayakan kepada partai politik," ujarnya.
Akhirnya, dapat disimpulkan, tambahnya, sebutan petugas partai wujud tertinggi pengakuan seorang Presiden sekalipun, harus tunduk kepada rakyat. Karena rakyat akan menagih partai politik manakala seorang pemimpin berasal dari kader partai yang ditugaskan tidak melaksanakan mandat politik rakyat yang dipercayakan kepadanya.
Petugas partai hakekat tertinggi makna pelayan rakyat, karena rakyat pemilik kekuasaan. Partai politik memastikan itu kepada kader yang diberi penugasan, apalagi petugas partai itu merupakan ekspresi wujud pemimpin populis bukan elites. (A4/a)