Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 10 Agustus 2025
Diwarnai Demo, DPR Sahkan RUU Kesehatan Jadi UU

Nakes Ancam Mogok Nasional

* Menkes: Saya Tidak Ingin Mundur
Redaksi - Rabu, 12 Juli 2023 08:58 WIB
240 view
Nakes Ancam Mogok Nasional
(Foto: Antara/Galih Pradipta)
AKSI TEATERIKAL: Pengunjukrasa dari tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi teatrikal di depan gedung DPR-MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7). 
Jakarta (SIB)
Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang kesehatan diwarnai aksi demo massa Nakes (tenaga kesehatan) di DPR RI, Selasa (11/7). Massa Nakes yang tergabung dalam organisasi profesi IDI, PPNI, IBI, IAI dan PDGI mengancam akan melakukan mogok kerja terkait pengesahan RUU Kesehatan tersebut.
Pengesahan RUU Kesehatan dilakukan dalam Rapat Paripurna (Rapur) DPR RI Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (11/7).
Pantauan siang, rapat digelar di ruang rapat paripurna, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Rapat dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani dan dihadiri oleh Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus dan Rachmat Gobel. Dalam rapat tersebut, Menkes Budi Gunadi Sadikin dan sejumlah menteri turut hadir.
Mulanya pimpinan Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena menyampaikan laporan hasil pembicaraan tingkat I atas RUU Kesehatan. Dalam laporannya, Melkiades menyebut 7 fraksi menyatakan setuju dengan RUU Kesehatan dengan NasDem memberikan catatan, sedangkan 2 fraksi lain yakni Demokrat dan PKS menolak.
Setelahnya, Puan Maharani membacakan ulang soal komposisi fraksi yang setuju dan tidak setuju dengan RUU Kesehatan. Puan mempersilakan Fraksi Demokrat dan PKS menyampaikan pendapatnya.
Setelah itu, selaku pimpinan rapat paripurna, Puan menanyakan persetujuan terhadap pengesahan RUU tersebut. Anggota Dewan yang hadir menyatakan setuju.
"Apakah Rancangan Undang-Undang Kesehatan dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya pimpinan rapat paripurna kepada peserta sidang.
"Setuju," jawab peserta.


Menolak
Sementara itu, massa tenaga kesehatan sempat menggelar demonstrasi menolak pengesahan RUU Kesehatan sejak pagi. Mereka mengancam mogok kerja jika RUU Kesehatan disahkan.
Massa nakes mengancam akan melakukan mogok nasional jika RUU Kesehatan disahkan DPR hari ini.
"PPNI sudah rapat kerja nasional di tanggal 9-11 Juni yang lalu di Ambon. Sudah menyepakati salah satu opsinya mogok nasional," kata Arif Fadilah, Ketua DPP PPNI, di depan gedung MPR/DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta.
Namun, kata Arif, keputusan akhir dari rencana mogok kerja nasional harus dilakukan melalui konsolidasi antarorganisasi profesi yang ikut bersuara. Dia akan berkoordinasi dengan empat organisasi lainnya.
"Tapi memang mogok nasional itu dilakukan secara kolektif dengan empat organisasi profesi yang lainnya. Karena itu, sampai hari ini kita masih terus mengkonsolidasikan itu supaya ini bisa terlaksana," papar Arif.
Arif mengatakan, mekanisme mogok kerja nasional itu tetap memperhatikan posisi vital di rumah sakit. Aksi mogok kerja akan dilakukan hanya untuk bagian-bagian tertentu.
"Kami sudah sepakati mogok kerja itu, kecuali di tempat-tempat yang critical, seperti ICU, gawat darurat, kamar bedah, untuk anak-anak yang emergency, itu tidak kita lakukan," sebut Arif.
"Tapi yang umum, yang elektif, yang bisa kita rencanakan, yang pilihan itu bisa dilakukan," tambahnya.


Sampaikan Penolakan
Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Santoso, menemui massa demonstran yang menolak RUU Kesehatan. Santoso menyampaikan bahwa fraksinya di DPR satu suara dengan demonstran dalam menolak pengesahan RUU Kesehatan.
"Karena kami sebagai fraksi yang menolak, harus juga bertemu langsung dengan para pendemo. Dalam hal ini, dikoordinasikan oleh PPNI yang sebelumnya juga kami terima 2-3 minggu yang lalu," terang Santoso di depan gedung DPR/MPR, Selasa (11/7).
Santoso juga menyempatkan diri untuk berorasi di atas mobil komando. Di hadapan pengunjuk rasa, Santoso menyebutkan RUU Kesehatan akan menyengsarakan rakyat.
Santoso pun mengajak massa aksi untuk tetap berjuang secara konsisten dalam upaya menolak RUU Kesehatan meskipun nantinya telah disahkan. Santoso berharap perlawanan yang diberikan rakyat tetap sesuai dengan aturan.
"Tapi ingatlah kesopanan, etika. Jika ternyata juga tidak diakomodir, maka gerakan massa nasional harus dilakukan. Teruslah berjuang, saya yakin rakyat akan bersama kita," ujar Santoso.


Baca Juga:
Siap
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin merespons hal itu sebagai bagian dari demokrasi.
"Saya rasa di alam demokrasi ini teman-teman saya sangat menghargai perbedaan pendapat, diskursus itu adalah hadiah di krisis keuangan tahun 98," kata Budi di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7).
Budi menyebut tak ingin mundur balik menyikapi pendapat seperti itu. Ia menilai perbedaan pendapat soal RUU Kesehatan itu wajar.
"Jadi saya tidak ingin mundur balik bahwa orang tidak boleh berbeda pendapat, kita sama-sama mesti sadari adalah berbeda pendapat itu wajar," kata Budi.
"Sampaikanlah dengan cara yang sehat, saya sendiri terbuka anytime, kalau mau ada yang datang menghadap, menyampaikan masukan, nggak akan menutup itu, WA akan saya balas, tapi kita juga mesti sadar kalau kita belum tentu selalu sama," ujar Budi.
Menurutnya, masing-masing pihak memiliki argumentasi yang berbeda. Dia siap dicek terkait kinerja selama ini.
"Masing-masing punya argumentasi yang berbeda-beda, dan awak-awak media di sini saya welcome untuk dilakukan checks and balances argumen mana yang paling tepat," imbuhnya.


Bawa perubahan
Budi Gunadi Sadikin menyampaikan sejumlah isu yang diatur dalam RUU Kesehatan disebutnya untuk membawa perubahan yang lebih baik. Salah satunya soal tenaga medis dan tenaga kesehatan (nakes) perlu perlindungan secara hukum.
"Kami berterima kasih DPR menginisiasi RUU tentang Kesehatan. Pemerintah mendukung penuh RUU Kesehatan ini untuk perubahan yang lebih baik," kata Budi saat menyampaikan pandangan mewakili pemerintah di rapat paripurna pengesahan UU Kesehatan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7).
Budi mengatakan RUU Kesehatan berorientasi menciptakan pemerataan penyebaran nakes. Dia juga menyinggung soal perlindungan hukum terhadap tenaga medis dan nakes.
"Dari tenaga kesehatan yang kurang menjadi cukup dan merata. Pemerintah sepakat dengan DPR bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan memerlukan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya baik dari tindak kekerasan, pelecehan dan perlindungan bagi tenaga medis yang diduga melakukan tindak pidana dalam pelaksanaan layanan kesehatan harus melalui pemeriksaan majelis terlebih dahulu," kata Budi.
Budi mengatakan pihaknya akan berfokus pada upaya pencegahan. Menurutnya, RUU Kesehatan untuk mendekatkan layanan kesehatan ke masyarakat.
"Dari fokus mengobati menjadi mencegah. Pemerintah sepakat dengan DPR pentingnya layanan primer dikedepankan untuk pelayanan promotif dan preventif berdasarkan siklus itu. Untuk mendekatkan layanan kesehatan ke masyarakat, pemerintah menekankan pentingnya ke standardisasi jaringan layanan primer dan laporan kesehatan masyarakat di seluruh masyarakat Indonesia," kata Budi.
Budi juga menyoroti isu akses kesehatan masyarakat agar menjadi lebih mudah ke depan. Dia mendorong penguatan layanan masyarakat.
"Dari akses lain kesehatan yang susah menjadi mudah. Pemerintah sepakat dengan DPR RI bahwa diperlukan penguatan layanan kesehatan rujukan melalui penguatan infrastruktur, SDM, sarana prasarana, menguatkan teknologi telemedicine, dan layanan unggulan nasional berstandar internasional," ujarnya.


Baca Juga:
TERIMA DOKUMEN: Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) menerima dokumen pandanganpemerintah dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kiri) disaksikan Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel (kanan), Lodewijk Paulus (kedua kiri) saat Rapat Paripurna ke-29 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7). (Foto: Antara/Galih Pradipta)


Bisa ke Pemerintah
Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, sejak awal Komisi IX DPR RI bersama pemerintah sudah membuka seluas-luasnya aspirasi kepada masyarakat.
"Terkait dengan RUU kesehatan DPR melalui Komisi IX dan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sudah membuka ruang seluas-luasnya kepada semua pihak yang kemudian mempunyai kepentingan, aspirasi, dan masukan dalam pembahasan-pembahasan yang dilakukan secara simultan beberapa bulan yang lalu," kata Puan seusai rapat paripurna.
Jika ada aspirasi yang belum ditampung, ia menyarankan disampaikan langsung kepada pemerintah melalui Kementerian Kesehatan.
Masyarakat bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), cara ini bisa ditempuh secara konstitusional, ujarnya. (detikcom/d)



Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru