Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 01 Juni 2025

Ketua DPD RI : Sistem Demokrasi Pancasila, Tidak Berarti Kembali ke Era Orde Baru

Redaksi - Jumat, 25 Agustus 2023 10:25 WIB
226 view
Ketua DPD RI : Sistem Demokrasi Pancasila, Tidak Berarti Kembali ke Era Orde Baru
Foto: Ist/harianSIB.com
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
Jakarta (SIB)
Anggapan bahwa kembali menerapkan Sistem Demokrasi Pancasila, sama artinya dengan kembali ke Era Orde Baru, dibantah Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
Menurutnya, azas dan sistem yang dirumuskan para pendiri bangsa tersebut, belum pernah diterapkan secara utuh dan benar, baik di Era Orde Lama, maupun di Era Orde Baru.
Justru yang terjadi di Era Orde Baru adalah praktik penyimpangan dari azas dan sistem bernegara itu.
“Karenanya, agar tidak mengulang praktik penyimpangan terhadap sistem tersebut, seperti terjadi di masa lalu, diperlukan penyempurnaan dan penguatan Sistem Demokrasi Pancasila, melalui teknik addendum amandemen konstitusi,” ujar LaNyalla dalam siaran persnya yang disampaikan kepada wartawan, Kamis (24/8).
Dikatakan LaNyalla, soal penguatan sistem demokrasi Indonesia telah disampaikan di berbagai kesempatan, termasuk dalam forum kenegaraan, pada pidato Sidang Bersama MPR RI, tanggal 16 Agustus lalu.
DPD RI secara khusus menawarkan proposal kenegaraan dengan konsep dan naskah akademik.
Penyempurnaan dan penguatan sistem tersebut meliputi 5 hal pokok.
Pertama, mengembalikan MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang berkecukupan, yang menampung semua elemen bangsa dan menjadi penjelmaan rakyat sebagai pemilik kedaulatan.
Kedua, membuka peluang adanya anggota DPR RI yang berasal dari peserta Pemilu unsur perseorangan atau non-partisan, selain dari anggota partai politik.
Hal ini sebagai bagian dari upaya untuk memastikan bahwa proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR bersama Presiden, tidak didominasi oleh keterwakilan kelompok partai politik saja.
Ketiga yaitu memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme pengisian dari bawah. Bukan penunjukan oleh Presiden seperti yang terjadi pada era Orde Baru.
“Dengan komposisi Utusan Daerah yang mengacu kepada kesejarahan wilayah yang berbasis kepada negara-negara lama dan bangsa-bangsa lama yang ada di Nusantara, yaitu para Raja dan Sultan Nusantara, serta suku dan penduduk asli Nusantara.
Sedangkan Utusan Golongan diisi oleh organisasi sosial masyarakat dan organisasi profesi yang memiliki kesejarahan dan bobot kontribusi bagi kemajuan ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan agama bagi Indonesia.
Dikatakan, memberikan kewenangan kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan untuk memberikan pendapat terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk DPR bersama Presiden sebagai bagian dari keterlibatan publik yang utuh.
Keempat, memberikan kewenangan kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan untuk memberikan pendapat terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk DPR bersama Presiden sebagai bagian dari keterlibatan publik yang utuh.
Kelima, menempatkan secara tepat, tugas, peran dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk di era reformasi, sebagai bagian dari kebutuhan sistem dan struktur ketatanegaraan.
Dengan demikian, kita sebagai bangsa telah kembali kepada Pancasila secara utuh, sekaligus bangsa ini akan kembali terajut dalam tekad bersama di dalam semangat Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah dan Keadilan Sosial.
Menurut LaNyalla, itulah jawaban dari penguatan sistem demokrasi Indonesia, yaitu mengembalikan sebuah sistem yang mampu mewadahi atau menjadi wadah yang utuh bagi semua elemen bangsa, sehingga benar-benar terwujud menjadi penjelmaan seluruh rakyat.
Makanya, hakikat kedaulatan rakyat benar-benar memiliki tolok ukur yang jelas di dalam ketatanegaraan kita Indonesia. (H1/c)


Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru