Jakarta (SIB)
Kepala Divisi Lastmile dan Backhaul Bakti Kominfo, Muhammad Feriandi Mirza hadir sebagai saksi di persidangan kasus korupsi proyek BTS Kominfo. Mirza mengaku diminta eks Dirut Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif membuat tim bayangan untuk mengawal kelompok kerja (pokja) proyek BTS.
"Apakah Saudara pernah diperintah oleh Saudara Anang Latif untuk membentuk suatu tim, sebuah tim, bisa dikatakan tim bayangan-lah seperti itu untuk mengawal?" tanya jaksa dalam persidangan di PN Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (2/8).
"Iya, tadi saya sudah jelaskan. Yang tim teknis pendamping Pokja tadi," jawab Feriandi Mirza.
Mirza mengatakan, tim bayangan itu dibentuk untuk memastikan Pokja proyek BTS berjalan sesuai kriteria dan persyaratan yang telah dibentuk. Dia mengatakan, anggota tim bayangan itu yakni dari tenaga ahli konsultan.
"Outputnya apa itu ?" tanya jaksa.
"Outputnya sebenernya membantu Pokja untuk menyiapkan dokumen lelang, tapi dari sisi teknisnya, persyaratan teknis dan lain lain," jawab Mirza.
"Pembentukan tim itu pemenangnya sudah ada atau belum?" tanya jaksa.
"Nah saya tidak tahu karena pada saat akan membentuk saya berdiskusi dengan PPK, kemudian ya udah langsung ada aja gitu," jawab Mirza.
"Siapa saja tim bayangan itu tadi ?" tanya jaksa.
"Gandi Situmorang," jawab Mirza.
"Roy Mardius ya? Itu siapa itu? Orang-orang siapa itu Gandi?" tanya jaksa.
"Saya tidak kenal sih. Pada saat itu saya tidak kenal," jawab Mirza.
"Tapi orang Bakti-nya juga ada?" tanya jaksa.
"Orang Bakti tidak ada. Jadi memang tenaga ahli konsultan," jawab Mirza.
Sebagai informasi, Feriandi Mirza dihadirkan sebagai saksi bersama Kepala Sub Direktorat Monitoring dan Evaluasi Telekomunikasi Khusus dan Jaringan Telekomunikasi Kominfo, Indra Apriadi, Kepala Biro Perencanaan Kominfo, Arifin Saleh Lubis serta Auditor Utama pada Inspektrur Jenderal (Irjen) Kominfo, Doddy Setiadi. Mereka dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi untuk terdakwa Irwan Hermawan, Mukti Ali dan Galumbang Menak di kasus korupsi proyek BTS.
Buat Grup WA
Mirza juga mengatakan, Achmad Latif membuat grup WhatsApp 'The A Team' untuk membahas persyaratan lelang proyek BTS.
"Dalam pelaksanaannya, Saudara ada juga membentuk grup WA, ya?" tanya jaksa dalam persidangan.
"Bukan saya yang membentuk. Saya salah satu member di grup," jawab Mirza.
"Masih ingat apa grup itu ?" tanya jaksa.
"Grup WA namanya 'The A Team'," jawab Mirza.
Mirza mengatakan member grup itu ialah struktur bakti dan pokja Kominfo. Dia menyebutkan grup WA 'The A Team' membahas tentang persyaratan lelang proyek BTS.
"Apa saja yang pernah dibahas dalam grup itu ?" tanya jaksa.
"Ya seluruh proses, termasuk persyaratan-persyaratan lelang," jawab Morza.
"Masih ingat apa saja persyaratan lelang yang dimasukkan ke grup WA ?" tanya jaksa.
"Ada beberapa persyaratan peserta ya, peserta lelang. Tapi mungkin yang paling diputuskan oleh Pak Anang yang disampaikan di grup tersebut adalah terkait tadi, bahwa yang seperti sudah saya sampaikan juga di awal, bahwa peserta lelang ini berbentuk konsorsium, minimal 2 badan usaha atau 2 perusahaan, salah satunya adalah pemilik teknologi BTS," jawab Mirza.
Mirza mengaku tak mengetahui adanya grup WhatsApp bernama 'Golf Ranger'. Dia menjelaskan grup WhatsApp 'The A Team' dibuat untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan program BTS.
"Saudara pernah dengar nggak ada grup 'Golf Ranger' ? tanya jaksa.
"Tidak pernah dengar," jawab Mirza.
"Tidak pernah, tapi tadi yang disampaikan rekan kami terkait grup 'The A Team' pernah ?" tanya jaksa.
"Karena saya ada di dalamnya," jawab Mirza.
"Masuk sebagai apa Saudara ?" tanya jaksa.
"Sebagai Kepala Divisi Lastmile sebagai pemilik program," jawab Mirza.
"Tujuannya apa sih ?" tanya jaksa.
"Tujuan grup itu ya, untuk koordinasi, perencanaan, dan pelaksanaan program pembangunan BTS," jawab Mirza.
Dia mengatakan persyaratan peserta lelang akan disampaikan Anang ke grup WA 'The A Team' tersebut. Dia mengaku tak tahu alasan Anang menyampaikan persyaratan lelang melalui grup WA.
"Apakah ada kaitannya terkait dengan untuk persyaratan khusus yang tadi disebutkan oleh owner teknologi itu ya?" tanya jaksa.
"Yang saya ingat seluruh persyaratan-persyaratan tadi itu langsung disampaikan Pak Anang berupa keputusan, jadi ini saya putuskan a, b, c, d, 1, 2, 3, 4 persyaratannya seperti itu di dalam grup 'The A Team' tadi," jawab Mirza.
"Kenapa nggak disampaikan aja di umum tanpa harus membuat grup?" tanya jaksa.
"Saya tidak tahu kalau itu, itu media komunikasi yang memang dibuat oleh Pak Anang. Saya nggak tahu aktual yang membuatnya persis ya, tapi memang yang disiapkan," jawab Mirza.
"Karena ada tim pokja juga yang masuk di dalam ?" tanya jaksa.
"Di dalamnya, iya, ada," jawab Mirza.
Ragu-Ragu
Sebelumnya, mantan anak buah Johnny G Plate tampak ragu-ragu ketika duduk di kursi saksi dalam persidangan lanjutan perkara korupsi proyek pembangunan base transceiver station (BTS) 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Alhasil, ketua majelis hakim sampai jadi 'beking' bagi saksi.
Peristiwa itu terjadi pada Selasa (1/8), saat persidangan menghadirkan Arifin Saleh Lubis sebagai saksi. Arifin, yang menjabat Kepala Biro Perencanaan Kominfo, duduk di kursi saksi menghadap majelis hakim, sedangkan di sisi kanannya ada mantan bosnya di Kominfo, yaitu Johnny G Plate, yang saat ini menjadi terdakwa perkara itu.
Duduk bersama Plate adalah Anang Achmad Latif selaku mantan Direktur Utama Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi (Dirut Bakti) serta Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) bernama Yohan Suryanto. Ketiganya berstatus sama: terdakwa perkara korupsi.
Nah, momentum dimulai ketika Plate mendapatkan giliran mengajukan pertanyaan ke Arifin. Mulanya Plate bertanya soal rapat-rapat rencana program dan anggaran di Kominfo.
Lalu pertanyaan menjurus soal ada tidaknya intervensi Plate selaku Menkominfo saat itu. Di momen ini, Arifin terdiam.
"Apakah pada saat pembahasan program dan rapat-rapat internal di Kominfo ada intervensi dari menteri?" tanya Plate.
"Apakah ada?" tanya Plate lagi.
Namun Arifin masih terdiam. Ketua majelis hakim Fahzal Hendri pun mengambil alih.
"Jawab, Pak, ada intervensi dari menteri?" tanya Fahzal, yang dijawab 'tidak ada' oleh Arifin.
Tiba-tiba Plate menimpali. Dia meminta Arifin buka-bukaan.
"Jangan ragu dan jangan main-main dengan ini," timpal Plate.
Hakim Fahzal lagi-lagi mengambil alih. Dia meminta Arifin tidak lagi sungkan terhadap Plate.
"Saudara jawab. Jangan takut. Ini bukan menteri lagi, begitu lho, Pak," kata hakim.
Hakim juga menegur Plate. Dia menegaskan majelis hakim tidak akan terpengaruh apa pun.
"Dari awal persidangan, saya bilang sama Saudara (Plate), kami berusaha lurus di tengah Pak. Jadi Saudara bilang kami terpengaruh dengan keterangan saksi, nggak akan kami melihat keterangan saksi benar apa tidak. Nanti akan kami pertimbangkan menjadi fakta-fakta hukum yang benar bersesuaian antara keterangan satu dengan keterangan yang lain. Jadi jangan Saudara salah menduga siapa kami ini, kami bukan dipesan seseorang, bukan. Hakim ini kami menjalankan tugas negara, ingat Saudara itu," ujar hakim panjang lebar.
Mendengar itu, Plate melunak. "Terima kasih, Yang Mulia. Kami menyadari sepenuhnya itu, tapi kami juga tahu sidang ini sidang terbuka yang ditonton langsung masyarakat," ucap Plate.
"Saudara jangan yang mengalihkan isu ke arah yang lain, itu yang saya bilang," jawab hakim lagi.
Dalam perkara ini, Plate didakwa bersama-sama melakukan korupsi pembangunan BTS 4G yang membuat negara rugi sampai Rp 8 triliun. Jaksa menduga Plate sudah kongkalikong dengan sejumlah pihak sedari perencanaan proyek. Selain merugikan negara, jaksa menyebutkan, Plate menikmati aliran uang dan sejumlah fasilitas terkait perkara itu. (detikcom/d)