Jakarta (SIB)
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rycko Amelza Dahniel mengatakan pihaknya memonitor ada 300 WNI terpapar terorisme di Suriah. Sementara itu ada 9 WNI teroris di Afghanistan dan 8 WNI teroris di Filipina.
"Jumlahnya bervariasi, kurang lebih 300an di Suriah, itu yang terdata lho, yang termonitor sama kita. 9 orang di Afghanistan dan 8 orang di Filipina," kata Rycko kepada wartawan di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (8/9).
Dia mengatakan pemerintah berupaya merepatriasi WNI yang berstatus teroris asing atau foreign terrorist fighters (FTF) di ketiga negara.
"Nah kita mulai akan melakukan pendataan karena ini juga mandat dari PBB ya, dari UNOCT (United Nations Office of Counter-Terrorism), supaya semua negara-negara dalam rangka menghilangkan kelompok-kelompok teroris. Bahasa mereka (PBB-red) bukan kelompok terroris, tapi warga negara yang berada di wilayah konflik, conflict zone ya. Mereka akan melakukan pendataan dari UNICEF melakukan pendataan dengan UNCRC (UN Convention on the Rights of the Child)," jelas Rycko.
Rycko menuturkan pemerintah sudah mempertimbangkan kemungkinan repatriasi anak-anak usia 10 tahun ke bawah, yang akan terpisah dengan ibunya. WNI yang direpatriasi akan ditempatkan di kedutaan besar RI masing-masing negara konflik.
"Warga negara ini akan ditempatkan di masing-masing kedutaan untuk dilakukan pemulangan. Warga negara itu setelah kembali ke negaranya, dilakukan proses treatment deradikalisasi. Kita sudah sampai situ, tapi sampai sejauh ini pemerintah saat ini, kebijakan pemerintah sampai saat ini kita hanya melakukan repatriasi terhadap anak-anak yang berumur 10 tahun ke bawah," jelas Rycko.
Dia mengatakan program deradikalisasi harus dipersiapkan dengan matang untuk para WNI teroris kombatan. Dia mengatakan pelaksanaan deradikalisasi bukan hanya terkait kesehatan fisik, melainkan wawasan kebangsaan hingga keagamaan.
"Kita perlu mempersiapkan program yang matang untuk melakukan deradikalisasi, yang disebut treatment program itu mulai tempatnya di mana, siapa yang melakukan treatment itu, kemudian apa programnya, program wawasan kebangsaannya, program keagamaannya, masalah kesehatannya. Ini kesehatan bukan hanya masalah fisik lho," terang Rycko.
"Bagaimana mengubah cara berfikirnya, karena mereka datang ke sana (untuk jadi teroris kombatan -red) atas keinginan sendiri ya, kemudian bergabung dengan suatu kelompok terorisme dan kehidupan budaya hari-hari di sana dengan seperti itu. Kemudian tidak mudah untuk merubah mindset, merubah perilaku mereka dalam sekejap. Makanya program itu harus matang betul," pungkas Rycko.
Kelompok Radikal di BUMN
Rycko juga menduga kemungkinan masih ada jaringan kelompok radikal di instansi badan usaha milik negara (BUMN). Hal itu disampaikan Rycko saat menanggapi pernyataan Komisaris Utama PT KAI Said Aqil Sirajd soal benih-benih virus radikalisme ada hampir di seluruh BUMN.
"Ya, bukan masih banyak, masih dimungkinkan masih ada jaringannya. Jaringan radikal ya udah pasti ya," kata Rycko.
Oleh sebab itu, Rycko mengatakan tugas BNPT adalah melanjutkan peningkatan asesmen pada pegawai BUMN yang dinilai berisiko tinggi terpapar radikalisme dan terorisme. Rycko mengakui selama ini pihaknya hanya melakukan asesmen terhadap pegawai BUMN ini level atas.
"Oleh karena itu, tugas daripada BNPT saat ini adalah melanjutkan peningkatan assessment kepada petugas-petugas daripada pegawai BUMN ini yang memiliki tingkat resiko yang tinggi," jelas Rycko.
"Selama ini, asesmen yang dilakukan oleh BNPT hanya untuk eselon-eselon satu dan dua, calon-calon deputi, calon direktur. Belum menyentuh sampai ke bawah tadi," imbuhnya.
Rycko menambahkan kendala BNPT dalam mengasesmen adalah keterbatasan jumlah petugas yang tersertifikasi. "Di satu sisi juga memang jumlah petugas assessment dari BNPT yang memiliki sertifikasi itu terbatas, ada 15 orang untuk melakukan assessment terhadap 961 objek vital dengan sekian ribu mungkin ya yang akan kita edukasi. Petugas-petugas yang memiliki resiko tinggi tadi," ujarnya.
Dia mengatakan BNPT akan membagi asesemen menjadi empat kategori. Kategorinya yakni toleran, intoleran pasif, intoleran aktif, dan terpapar.
Lebih lanjut, Ryco mengatakan jumlah 15 petugas asesmen itu sudah ideal menurut struktur organisasi BNPT. Meski begitu, dia menuturkan pihaknya bakal mengusulkan pengembangan organisasi BNPT sesuai UU No 5 Tahun 2018.
"Jadi kalau menurut struktur organisasi BNPT saat ini itu sudah ideal 15 itu, oleh karena itu kami sedang mengusulkan ini, mengusulkan pengembangan organisasi BNPT sesuai dengan amanat Undang-Undang yang baru UU Nomor 5 tahun 2018," ucapnya.
Sebelumnya Said Aqil Siroj menyatakannya benih-benih virus radikalisme tidak hanya terjadi di PT KAI tapi hampir di seluruh BUMN. Said Aqil menyebut perusahaan milik BUMN seperti Telkom, PLN hingga Kementerian Keuangan.
"Bukan hanya KAI, semua BUMN ada benih-benih virus radikalisme. Itu semua ada. Di PLN, Telkom, Pertamina di Departemen Keuangan. Banyak sekali. Di KAI juga ternyata ada," ungkap Said di Banyuwangi, Selasa (15/8).
Said menambahkan bahwa di Indonesia radikalisme ada di mana-mana dengan menyusup ke hampir semua lini. Mewakili PT KAI Said berharap ada upaya pendalaman untuk menemukan jaringan radikalisme di BUMN lainnya.
"Ternyata radikalisme terorisme ada dimana mana, dan sampai hari ini masih ada masih merupakan ancaman kita semua yang jelas asing bagi karakter bangsa kita yang jelas virus radikalisme datang dari luar," ungkap Said Aqil.
"Dan ini harus ditangkal mulai dari benihnya sebagai pintu masuk yang harus kita tangkal dan menutup ruangnya. Benih itu, diantaranya adalah 'gerakan salafisme-wahabisme'. Gerakan ini merupakan cikal bakal lahirnya radikalisme agama hingga pintu masuknya terorisme," tambah dia. (detikcom/c)