Jakarta (SIB)
Advokat Muda Pengawal Konstitusi melaporkan tiga anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) ke Dewan Etik Mahkamah Konstitusi. Laporan itu terkait putusan sidang etik yang memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.
"Kami Advokat Muda Pengawal Konstitusi merasa perlu mengadukan ke kode etik Mahkamah Konstitusi dikarenakan atas putusan MKMK tersebut secara nyata telah melanggar dan bertentangan dengan Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK," kata perwakilan Advokat Muda Pengawal Konstitusi, Rahmansyah, di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (10/11).
Rahmansyah menilai, seharusnya Anwar Usman diberhentikan secara tidak hormat sebagai Ketua MK. Sebab, kata dia, sesuai peraturan MK, hanya ada tiga hukuman yang dapat diberikan, yakni teguran lisan, teguran tertulis, dan pemberhentian secara tidak hormat. "Putusan ini diberhentikan secara hormat, sehingga dengan putusan tersebut nyatanya tak diatur dalam Pasal 41 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023," paparnya.
Dia pun merasa keputusan pemberhentian secara hormat itu tidak sesuai dengan peraturan. Maka, dia menilai tiga anggota MKMK telah melanggar kode etik. "Iya, dari pengamatan kami selaku Advokat Muda Pengawal Konstitusi bahwa penerapan putusan itu sangat tidak sinkron dalam aturan yang kami ketahui. Harusnya diberhentikan secara tidak hormat," jelas dia.
Dilaporkan
Sementara itu, Pendekar Hukum Konstitusi (PHK) juga melaporkan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie ke Dewan Etik MK. PHK menilai, Jimly melanggar kode etik lantaran menyatakan Anwar Usman bersalah sebelum putusan perkara dibacakan. "Ada beberapa statement dari Ketua MKMK pada saat sebelum adanya pembacaan keputusan, menyatakan bahwa terlalu dini menyebut si terlapor Anwar Usman bersalah, padahal belum ada putusan, artinya kita harus hargai juga karena belum ada bukti dan alasan yang cukup telah menjatuhkan putusan bersalah terhadap hakim terlapor Anwar Usman, ini kan artinya melanggar prinsip asas praduga tak bersalah," kata Koordinator PHK, Subadria Nuka di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (10/11).
"Di media Ketua MKMK menyebutkan bahwa 'Setelah kami memanggil semua hakim teradu, terlapor, kami nyatakan bersalah', ini kan suatu pengiringan opini publik, tidak boleh," lanjut dia.
Subadria menilai, jika Jimly melanggar pasal 4 huruf c peraturan Dewan Etik Hakim Konstitusi tentang mekanisme kerja dan tata cara pemeriksaan laporan dan informasi. Seharusnya, kata dia, sebagai seorang hakim tidak boleh mengeluarkan pernyataan sebelum adanya putusan. "Mengeluarkan pendapat atau pernyataan di luar persidangan atau di suatu perkara yang ditanganinya mendahului keputusannya, itu jelas ada di pernyataan beliau di media, menyebutkan membuat kesimpulan usai pemeriksaan semua hakim MK, padahal itu belum ada putusan," jelas dia.
Dia meminta kepada Dewan Etik Hakim Konstitusi untuk memberhentikan Jimly sebagai Ketua MKMK. Jimly dianggap telah menggiring opini. "Kami meminta kepada Dewan Etik Hakim agar kiranya memberhentikan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie atau setidaknya menghukum karena telah melanggar kode etik majelis kehormatan konstitusi," tuturnya.
"Adanya perbuatan dari Ketua MKMK membuat statement menggiring opini orang, ini belum ditentukan bersalah tapi sudah dinyatakan bersalah," imbuh dia.
Sebelumnya, Anwar Usman dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK. Dia dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat. Putusan tersebut terkait laporan dari Denny Indrayana, PEREKAT Nusantara, TPDI, TAPP, Perhimpunan Pemuda Madani, PBHI, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, LBH Barisan Relawan Jalan Perubahan, para guru besar dan pengajar hukum yang tergabung dalam Constitutional Administrative Law Society (CALS), Advokat Pengawal Konstitusi, LBH Yusuf, Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak, KIPP, Tumpak Nainggolan, BEM Unusia, Alamsyah Hanafiah, dan PADI. "Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan," ujar Jimly saat membacakan putusan, Selasa (7/11).
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," sambungnya.(detikcom)