Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Jumat, 04 Juli 2025

Ahli Hukum Nilai Kasus Korupsi Harusnya Dinyatakan Kejahatan Lintas Profesi

Redaksi - Minggu, 30 Juli 2023 10:04 WIB
339 view
Ahli Hukum Nilai Kasus Korupsi Harusnya Dinyatakan Kejahatan Lintas Profesi
Foto: Istimewa
Abdul Fickar Hadjar
Jakarta (SIB)
Ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyoroti sikap pimpinan KPK yang menyalahkan anak buah terkait kisruh penetapan tersangka Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. Fickar bicara mengenai pentingnya aturan hukum yang merata bagi pelaku korupsi.

"Ya aturannya orang yang berstatus militer, jika melakukan tindak pidana, maka menjadi kewenangan peradilan militer, termasuk di dalamnya polisi atau penyidik militer, oditur militer atau penuntut umum, dan hakim militer," kata Fickar saat dihubungi, Sabtu (29/7).

Fickar memahami aturan tersebut terkesan tidak adil. Namun aturan hukum militer mengatur seperti itu.

"Memang aturan ini tidak adil, mestinya hanya berlaku di waktu perang saja dan terbatas pada kejahatan yang bersifat militer, tetapi KUHPM dan KUHAP militernya masih mengatur seperti itu, memang kelihatannya tidak adil," katanya.

Fickar pun mengusulkan seharusnya tindak pidana korupsi itu dijadikan sebagai kejahatan lintas profesi. Jadi semua orang yang terjerat dalam kasus korupsi di KPK bisa ditangani KPK.

"Seharusnya korupsi itu dinyatakan sebagai kejahatan lintas profesi, lintas institusi, sehingga KPK bisa menangani korupsi yang dilakukan oleh siapa pun di lembaga apa pun, termasuk di lembaga militer," ucap Fickar.

"Aturannya harus diubah, dengan tetap menjadi kewenangan peradilan militer, maka dengan aturan seperti ini pengaryaan personel militer di institusi sipil menjadi tidak punya pijakan hukum lagi. Ini aspek negatif dari pengaryaan militer di instansi sipil, mestinya militer yang bertugas di instansi sipil diberhentikan sementara sebagai militer, sehingga sepenuhnya menjadi sipil dan tunduk pada hukum sipil, termasuk terhadap UU Korupsi. Dalam hal ada unsur sipil yang bersama-sama melakukan korupsinya dengan personel militer, maka bisa diadili dengan cara koneksitas sebagaimana diatur KUHAP," tutur Fickar.

Diketahui, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (25/7). Setelah melakukan pemeriksaan, KPK kemudian menetapkan Henri Alfiandi sebagai salah satu tersangka dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas.

Namun, pada Jumat (29/7), KPK mengaku ada kekeliruan terkait proses hukum dugaan korupsi Henri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Kabasarnas RI Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC). KPK pun menyampaikan permohonan maaf.

"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan ada kelupaan, bahwa sanya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK. Karena lembaga peradilan sebagaimana diatur ada empat lembaga peradilan, peradilan umum, militer, tata usaha negara, dan agama," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, di KPK, Jumat (28/7).

Johanis Tanak mengatakan tindak pidana yang dilakukan anggota TNI sejatinya ditangani khusus oleh TNI. Dia mengakui ada kekhilafan dari penyidik KPK.

"Di sini ada kekeliruan, kekhilafan, dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, dalam rapat sudah menyampaikan teman-teman TNI sekiranya bisa disampaikan ke Panglima TNI, atas kekhilafan ini, mohon dimaafkan," kata dia. (detikcom/c)



Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru