Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 30 Juni 2025
Silatnas ICMI di Makassar

Indonesia Masih Gunakan Sistem Feodal

* Jimly: Banyak Sekali Masalah di MK
Redaksi - Senin, 06 November 2023 10:28 WIB
363 view
Indonesia Masih Gunakan Sistem Feodal
Foto: Dok. Istimewa
Ketua Dewan Penasihat ICMI Jimly Asshiddiqie. 
Makassar (SIB)
Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddiqie menyinggung politik dinasti yang ramai dibicarakan menjelang Pilpres 2024. Dia menyinggung Indonesia yang menganut sistem republik tapi masih menggunakan sistem feodal.

Hal itu disampaikan Jimly di hadapan peserta Silaturahmi Kerja Nasional (Silatnas) ICMI dan Menteri Pertahanan yang juga calon presiden, Prabowo Subianto di Makassar, Sulawesi, Sabtu (4/11).

"Itu Inggris bentuk kerajaan negaranya tapi perilaku politiknya republik, nah, saya bilang kalian ini bagian dari kerajaan tapi perilakunya republik sehingga mudah bagi anda berubah jadi republik. Indonesia tidak begitu saya bilang, Indonesia itu republik tapi kelakuannya kerajaan," kata Jimly.

Sebagai orang berintelektual, kata Jimly, harusnya melihat secara objektif sebagai fenomena.

"Itu menjelaskan semua partai mengalami pembiruan darah, bukan cuma satu semuanya. Jadi kita tidak menyalahkan partai a, partai b, tidak bisa. Tapi kita harus melihat sebagai fenomena yang harus dicarikan solusinya jangka panjangnya. Bukan saling menyalahkan," ungkapnya.

"Ini semua feodal, ini lalu bicara dinasti, nah ini dinasti semua. Tidak usah saya sebut partainya, kalian sudah paham," sambungnya.

Seharusnya, kata Jimly, kita harus punya komitmen untuk membangun peradaban bangsa, melalukan modernisasi, termasuk modernisasi budaya politik. Ini persoalan serius.

"Kalau budaya politik kita sudah dewasa sudah modern. Contoh Obama kampanye untuk Hilary, kalah artinya presiden yang sudah menjabat tidak berpengaruh lagi. Karena budaya feodalnya sudah tidak berpengaruh yang kedua institusi politiknya sudah kuat. Nah, kita ini budaya politiknya masih feodal, institusinya masih lemah, masih tergantung figur ini problem kita," jelasnya.

Saat ini, lanjut Jimly persoalan yang dihadapi adalah perbaikan kualitas institusi berbangsa dan bernegara harus dibenahi.

"Inilah konflik kepentingan institusi ini menjadi sumber suburnya tindakan penyalahgunaan kekuasaan yaitu korupsi. Jadi tantangan bagi kita memberi dukungan pada capres sambil kita memberi masukan. Mudah mudahan beliau-beliau ini ketika menjadi presiden, ini memikirkan kepentingan penataan kembali jangka panjang. Bukan saling berebutan untuk menikmati, bukan berebutan sharing dengan tangan di atas. Mudah-mudahan tokoh seperti Pak Prabowo ini bukan untuk menikmati tapi caring dan sharing," pungkasnya.

Prabowo Subianto saat ini menjadi sorotan karena dinilai telah melanggengkan dinasti politik Jokowi dengan menggandeng Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pendampingnya.

Prabowo menyebut politik dinasti merupakan suatu hal yang wajar dan terjadi di sejumlah parpol termasuk PDIP. Pernyataan itu Prabowo sampaikan usai menghadiri acara deklarasi arah koalisi Pilpres PSI di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Selasa (24/10).

"Kalau kita jujur, Anda lihat semua partai termasuk PDIP ada dinasti politik dan itu tidak negatif," kata Prabowo.

Prabowo mengakui bahwa dirinya juga bagian dari politik dinasti karena putra dari Sumitro Djojohadikusumo dan cucu dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo.

Namun demikian, Ketua Umum Partai Gerindra itu menegaskan bahwa dinasti keluarganya ingin mengabdi kepada rakyat dan negara Indonesia.

Adapun Sumitro Djojohadikusumo merupakan menteri di era Orde Baru sementara Raden Mas Margono Djojohadikusumo adalah pendiri Bank BNI. Pernah pula menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung Sementara.

"Pengertian dinasti politik adalah keluarga yang patriotik, keluarga yang ingin berbakti pada negara dan bangsa, salahnya apa? jangan dipolitisasi, ya kan," ujar Prabowo.


Banyak Masalah
Jimly Asshiddiqie juga mengungkap ada banyak masalah di tubuh MK.

Jimly mengatakan masalah itu ditemukan usai MKMK memeriksa sembilan hakim konstitusi terkait laporan dugaan pelanggaran etik di balik putusan syarat capres-cawapres.

Ia menyebut banyak prinsip dasar MK yang tak lagi dijalankan oleh para hakim konstitusi.

"Setelah kami periksa itu, ya Allah banyak sekali masalah, gitu loh. Karena saya selama 20 tahun yang lalu jadi ketua (MK), itu kan meninggalkan hal-hal yang baik. Sebagian itu enggak diteruskan," kata Jimly pada Silaknas ICMI itu.

Meski begitu, Jimly mengaku tak bisa mengungkap detail masalah-masalah itu ke publik. Menurutnya, hakim tidak boleh berbicara mengenai perkara yang sedang ditangani.

Jimly menyatakan akan mengungkap hal itu dalam putusan MKMK pada 7 November mendatang.

Ia mempersilakan para cendekiawan untuk melihat pendapatnya di lembar putusan MKMK kelak.

"Kita fokus saja ke soal kode etik. Nanti saya akan silakan dibaca di putusan," ujarnya.

Saat ini MKMK tengah mengusut etik para hakim, termasuk Ketua MK Anwar Usman terkait putusan syarat batas usia capres-cawapres.

Laporan pelanggaran kode etik Anwar Usman dkk ini bermula ketika para hakim MK menangani perkara soal uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) soal batas usia Capres Cawapres.

MK mengabulkan gugatan soal syarat batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden. MK menyatakan seseorang bisa mendaftar capres-cawapres jika berusia minimal 40 tahun atau sudah pernah menduduki jabatan publik karena terpilih melalui pemilu.

MKMK akan membacakan putusan dugaan pelanggaran etik di balik putusan syarat capres-cawapres pada Selasa (7/11).

Hal itu bertalian dengan penyerahan capres dan cawapres pengganti di Komisi Pemilihan Umum (KPU) berakhir pada 8 November 2023. (CNNI)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru