Jakarta (SIB)
Pemerintah akan memulai pemulihan hak para korban pelanggaran HAM berat masa lalu pada pekan depan. Kick off pemulihan hak korban akan dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Aceh.
"Pemulihan hak para korban itu dimulai atau kick off oleh Presiden pada hari Selasa tanggal 27 Juni 2023 akan dilangsungkan di Rumah Geudong, Kabupaten Pidie, Aceh," kata Menko Polhukam Mahfud Md di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (23/6).
"Presiden akan menandatangani prasasti dan akan menyapa para korban dan keluarga korban, baik langsung maupun virtual untuk korban yang di luar negeri dan di berbagai daerah," sambung Mahfud.
Mahfud mengatakan, pemulihan hak para korban akan dilakukan bersamaan di wilayah lain. Para korban pelanggaran HAM berat yang kini tinggal di luar negeri juga akan mendapat pemulihan hak.
"Bersamaan juga mulai dilakukan pemulihan HAM pada wilayah-wilayah lain dari 12 yang direkomendasikan oleh Komnas HAM. Itu daerahnya memang banyak ada beberapa tapi kita pusatkan kick off-nya di Aceh," ujar dia.
"Kemudian juga akan dilakukan kick off untuk pemulihan hak para korban dan keluarga korban yang ada di luar negeri," sambungnya.
Mahfud kemudian memberi penjelasan soal pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat. Dia menyebut, tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu telah menyerahkan rekomendasi kepada Jokowi pada 11 Januari 2023.
"Pada waktu itu setelah menerima laporan Presiden membuat pernyataan penegasan resmi. Mengakui dan menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM berat di 12 peristiwa yang telah ditetapkan oleh Komnas HAM," jelasnya.
"Pernyataan Presiden berikutnya, pemerintah akan berupaya sungguh-sungguh untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM berat untuk masa-masa yang datang, dan pemerintah juga berjanji akan berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban," tambahnya.
Jalur Hukum
Mahfud Md menegaskan, penyelesaian non-yudisial kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tidak menghilangkan penyelesaian yudisial. Mahfud mengatakan penyelesaian yudisial terus diusahakan sesuai dengan UU yang berlaku.
"Kebijakan penyelesaian non-yudisial ini tidak meniadakan penyelesaian yudisial, yang akan terus diusahakan bisa diselesaikan seusai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000," ujar Mahfud.
Mahfud menjelaskan, Komnas HAM telah menetapkan 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu. Penyelesaian jalur yudisial juga sudah dilakukan untuk empat kasus dengan 35 tersangka.
"Yang penyelesaian yudisial sebenarnya sudah ada empat kasus dengan 35 tersangka. Empat kasus yang ditetapkan oleh Komnas HAM dengan 35 tersangka semuanya bebas oleh pengadilan dinyatakan bebas karena tidak terbukti terjadi pelanggaran HAM berat," jelasnya.
Mahfud mengakui pelanggaran HAM berat sulit dibuktikan secara hukum acara. Karena itu, akhirnya pelaku dibebaskan oleh pengadilan.
"Oleh karena itu, karena karakteristik semua kasus yang dimuat Komnas HAM itu sama di dalam hukum acaranya, maka agar tidak tertunda-tunda, pemerintah akan menyantuni para korban, bukan menangani para pelaku, yaitu menyantuni para korban melalui penyelesaian-penyelesaian non-yudisial," ujarnya.
Mahfud mengatakan penyelesaian yang akan dilakukan pemerintah merupakan penyelesaian di sisi korban. Mahfud menegaskan pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu akan dibawa ke pengadilan.
Dia mengatakan penyelesaian yudisial tetap akan berjalan.
"Penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu ini tidak..., sekali lagi saya tegaskan, tidak meniadakan penyelesaian lewat yudisial. Semua pelanggaran HAM berat tetap bisa diproses lewat jalur hukum atau pengadilan HAM ad hoc," ujarnya. (detikcom/a)