Jakarta (SIB)
Pemerintah Jepang mengeluarkan peringatan heatstroke atau sengatan panas kepada puluhan juta warganya karena suhu panas yang hampir mencapai rekor, memanggang sebagian besar wilayah negara, sementara hujan lebat melanda daerah lain.
Dilansir kantor berita AFP, Senin (17/7), media nasional NHK memperingatkan warga bahwa suhu panas berada pada tingkat yang mengancam jiwa, karena suhu melonjak hingga hampir 40 derajat Celsius di beberapa tempat, termasuk ibu kota Tokyo.
"Harap tetap terhidrasi dan gunakan pendingin ruangan dengan tepat, dan hindari jalan-jalan yang tampaknya sulit," kata seorang pembawa acara berita NHK.
Pemerintah mengeluarkan peringatan sengatan panas untuk 20 dari 47 prefektur negara itu, terutama di timur dan barat daya, yang berdampak pada puluhan juta orang.
Suhu panas dapat membahayakan jiwa dengan memicu sengatan panas, yang merusak otak, ginjal, dan organ lainnya, tetapi juga dapat memicu kondisi lain seperti serangan jantung atau masalah pernapasan.
Menurut Badan Meteorologi Jepang, kota Kiryu di prefektur Gunma, utara Tokyo, mengalami suhu mencapai 39,7 derajat Celsius sementara Hachioji di Tokyo barat mencapai 38,9 derajat Celcius.
Suhu tertinggi di Jepang yang pernah tercatat adalah 41,1C, yang pertama kali tercatat di kota Kumagaya, di Saitama, pada tahun 2018 dan kemudian dengan suhu yang sama di kota Hamamatsu, Shizuoka, pada tahun 2020.
Beberapa tempat mengalami suhu tertinggi dalam lebih dari empat dekade pada hari Minggu (16/7), termasuk kota Hirono di prefektur Fukushima dengan 37,3 derajat Celcius, dan kota resor mata air panas Nasushiobara dengan 35,4 derajat Celcius, menurut data badan cuaca.
Sementara itu, hujan deras terus melanda wilayah Jepang utara, di mana banjir dan setidaknya satu tanah longsor tercatat.
Seorang pria ditemukan tewas di dalam mobil yang terendam di sawah di prefektur Akita, kata polisi kepada AFP, seminggu setelah tujuh orang tewas dalam cuaca serupa di wilayah barat daya negara itu.
Sejak akhir pekan lalu, curah hujan yang tinggi telah menumpahkan jumlah hujan yang memecahkan rekor di beberapa bagian Jepang, menyebabkan sungai meluap dan bencana tanah longsor.
Jepang mengalami musim hujan tahunan, yang sering kali disertai hujan deras, dan terkadang mengakibatkan banjir dan tanah longsor, serta memakan korban jiwa.
Namun, para ilmuwan mengatakan perubahan iklim mengintensifkan risiko hujan lebat di Jepang dan di tempat lain karena atmosfer yang lebih hangat menampung lebih banyak air.
Di China
Terpisah dilaporkan, Sebuah kota terpencil di China bagian barat laut yang gersang mencatat suhu udara melampaui 52 derajat Celsius saat cuaca panas ekstrem melanda. Angka itu mencetak rekor terbaru di China, yang enam bulan lalu berjuang melawan cuaca dingin ekstrem dengan suhu mencapai minus 50 derajat Celsius.
Seperti dilansir Reuters, Senin (17/7), laporan media lokal yang dikelola pemerintah, Xinjiang Daily, menyebut, suhu udara di kota Sanbao, Cekungan Turpan, Xinjiang, melonjak hingga mencapai 52,2 derajat Celsius pada Minggu (16/7) waktu setempat.
Rekor suhu terpanas itu diperkirakan akan berlangsung setidaknya selama lima hari ke depan.
Suhu udara yang tercatat di Sanbao itu memecahkan rekor sebelumnya, ketika suhu 50,3 derajat Celsius tercatat di dekat wilayah Ayding tahun 2015 lalu. Wilayah itu merupakan cekungan luas berisi bukit pasir dan danau kering sedalam 150 meter di bawah permukaan laut.
Sejak April lalu, negara-negara di Asia dilanda beberapa putaran gelombang panas yang memecahkan rekor, memicu kekhawatiran soal kemampuan beradaptasi dengan iklim yang berubah dengan cepat.
Para pengamat pun menilai target menjaga pemanasan global jangka panjang pada angka 1,5 derajat Celsius semakin jauh dari terwujud.
Paparan suhu udara tinggi berkepanjangan di China telah menantang jaringan listrik dan mengganggu panen, dengan kekhawatiran semakin meningkat soal kemungkinan terulangnya kekeringan seperti tahun lalu -- yang tercatat sebagai kekeringan paling parah dalam 60 tahun terakhir.
China sebenarnya tidak asing dengan perubahan suhu yang dramatis sepanjang musim, namun perubahan semacam itu semakin meluas baru-baru ini.
Pada 22 Januari lalu, biro cuaca setempat mencatat suhu udara di Mohe, Provinsi Heilongjiang, anjlok hingga minus 53 derajat Celsius. Angka itu memecahkan rekor terendah sepanjang masa di China yang mencapai minus 52,3 derajat Celsius tahun 1969 silam.
Sejak saat itu, hujan paling lebat dalam satu dekade mengguyur China bagian tengah, yang merusak ladang gandum di daerah yang dikenal sebagai lumbung negara.(detikcom/r)