Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 30 Juni 2025
Rumah Sakit Indonesia di Gaza Berhenti Beroperasi

Israel-Hamas Diam-diam Negosiasi soal Gencatan Senjata

Redaksi - Sabtu, 18 November 2023 08:53 WIB
272 view
Israel-Hamas Diam-diam Negosiasi soal Gencatan Senjata
(AFP/OREN ZIV)
Proses pembebasan dua sandera Hamas usai dimediasi Qatar beberapa waktu lalu. 
Gaza City (SIB)
Rumah Sakit (RS) Indonesia di Jalur Gaza benar-benar telah berhenti beroperasi karena kurangnya pasokan dan banyaknya pasien, saat perang terus berkecamuk antara Israel dan Hamas. RS Indonesia yang terletak di wilayah utara Jalur Gaza ini, dilaporkan kewalahan menangani banyaknya korban luka akibat perang. Seperti dilansir Al Arabiya dan Al Jazeera, Jumat (17/11), situasi terkini di RS Indonesia itu diungkap oleh koresponden Al Arabiya di lapangan dan Direktur RS Indonesia Atef al-Kahlout.
Rekaman video dari rumah sakit yang terletak di Beit Lahiya itu menunjukkan warga Palestina yang mengalami luka-luka berbaris di lorong-lorong fasilitas medis dan berbaring di tengah genangan darah. Al-Kahlout menuturkan bahwa sedikitnya 45 pasien di RS Indonesia membutuhkan 'intervensi bedah segera'. "Kami tidak bisa menawarkan layanan apa pun lagi... kami tidak bisa menawarkan tempat tidur apa pun kepada para pasien," tutur al-Kahlout saat berbicara kepada Al Jazeera, Kamis (16/11) waktu setempat.
Sementara RS Indonesia memiliki kapasitas untuk 140 pasien, al-Kahlout mengatakan bahwa sekira 500 pasien saat ini berada di dalam rumah sakit tersebut. Dia bahkan menyatakan dirinya meminta ambulans untuk tidak membawa lebih banyak orang-orang yang terluka ke rumah sakit itu karena kurangnya kapasitas.
Dituturkan al-Kahlout bahwa departemen-departemen yang ada di RS Indonesia tidak bisa melaksanakan tugas-tugas mereka. Para tenaga kesehatan di rumah sakit itu menyebut adanya kekurangan pasokan yang parah. "Kami tidak memiliki tempat tidur," ucap salah satu tenaga kesehatan RS Indonesia saat mendampingi koresponden Al Jazeera berkeliling gedung rumah sakit.
"Orang ini membutuhkan unit perawatan intensif," tukasnya, sembari menunjuk ke seorang pemuda yang terletak di lantai saat ditangani oleh seorang perawat. "Dan di sini," ujar tenaga kesehatan itu sambil menunjuk seorang pasien yang kakinya diamputasi, "Kami tidak mempunyai obat". "Kami menerima orang-orang yang terluka dari Wadi Gaza hingga Beit Hanoon. Beberapa dari mereka telah berada di sini selama 10 hari," sebutnya.
Nyaris 30.000 orang mengalami luka-luka sejak Israel melakukan pengeboman besar-besaran terhadap Jalur Gaza pada 7 Oktober lalu, setelah Hamas melancarkan serangan mengejutkan terhadap wilayah Israel bagian selatan yang dilaporkan menewaskan sekitar 1.200 orang.
Rentetan serangan Israel di Jalur Gaza selama lebih dari sebulan terakhir dilaporkan telah menewaskan lebih dari 11.400 orang, termasuk lebih dari 4.600 anak. Israel juga sangat membatasi pasokan air, makanan, listrik dan bahan bakar. Badan-badan bantuan kemanusiaan memperingatkan adanya bencana kemanusiaan di daerah kantong Palestina tersebut.
Seorang pejabat Hamas mengatakan pada Selasa (14/11) waktu setempat bahwa pengeboman dan operasi darat Israel terhadap Jalur Gaza telah membuat 25 rumah sakit, dari total 35 rumah sakit, tidak bisa beroperasi secara layak.



Diam-diam Negosiasi
Israel dan Hamas diyakini sedang menjajaki negosiasi untuk gencatan senjata di Jalur Gaza dan pembebasan ratusan orang yang masih disandera milisi Palestina itu sejak 7 Oktober lalu. Menurut sumber Reuters dan Axios, Hamas dan Israel berunding soal kemungkinan tiga hari gencatan senjata dengan imbalan pembebasan beberapa sandera.
Qatar disebut menjadi mediator negosiasi kedua belah pihak. Menurut sumber Reuters dan Axios, Amerika Serikat, sekutu dekat Israel, juga terlibat dengan negosiasi kesepakatan ini. Beberapa kesepakatan yang dinegosiasikan antara lain pembebasan sekira 50 sandera Hamas di Gaza. Hamas juga dituntut membeberkan daftar lengkap sisa warga sipil yang menjadi sandera mereka di Gaza.
Selain itu, Israel juga diminta membebaskan sejumlah perempuan dan anak-anak Palestina yang ditahan di penjara. Namun, belum diketahui berapa orang yang akan dibebaskan. Israel juga diharuskan membuka akses dan menyalurkan bantuan kemanusiaan yang lebih banyak lagi ke Gaza.
Qatar merupakan negara yang memiliki hubungan langsung dengan Israel dan Hamas. Hamas sendiri memiliki kantor politik yang berbasis di Qatar. Sejak perang Israel dan Hamas pecah 7 Oktober lalu, Qatar memang sudah berupaya memfasilitasi perundingan gencatan senjata.
Upaya mediasi Qatar sejauh ini telah menghasilkan pembebasan empat dari 240 sandera Hamas. Dilansir dari laporan Al Jazeera, Jumat (17/11), sejauh ini belum ada konfirmasi resmi terkait kemungkinan negosiasi ini. Kementerian Luar Negeri Qatar juga menolak mengomentari laporan perundingan ini.
Pejabat Israel juga tidak segera menjawab permintaan konfirmasi soal laporan Reuters dan Axios ini. Namun, Israel sempat menyebutkan soal negosiasi pembebasan sandera meski menolak menjelaskan lebih detail perkara ini. Meski demikian, pejabat yang terlibat dalam perundingan tersebut mengatakan bahwa Israel belum menyetujui ketentuan perjanjian tersebut dan masih merundingkan rinciannya.
Anggota biro politik Hamas, Izzat El Rashq, juga tidak secara langsung mengkonfirmasi kesepakatan yang sedang dibahas ini ketika ditanya oleh Reuters. Belum ada komentar langsung dari kantor politik Hamas di Doha. Sementara itu, pada awal pekan ini, sayap bersenjata Hamas, Brigade Al Qassam, mengatakan mereka telah memberi tahu kepada negosiator di Qatar bahwa pihaknya bersedia melepaskan hingga 70 wanita dan anak-anak dengan imbalan gencatan senjata selama lima hari. (**)


Baca Juga:


Baca Juga:
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru