Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 11 Agustus 2025
Puncak Peringatan Hakordia 2023

Jokowi: Korupsi Makin Canggih, Perlu Dievaluasi

* KPK Berharap Jokowi Pimpin Pemberantasan Korupsi di RI
Redaksi - Rabu, 13 Desember 2023 09:05 WIB
328 view
Jokowi: Korupsi Makin Canggih, Perlu Dievaluasi
(Foto: BPMI Setpres/Rusman)
PUKUL DRUM: Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kanan), Seskab Pramono Anung (kiri), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nawawi Pomolango (2 kiri), Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (2 kanan) memukul drum
Jakarta (SIB)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap banyaknya temuan kasus korupsi di Indonesia dibanding negara lain. Jokowi mencatat ada 1.385 yang terdiri atas pejabat negara, swasta, hingga birokrat yang dipenjarakan dari periode 2004-2022 karena tersandung kasus korupsi. Jokowi memaparkan rinci angka pejabat negara, swasta, dan birokrat yang telah dipenjarakan karena terjerat kasus korupsi.
"Catatan saya, 2004-2022 yang dipenjarakan karena tindak pidana korupsi ada 344 pimpinan dan anggota DPR dan DPRD. Itu termasuk ketua DPR dan juga ketua DPRD, ada 38 menteri dan kepala lembaga, ada 24 gubernur, dan 162 bupati dan wali kota," kata Jokowi saat memberikan sambutan pada acara puncak Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023 di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (12/12).
"Ada 31 hakim, termasuk hakim konstitusi ada 8 komisioner, di antara KPU, KPPU, dan KY, dan juga ada 415 dari swasta dan 363 dari birokrat terlalu banyak," lanjut Jokowi.
Jokowi mengatakan, tidak ada negara lain yang memenjarakan pejabatnya sebanyak Indonesia. Jokowi merasa ironi kasus korupsi masih banyak ditemukan hingga saat ini.
"Banyak sekali, sekali lagi carikan negara lain yang memenjarakan sebanyak di Indonesia. Dengan begitu banyaknya orang pejabat yang dipenjarakan apakah korupsi bisa berhenti? Berkurang? Ternyata sampai sekarang pun masih kita temukan banyak kasus korupsi," ujarnya.
Jokowi mengatakan perlu evaluasi total terkait hal ini. Jokowi setuju dengan adanya program pendidikan, pencegahan, hingga penindakan yang dicanangkan KPK, tapi perlu ada sesuatu yang harus dievaluasi.
"Artinya ini kita perlu mengevaluasi total saya setuju apa yang disampaikan ketua KPK pendidikan pencegahan penindakan ya, tapi ini ada sesuatu yang memang harus di evaluasi total," ujarnya.



RUU Perampasan Aset
Selain evaluasi, Jokowi meminta agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset segera diselesaikan. Jokowi menilai UU Perampasan Aset bisa memberikan efek jera kepada koruptor.
"Mengenai penguatan regulasi di level UU, ini juga diperlukan, apa? Menurut saya, UU Perampasan Aset Tindak Pidana ini penting segera diselesaikan. Karena ini adalah sebuah mekanisme untuk pengembalian kerugian negara dan bisa memberikan efek jera," kata Jokowi.
Jokowi berharap pemerintah dan DPR terus menggodok RUU Perampasan Aset sehingga, lanjutnya, RUU tersebut bisa segera diundangkan."Saya harap pemerintah dan DPR bisa segera membahas, dan menyelesaikan UU Perampasan Aset Tindak Pidana ini," ucapnya.
Selain RUU Perampasan Aset, Jokowi mendorong UU Pembatasan. Hal ini bertujuan agar transfer perbankan transparan dan akuntabel."Kemudian, juga UU pembatasan transaksi uang kartal, yang mendorong pemanfaatan transfer perbankan semua akan lebih transparan, lebih akuntabel, juga sangat bagus," kata Jokowi.


Baca Juga:


Makin Canggih
Jokowi juga menyebut korupsi semakin canggih dan kompleks. Jokowi mengatakan teknologi perlu dimanfaatkan untuk mencegah korupsi."Apakah hukuman penjara membuat jera, ternyata tidak, karena memang korupsi sekarang makin canggih, makin kompleks,bahkan lintas negara dan multiyurisdiksi dan menggunakan teknologi mutakhir," kata Jokowi.
"Oleh sebab itu, kita butuh upaya bersama yang lebih sistemik, butuh upaya bersama yang lebih masif yang memanfaatkan teknologi terkini untuk mencegah tindak pidana korupsi," lanjut Jokowi.
Jokowi juga berbicara perlunya penguatan sistem pencegahan dengan memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM) hingga aparat penegak hukum (APH). Dia mengatakan pemerintah juga terus berupaya memperbaiki sistem pengadaan barang, jasa, hingga perizinan.
"Kita butuh perkuat sistem pencegahan, termasuk memperbaiki kualitas SDM APH kita. Sistem pengadaan barang dan jasa sistem perizinan, pengawasan internal, dan lain-lain memang sudah banyak juga yang kita buatkan platform e-katalog. Misalnya saya dulu masuk dulu baru ada 50 ribu barang yang dimasukkan, sekarang tadi pagi dapat laporan dari kepala LKPP sudah 7,5 juta barang yang masuk ke e-katalog. Lompatan cepat sekali," ujarnya.
Jokowi meminta perizinan diurus secara online. Menurutnya, perizinan yang diurus online dapat menjadi pagar mencegah korupsi terjadi.
"Online Single Submission (OSS) jangan sampai ketemu pengusaha dengan pejabat, ini juga sangat membantu, one map policy, memang belum selesai, tapi sudah 60-70 persen dan 2024 ini akan sangat membantu memagari orang untuk tidak korupsi. Pajak online saya kira juga sangat bagus, sertifikat elektronik juga bagus, semuanya dibuatkan aplikasi platform untuk memagari korupsi," ucapnya.
Selain Jokowi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI Jenderal Agus Subyanto, dan sejumlah menteri turut hadir pada acara itu.


Baca Juga:


Akan Sulit Dicapai
Sementara itu, Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango mengatakan, peran Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden penting dalam upaya memberantas korupsi di Indonesia. KPK berharap Jokowi memimpin pemberantasan korupsi di Indonesia.
Nawawi awalnya berbicara mengenai korupsi yang bisa merusak kondisi negara. Dia mengatakan kasus korupsi bisa menggagalkan rencana Indonesia menjadi negara maju pada 2045.
"Secara empirik, korupsi telah terbukti menghambat kemajuan sosial dan ekonomi di banyak negara di dunia. Oleh karenanya, cita-cita Indonesia emas tahun 2045 pun akan sulit dicapai bila korupsi belum dapat diberantas secara tuntas," kata Nawawi dalam acara itu.
Hakordia tahun ini mengusung tema 'Sinergi Berantas Korupsi, Untuk Indonesia Maju'. Nawawi mengatakan tema tersebut menandakan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tidak hanya bisa bergantung pada KPK.
"Pemberantasan dan pencegahan korupsi tidak dapat dilakukan hanya melalui aspek kelembagaan, dengan pembentukan lembaga atau unit kerja baru. Atau hanya aspek regulasi melalui penerbitan UU, PP, Perpres dan selanjutnya, atau hanya bersandar pada kinerja aparat penegak hukum," terang Nawawi.
Di hadapan Jokowi, Nawawi meminta Presiden memimpin korupsi di Indonesia dengan menguatkan sinergisitas di antara lembaga penegak hukum.
"Mengingat situasi belakangan ini, kami berharap Bapak Presiden dapat mendorong kembali segala upaya untuk pemberantasan korupsi di Indonesia, demi masa depan generasi kita," ujar Nawawi.
"Kami di KPK berharap sangat agar Bapak (Presiden Jokowi) dapat memimpin upaya pemberantasan korupsi ke depan dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat secara kelembagaan," sambungnya.



Flexing
Nawawi juga buka suara mengenai sejumlah kasus menonjol yang ditangani KPK tahun ini. Nawawi menyinggung kasus pejabat yang kerap melakukan flexing atau pamer harta.
"Tahun 2023 ini fenomena baru, flexing, pamer kekayaan para pejabat pemerintah di media sosial direspons masyarakat dengan membandingkan laporan harta kekayaannya yang dapat diakses secara terbuka di laman KPK," kata Nawawi
Nawawi mengatakan kasus pejabat viral pamer harta tahun ini menjadi fenomena menarik. Pasalnya, lewat unggahan viral itu terungkap adanya perbuatan korupsi yang dilakukan.
"Beberapa berujung pada pengungkapan kasus korupsi," ujar Nawawi.
KPK meminta isu tersebut menjadi perhatian khusus dari Jokowi. Nawawi mengatakan pihaknya berharap presiden bisa memberikan teguran kepada pejabat yang tidak patuh dan jujur dalam pengisian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Khusus untuk isu ini, kami berharap Bapak Presiden dapat memberikan teguran untuk mereka yang tidak menyampaikan LHKPN secara tepat waktu, lengkap dengan surat kuasa dan benar isinya," ujar Nawawi.
Pada 2023 ada tiga kasus korupsi di KPK yang berawal pamer harta di media sosial. Ketiga kasus itu melibatkan pejabat Ditjen Pajak hingga Bea Cukai.
Kasus pertama merupakan korupsi dari mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo. Kasus Rafael kini telah masuk persidangan. Rafael juga dituntut dengan penjara 14 tahun.
Dua kasus lainnya masing-masing melibatkan mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono dan mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto. Keduanya telah ditetapkan tersangka oleh KPK.



Akan Terus
Terpisah, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, yang diungkap Jokowi merupakan fakta yang terjadi saat ini.
"Kalau saya itu fakta yang ada, masih banyak pegawai negeri, pejabat-pejabat yang memang masih melakukan perbuatan tercela itu," kata Burhanuddin di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (12/12).
Burhanuddin menegaskan, pihaknya akan terus memberantas korupsi sampai tuntas. "Tentunya bagi kami akan terus saja sepanjang belum beres itu," kata Burhanuddin. (**)



SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru